UAIS AL-QORNI
(Waliyullah yang tak terkenal di bumi tapi
terkenal di langit)
-----------------------------
Ketaatan yang mengagumkan kepada
bundanya
-----------------------------
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya
kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya,
tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan
menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang
menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dia, jika bersumpah demi Allah pasti
terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti
dahulu dan disuruh memberi syafa’at,
ternyata Allah memberi izin dia untuk
memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan
surga tak ada yang ketinggalan karenanya.
Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal
banyak orang dan juga miskin, banyak
orang suka menertawakan, mengolok-olok,
dan menuduhnya sebagai tukang
membujuk, tukang mencuri serta berbagai
macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin
duduk dengannya, memberinya hadiah dua
helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik,
karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata :
“Aku khawatir, nanti sebagian orang
menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi
yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya
ibunya yang telah tua renta dan lumpuh.
Hanya penglihatan kabur yang masih
tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai
penggembala kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekedar
menopang kesehariannya bersama Sang
ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk
membantu tetangganya yang hidup miskin
dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba
dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta,
tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya,
ia tetap melakukan puasa di siang hari dan
bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada
masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi
Muhammad SAW. yang telah mengetuk
pintu hati mereka untuk menyembah Allah,
Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu
bagi-Nya. Islam mendidik setiap
pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di
dalamnya sangat menarik hati Uwais,
sehingga setelah seruan Islam datang di
negeri Yaman, ia segera memeluknya,
karena selama ini hati Uwais selalu
merindukan datangnya kebenaran. Banyak
tetangganya yang telah memeluk Islam,
pergi ke Madinah untuk mendengarkan
ajaran Nabi Muhammad SAW secara
langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka
memperbarui rumah tangga mereka dengan
cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat
tetangganya yang baru datang dari
Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan
bertemu” dengan kekasih Allah penghulu
para Nabi, sedang ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah
menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk
bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah
daya ia tak punya bekal yang cukup untuk
ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan
adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada
yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud
Rasulullah SAW mendapat cedera dan
giginya patah karena dilempari batu oleh
musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya
terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul
giginya dengan batu hingga patah. Hal
tersebut dilakukan sebagai bukti
kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun
ia belum pernah melihatnya. Hari berganti
dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak
terbendung membuat hasrat untuk bertemu
tak dapat dipendam lagi. Uwais
merenungkan diri dan bertanya dalam hati,
kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan
memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi,
bukankah ia mempunyai ibu yang sangat
membutuhkan perawatannya dan tak tega
ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah
siang dan malam menahan kerinduan untuk
berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati
ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan
memohon izin kepada ibunya agar
diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW
di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur,
merasa terharu ketika mendengar
permohonan anaknya. Beliau memaklumi
perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah
wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya.
Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau
kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia
berkemas untuk berangkat dan tak lupa
menyiapkan keperluan ibunya yang akan
ditinggalkan serta berpesan kepada
tetangganya agar dapat menemani ibunya
selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang
ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah
yang berjarak kurang lebih empat ratus
kilometer dari Yaman. Medan yang begitu
ganas dilaluinya, tak peduli penyamun
gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir
yang luas yang dapat menyesatkan dan
begitu panas di siang hari, serta begitu
dingin di malam hari, semuanya dilalui demi
bertemu dan dapat memandang sepuas-
puasnya paras baginda Nabi SAW yang
selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-
Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke
rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah
itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah
sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab
salam Uwais. Segera saja Uwais
menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya.
Namun ternyata beliau SAW tidak berada di
rumah melainkan berada di medan perang.
Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh
ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya
tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak
perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi
SAW dari medan perang.
Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan
masih terngiang di telinga pesan ibunya
yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar
ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus
lekas pulang”. Karena ketaatan kepada
ibunya, pesan ibunya tersebut telah
mengalahkan suara hati dan kemauannya
untuk menunggu dan berjumpa dengan
Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa
mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a.
untuk segera pulang ke negerinya. Dia
hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW
dan melangkah pulang dengan perasaan
haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW
langsung menanyakan tentang kedatangan
orang yang mencarinya. Nabi Muhammad
SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni
adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia
adalah penghuni langit (sangat terkenal di
langit). Mendengar perkataan baginda
Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan
para sahabatnya tertegun. Menurut
informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang
benar ada yang mencari Nabi SAW dan
segera pulang kembali ke Yaman, karena
ibunya sudah tua dan sakit-sakitan
sehingga ia tidak dapat meninggalkan
ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW
bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa
dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah,
ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah
telapak tangannya.” Sesudah itu beliau
SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w.
dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda :
“Suatu ketika, apabila kalian bertemu
dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya,
dia adalah penghuni langit dan bukan
penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama
kemudian Nabi SAW wafat, hingga
kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-
Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah
Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar
teringat akan sabda Nabi SAW. tentang
Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau
segera mengingatkan kepada sayyidina Ali
k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu,
setiap ada kafilah yang datang dari Yaman,
beliau berdua selalu menanyakan tentang
Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama
mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang
merasa heran, apakah sebenarnya yang
terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau
berdua. Rombongan kafilah dari Yaman
menuju Syam silih berganti, membawa
barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama
rombongan kafilah menuju kota Madinah.
Melihat ada rombongan kafilah yang datang
dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan
sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan
menanyakan apakah Uwais turut bersama
mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa
ia ada bersama mereka dan sedang menjaga
unta-unta mereka di perbatasan kota.
Mendengar jawaban itu, beliau berdua
bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais
berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali
k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais
sedang melaksanakan sholat. Setelah
mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab
salam kedua tamu agung tersebut sambil
bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah
Umar segera membalikkan tangan Uwais,
untuk membuktikan kebenaran tanda putih
yang berada ditelapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh
baginda Nabi SAW.
Memang benar !
Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh
kedua tamu tersebut, siapakah nama
saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun
tertawa dan mengatakan : “Kami juga
Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah
namamu yang sebenarnya ?” Uwais
kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-
Qorni”. Dalam pembicaraan mereka,
diketahuilah bahwa ibu Uwais telah
meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru
dapat turut bersama rombongan kafilah
dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar
dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan
mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan
dan dia berkata kepada khalifah:
“Sayalah yang harus meminta do’a kepada
kalian”. Mendengar perkataan Uwais,
Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk
mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena
desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni
akhirnya mengangkat kedua tangannya,
berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah
itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk
menyumbangkan uang negara dari Baitul
Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais menolak dengan halus
dengan berkata : “Hamba mohon supaya
hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk
hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang
fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali
tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada
seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong
oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada
di atas kapal menuju tanah Arab bersama
para pedagang, tanpa disangka-sangka
angin topan berhembus dengan kencang.
Akibatnya hempasan ombak menghantam
kapal kami sehingga air laut masuk ke
dalam kapal dan menyebabkan kapal
semakin berat. Pada saat itu, kami melihat
seorang laki-laki yang mengenakan selimut
berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi,
lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar
dari kapal dan melakukan sholat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi
lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru
lagi,” Demi Zat yang telah memberimu
kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki
itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa
yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat
bahwa kapal dihembus angin dan dihantam
ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri
kalian pada Allah ! “katanya. “Kami telah
melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal
dengan membaca
bismillahirrohmaanirrohiim!”
Kami pun keluar dari kapa satu persatu dan
berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah
kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib,
kami semua tidak tenggelam, sedangkan
perahu kami berikut isinya tenggelam ke
dasar laut. Lalu orang itu berkata pada
kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi
korban asalkan kalian semua selamat”.
“Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah
nama Tuan ? “Tanya kami. “Uwais al-Qorni”.
Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya,
“Sesungguhnya harta yang ada di kapal
tersebut adalah milik orang-orang fakir di
Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.”
“Jika Allah mengembalikan harta kalian.
Apakah kalian akan membagi-bagikannya
kepada orang-orang fakir di Madinah?”
tanyanya.”Ya,”jawab kami. Orang itu pun
melaksanakan sholat dua rakaat di atas air,
lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni
mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul
ke permukaan air, lalu kami menumpanginya
dan meneruskan perjalanan. Setibanya di
Madinah, kami membagi-bagikan seluruh
harta kepada orang-orang fakir di Madinah,
tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar
kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke
rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan
dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang
yang berebutan untuk memandikannya. Dan
ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk
dikafani, di sana sudah ada orang-orang
yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika
orang pergi hendak menggali kuburnya. Di
sana ternyata sudah ada orang-orang yang
menggali kuburnya hingga selesai. Ketika
usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar
biasa banyaknya orang yang berebutan
untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah
bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut
mengurusi jenazahnya hingga aku pulang
dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku
bermaksud untuk kembali ke tempat
penguburannya guna memberi tanda pada
kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat
ada bekas kuburannya.
(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang
yang pernah ikut berperang bersama Uwais
al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina
Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah
menggemparkan masyarakat kota Yaman.
Banyak terjadi hal-hal yang amat
mengherankan. Sedemikian banyaknya
orang yang tak dikenal berdatangan untuk
mengurus jenazah dan pemakamannya,
padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak
dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan
sampai ketika jenazahnya hendak
diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu
ada orang-orang yang telah siap
melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka
saling bertanya-tanya : “Siapakah
sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ?
Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah
seorang fakir yang tak memiliki apa-apa,
yang kerjanya hanyalah sebagai
penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika
hari wafatmu, engkau telah menggemparkan
penduduk Yaman dengan hadirnya
manusia-manusia asing yang tidak pernah
kami kenal. Mereka datang dalam jumlah
sedemikian banyaknya. Agaknya mereka
adalah para malaikat yang di turunkan ke
bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya. Baru saat itulah penduduk
Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-
Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi
terkenal di langit.
0 komentar:
Posting Komentar