Pengikut

Sabtu, 24 November 2012

Tanya Jawab Seputar Aswaja ( ahlussunnah waljamaah )

Diasuh Oleh Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim,MA.

Pertanyaan:
Bapak Pengasuh yth
Assalamualaikum wr wb.
Bersama ini saya ingin sedikit mengetahui tentang ulama yang selalu disebut-sebut sebagai pembela Ahlussunnah Wal Jamaah.

Soalnya, hampir setiap kali orang menyebut Ahlussunnah Wal Jamaah selalu menyebut- nyebut Imam Al-Asy’ary dan Imam Al- Maturidy. Siapa beliau ini? Dan siapa
sebenarnya yang merumuskan Ahlussunnah
Wal Jamaah itu? Atas perhatian dan
jawabannya, saya ucapkan banyak terima kasih.
Hasan Matsar
Jawaban:

Yth. Saudara Hasan,
Waalaikumussalam wr wb.
Sesungguhnya, nama Ahlussunnah Wal
Jamaah itu telah diperkenalkan secara umum
oleh Rasulullah sesuai kandungan Alquran,
namun nama Ahlussunnah Wal Jamaah pada
waktu itu belumlah populer sekali. Dalam
perkembangan selanjutnya, Islam berkembang
luas dan akidah Islamiyah mulai dipersoalkan,
terutama oleh para ahli logika yang baru
masuk Islam, atau ahli-ahli Manthiq yang
masih amat kental dengan kemusyrikannya.
Pada fase seperti itu, muncullah pakar pakar
Islam yang menyusun sistimatika dan rumusan
Ahlussunnah Wal Jamaah yang dapat
menjawab dan mematahkan hujjah penghujat
itu. Di antara mereka yang paling terkenal
ialah Imam Asy’ary dan Imam Maturidy.
Karena itu ketika ada orang yang menyebutkan
Ahlussunnah Wal Jamaah, yang dimaksud
adalah golongan yang mengikuti rumusan
kedua imam tersebut. Sebagaimana yang
dikemukakan Al-Haitami dalam Tathhirul
Janan, hal. 7: Jika Ahlussunnah Wal Jamaah
disebutkan, maka yang dimasud adalah orang-
orang yang mengikuti rumusan yang digagas
oleh Imam Asy’ari dan Imam Maturidi.
Hal yang sama dikemukakan oleh Thasi Kubri
Zadah yang dikutip oleh Fathullahi Kulaif:
Ketahuilah dua orang pelopor Ahlussunnah Wal
Jamaah, yang satu Hanafi, yaitu Abu Mansur
Al-Maturidi dan yang satu lagi bermazhab
Syafie, yaitu Abu Hasan Al-Asy’arie (lihat:
Kitab Tauhid, hal. 7)
Nama lengkap Iman Al-Asy’ari adalah Abu
Hasan ‘Ali bin Isma’il al-Asy’ari. Lahir di
Bashrah pada 260 H/874 M dan wafat pada
324 H/936 M. Beliau adalah satu keturunan
sahabat Nabi saw yang bernama Abu Musa al-
Asy’ari. Setelah ayahnya meninggal, ibu beliau
menikah lagi dengan seorang tokoh Muktazilah
yang bernama al-Jubba’i. Imam Asy’ari
sangat tekun mempelajari aliran Muktazilah
dan sangat memahami tentang aliran ini. Tidak
jarang ia menggantikan ayah tirinya untuk
menyampaikan ajaran Muktazilah.
Dengan kemahiran dan posisinya sebagai anak
tiri dari seorang tokoh utama Muktazilah,
banyak orang memperkirakan bahwa suatu
saat Imam Asy’ari akan menggantikan
kedudukan ayah tirinya sebagai seorang tokoh
Muktazilah. Namun harapan itu tidak sesuai
dengan kenyataannya. Fakta berbicara lain.
Setelah Imam Asy’ari mendalami ajaran
Muktazilah, terungkaplah bahwa ada banyak
celah dan kelemahan yang terdapat dalam
aliran tersebut. Sesudah mengetahui beberapa
kelemahan ini, beliau menyendiri dan ber-
tafakkur (merenung dan berfikir) selama 15
hari. Ia meminta kepada Allah swt agar
mendapat petunjuk tentang langkah terbaik
yang akan dilaluinya. Akhirnya, ia kembali
pada ajaran Islam yang murni, yakni ajaran
yang telah digariskan Rasulullah dan para
sahabat serta dilanjutkan oleh salafus salih.
Imam Asy’ari beranggapan apabila tetap
mengamalkan ajaran Muktazilah yang sangat
mengandalkan akal pikiranya, berarti telah
melakukan dosa sosial yang besar, karena
mengajak orang lain untuk berbuat
kemunafikan. Akhirnya beliau mengambil
keputusan untuk meninggalkan ajaran
Muktazilah. Imam Asy’ari kemudian
memproklamirkan diri dan mengajak manusia
untuk kembali Ahlussunnah Wal Jamaah,
seperti yang telah diajarkan para salaf salih
(cf. Abu Al-Hasan al-Nadwi, dalam
Muqaddimah Al-Ibanah, 30-31.)
Setelah peristiwa ini, banyak kalangan yang
mengagumi keberanian Imam Asy’ari, sehingga
beliau dijuluki sebagai penyelamat akidah
umat Islam.
Beliau diposisikan sebagai pelopor kembali
kepada Ahlussunnah Wal Jamaah, karena
setelah masa Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in,
Fuqaha dan Imam Mazhab Empat, muncul
kelompok yang akan merusak kemurnian
agama lslam, seperti para filosof yang
terpengaruh betul dengan filsafat syirik Yunani
dan Rumawi kuni, terutama setelah masa
penerjemahan buku tersebut ke dalam bahasa
Arab. Beliau dan kawan-kawannya muncul
meluruskan kembali sesuai dengan sunnah
Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Asy’ari
menulis banyak kitab, di antaranya al-Ibanah
‘an Ushulid-Diyinah, Maqalat al-lslamiyuin
dan lain sebagainya.
Metode beliau dalam perumusan Ahlussunnah
Wal Jamaah didukung oleh berbagai kalangan,
para Muhadditsin (ahli hadis), Fuqaha’ (ahIi
fiqh) serta para ulama dari berbagai disiplin
ilmu. Sebagai contoh kita sebutkan Imam An-
Nawawy (w.677 H) penyusun kitab Riyadhush
Shalihin; Syeikh Ibnul Hajar Al-Asqalany
(w.852 H) penulis Fathul Bari, Bulughul
Maram, dll; Imam Al-Qurthuby, pengarang
Tafsir Qurthubi; Syeikh Ibnul Hajar Al-Haitamy
(w.974 H) muallif kitab Az-Zawajir; Imam
Zakariya Al-Anshary, pengarang kitab Fathul
Wahhab; dan masih amat banyak lagi.
Tidak sedikit pula dari Ahli Tashawwuf yang
berorientasi kepada Asy’ary, seperti Abdul
Karim Al-Hawazin (w.465 H) penulis kitab Ar-
Risalah Al-Qusyairyah; Imam Al-Ghazaly
(w.505 H). Untuk mengetahui lebih jauh dapat
dirujuk dalam Tabyiinul Kizbil Muftara, hal.
291.
Tokoh Ahlussunnah Wal Jamaah yang kedua
adalah Imam al-Maturidi. Nama beliau adalah
Muhammad bin Muhammad bin Mahmud
Almaturidi. Beliau lahir di Maturid, dan
meninggal di Samarkand pada 333 H/944 M.
Nama Maturidi sebenarnya dinisbahkan
kepada daerah kelahirannya.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa beliau
mengikuti cara Abu Hanifah dalam fiqh, maka
kebanyakan ajaran yang beliau usung masih
merupakan bagian dari Mazhab Abu Hanifah,
terutama dalam bidang akidah. Karena itu
banyak pakar yang menyimpulkan bahwa
dasar pijak Maturidi dalam akidah adalah
pemikiran Abu Hanifah yang sebenarnya tidak
berbeda dengan imam Syafi’ie, Maliki dan
Hanbali, karena keempat mazhab fiqih tersebut
adalah Ahlussunnah Wal Jamaah dalam
akidahnya (Tarikh al-Madzahib al-Islimiyyah,
Juz I, hal 173)
Murid murid beliau yang terkenal ada 4 orang,
yaitu Abu al-Qasim Ishaq bin Mubammad
terkenal sebagai hakim Samarkand (w.340 H);
Imam Abu Hasan ‘Ali bin Sa’id al-Ras
Taghfani; Imam Abu Muhammad Abdul Karim
bin Musa al-Bazdawi (w.390 H). Dan, yang
terakhir adalah Imam Abu al-Laits al-Bukhari.
Satu-satunya tulisan Imam Maturidi yang
sampai kepada kita adalah kitab al-Tauhid
yang ditahqiq oleh Dr Fathullah Khulayf (cf.
At-Tauhid, hal.2).


0 komentar:

Posting Komentar