Pengikut

Kamis, 30 Juli 2015

Mengenal ASWAJA (Ahlisunnah wal jamaah) bersama Habib Alwi

Oleh :  Habib Alwi Ba'alawy "karawang"
TENTANG  ASWAJA


{AHLISSUNNAH WAL-JAMA’AH}
( F.RZ.073.72 )
Asal usul ASWAJA
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : "إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي". (رواه الترمذي)
وهو صحيح ومتواتر (فيض القدير, ج 2, ص 21)
Dari Abdullah bin Amr RA, bekata: "Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya umat Bani Isra'il terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan yang akan selamat." Para sahabat bertanya: "Siapa satu golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran sahabatku.“ (HR. Al-Tirmidzi)
قَالَ اِبْنُ عَبَّاسٍ t فيِ قَوْلِهِ تَعَالىَ: يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ (سورة: آل عمران:106), فَأَمَّا الَّذِيْنَ ابْيَضَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَأُولُو الْعِلْمِ, وَأَمَّا الَّذِيْنَ اسْوَدَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَأُولُو الْعِلْمِ, وَأَمَّا الَّذِيْنَ اسْوَدَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ الْبِدْعَةِ وَالضَّلَالَةِ.(شرح اصول الاعتقاد اهل السنة والجماعة, ج2 ص92)
Ibn Abbas t berkata ketika menafsirkan firman Allah: “Pada hari yang diwaktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS. Ali Imran: 106). “adapun orang-orang yang wajahnya putih berseri adalah pengikut ahlussunnah wal-jama’ah dan orang-orang yang berilmu. Sedangkan orang-orang yang wajahnya hitam muram, adalah pengikut bid’ah dan kesesatan.” (Syarh Ushul I’tiqd Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, Juz 2, hal.92)
Makna Ahlussunnah Wal-Jama’ah
Ahlun bermakna:
1.Keluarga (اَهْلُ الْبَيْت, keluarga dalam rumah tangga)
2.Pengikut (اَهْلُ  السُّنَّة, pengikut sunnah)
3.Penduduk (اَهْلُ الْجَنَّةِ, penduduk surga)
Makna: al-Sunnah
السُّنَّةُ لُغَةً الطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةٍ، وَشَرْعًا اِسْمٌ لِلطَّرِيْقَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْمَسْلُوكَةِ فِي الدِّيْنِ سَلَكَهَا رَسُوُلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسلم أَوْ غَيْرُهُ مِمَّنْ هُوَ عَلَمٌ فِي الدِّيْنِ كَالصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، لِقَوله صَلَّى اللهُ عّلَيْهِ وَسَلَّم: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ َبَعْدِي، وَعُرْفًا مَا وَاظَبَ عَلَيْهِ مُقْتَدًى نَبِيًا كَانَ أَوْ وَلِيًّا، وَالسُّنِّيُّ مَنْسُوْبٌ إِلَى السُّنَّةِ اهـ (حَضَرَةُ الشَّيْخِ مُحَمَّد هَاشِمْ أَشْعَرِي، رسالة أهل السنة والجماعة ص/5).
Makna al-Sunnah
a.Menurut bahasa: Jejak dan langkah
b.Secara syar’i: Jejak yang diridhai Allah SWT dan menjadi pijakan dalam agama, yang pernah ditempuh oleh Rasulullah SAW atau orang yang menjadi panutan dalam agama seperti sahabat
c.Secara ‘urfi (tradisi): Ajaran yang dilalui oleh seorang panutan dalam agama, seperti nabi atau wali.
(Risalah Ahl al-Sunnah Wal al-Jama’ah hal.5)
Makna: al-Jama’ah Menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani
وَالْـجَمَاعَةُ مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ فىِ خِلَافَةِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ
(الغنية لطالبي طريق الحق, 80/1)
Al-Jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi r pada masa Khulafaur Rasyidin yang empat, yang telah diberi hidayah oleh Allah SWT (Mudah-mudahan Allah memberi Rahmat kepada mereka semua). (al-Gunyah li Thalibi Thariq al-haqq, juz 1 hal. 80)
Makna: al-Jama’ah
Makna al-Jama’ah: menjaga kekompakan, kebersamaan dan kolektifitas, kebalikan dari kata al-furqah (golongan yang berpecah belah).
Dikatakan al-jama’ah, karena golongan ini selalu memelihara kekompakan, kebersamaan dan kolektifitas terhadap sesama. Meskipun terjadi perbedaan pandangan di kalangan sesama mereka, perbedaan tersebut tidak sampai mengkafirkan, membid’ahkan dan memfasikkan orang yang berbeda diantara sesama ahlussunnah wal jamaah.
Mengikuti Ijma’ Ulama
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلاَلَةٍ، وَيَدُ اللهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلىَ النَّارِ
رواه الترمذي (2167) والحاكم (1/115)، وهو صحيح بطرقه وشواهده.
TRADISI MASYARAKAT INDONESIA
TAHLIL dan SELAMATAN TUJUH HARI
AL-QUR’AN MENGANJURKAN BERDO’A UNTUK ORANG YANG TELAH WAFAT
SEKALIGUS MENJELASKAN BAHWA UKHUWAH ISLAMIYAH TIDAK TERPUTUS KARENA KEMATIAN
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ  [الحشر/10]
"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo'a, "Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan orang-orang yang wafat mendahului kami  dengan membawa iman. Dan janganlah Engkau memberikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.“ (QS. Al-Hasyr: 10)
PAHALA SEDEKAH SAMPAI PADA ORANG YANG TELAH WAFAT
عَنْ عاَ ئِشَةَ أَنَّ رَجُلاً أَ تَى النَّبِيَّ صَلَّى الله عليه وسلِّم فَقَالَ , يَا رَسُولَ الله إِنَّ اُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُـهَا وَلَمْ تُوصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ اَفَلَهَا اَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ (رواه مسلم, 1672 )
"Dari 'Aisyah-radhiyallahu 'anha, "Seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, "Ibu saya meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga jika ia dapat berwasiat, tentu ia akan berwasiat untuk bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya? "Nabi SAW menjawab, "Ya"." (HR. Muslim, [1672])
SEDEKAH BISA BERUPA DZIKIR ATAU TAHLIL
عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ rقَالُوا للنَّبِيِّ صلى الله عليه وسـلم يَارَسُـولَ الله ذَهَبَ أَهْلُ الدُّ ثُّورِ باْلأُجُوْرِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَ يَتَصَدَّ قُونَ بِفُضَولِ أَمْوَا لِهِمْ قَالَ أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً  وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً (رواه مسلم, 1674).
"Dari Abu Dzarr t, ada beberapa sahabat bertanya kepada Nabi r, "Ya Rasulullah, orang-orang yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seperti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi r menjawab, "Bukankah Allah I telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap bacaan La ilaaha Illallah adalah sedekah." (HR. Muslim,[1674]).
SELAMATAN TUJUH HARI KEMATIAN
عَنْ سُفْيَانَ قَالَ طَاوُوْسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُّطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ الْاَيَّامَ. (رواه الإمام أحمد في كتاب الزهد, الحاوي للفتاوى, 2/178)
“Dari Sufyan, berkata, “Imam Thawus berkata, “sesungguhnya orang yang meninggal akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, oleh karena itu mereka (kaum salaf) menganjurkan bersedekah makanan yang pahalanya untuk keluarga yang meninggal selama tujuh hari tersebut.” (HR. al-Imam Ahmad dalam kitab al-Zuhud, al-Hawii Lilfataawi juz 2, hal. 178)
Sebagian Tradisi Memberi
Makan Kepada Penta’ziah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَيُّ اْلإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعَامَ, وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لاَ تَعْرِف
(صحيح البخاري, رقم 11)
Dari Abdullah bin Amr RA, ada seorang laki-laki bertanya pada Nabi SAW, “Perbuatan apakah yang paling baik di dalam ajaran orang islam?” Rasulullah SAW menjawab, “menyuguhkan makanan dan mengucapkan salam, baik kepada orang yang engkau kenal atau tidak” (HR. al-Bukhari)
Sunnah saling bersedekah makanan
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ (رواه مسلم:4785)
“Dari Abi Dzarr RA ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Abu Dzar, jika kamu memasak kuah, maka perbanyaklah airnya, dan bagi-bagikanlah kepada tetanggamu.” (Shahih Muslim, 4785)
قَالَ شَيْخُنَا الْعَارِفُ الشَّعْرَاوِي: كَانَ التَّابِعُوْنَ يُرْسِلُوْنَ الْهَدِيَّةَ لِأَخِيْهِمْ وَيَقُوْلُوْنَ نَعْلَمُ غِنَاكَ عَنْ مِثْلِ هَذَا وَإِنَّمَا أَرْسَلْنَا ذَلِكَ لِتَعْلَمَ أَنَّكَ مِنَّا عَلَى بَالٍ (المناوى، فيض القدير،  ج 3 ص273)
“Syaikh kami al-Arif al-Sya’rawi menyatakan bahwa para tabi’in memiliki kebiasaan memberikan hadiah kepada saudara-saudaranya. Mereka berkata, “Kami tahu bahwa engkau tidak membutuhkan benda yang kami berikan ini. tapi kami memberikannya kepadamu agar kamu tahu bahwa kami masih peduli dan menganggapmu sebagai sahabat.” (Faidh al-Qadir, juz III, hal 272)
Sayyidina Umar  RA memerintahkan agar menyuguhkan makanan kepada penta’ziahnya
وَعَنِ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ: حِيْنَ طُعِنَ عُمَرُ أَمَرَ صُهَيْبًا أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثَلَاثًا, وَأَمَرَ بِأَنْ يَجْعَلَ لِلنَاسِ طَعَامًا, (ذكر الحافظ ابن حجر في كتابه "المطالب العالية في زوائد المسانيد الثمانية" (1/199), وقال إسناده حسن )
Dari al-Ahnaf bin Qais dia berkata: ketika sayyidina Umar RA menjelang wafat (karena ditikam dengan pisau oleh Abu lu’lu’ah al-Majusi) beliau menugas Suhaib untuk melaksanakan shalat dengan orang banyak tiga kali dan memerintahkan agar menyuguhkan makanan untuk mereka. (dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab al-Mathalib al-’Aliyah, Juz I, hal. 199, dengan sanad yang hasan)
MENGANTAR JENAZAH DENGAN MEMBACA TAHLIL
عن ابن عمر رضي الله عنه, قَالَ لَمْ نَكُنْ نَسْمَعُ مِنْ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَهُوَ يَمْشِي خَلْفَ الْجَنَازَةِ, إِلَّا قَوْلُ: لَا إِلَهَ إِلَّا الله, مُبْدِيًّا, وَرَاجِعًا. أخرجه ابن عدى في الكامل. (نصب الراية في تخريج أحاديث الهداية, 2/ 212)
Ibn Umar RA berkata, “Tidak pernah terdengar dari Rasulullah SAW ketika mengantarkan jenazah kecuali ucapan: La Ilaaha Illallah, pada waktu berangkat dan pulangnya” (HR. Ibnu ‘Adi)
TALQIN MAYYIT
وَأَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيْرِ وَابْنُ مَنْدَةَ عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ: "إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ, فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ, فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ, ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلاَن َبِنْ فَلاَنَةْ, فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلاَ يُجِيْبُ, ثُمَّ يَقُوْلُ: يَا فُلاَنَ بِنْ فَلاَنَةَ, فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا, ثُمَّ يَقُوْلُ: يَا فُلاَنَ بِنْ فُلاَنَةَ, فَإِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللهُ, وَلَكِنْ لاَ تَشْعُرُوْنَ, فَلْيَقُلْ: اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةُ اللهِ أَنْ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ, وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا, وَبِاْلاِسْلاَمَ دِيْنًا, وَبِمُمَحَمَّدٍ نَبِيَّا, وَبِالْقُرْآنَ إِمَامًا, فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ, وَيَقُوْلُ: انْطَلِقْ بِنَا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ, فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا", فَقَالَ رَجُلٌ: يَارَسُوْلَ اللهِ, فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ: فَيَنْسُبُهُ اِلَى حَوَّاءَ, يَا فُلاَنَ بِنْ حَوَّاءَ". (الشيخ محمد بن عبد الوهاب النجدي, أحكام تمني الموت ص 19)
“Al-Thabrani telah meriwayatkan dalam Al-Muj’am al-Kabir dan Ibn Mandah, dari Abu Umamah dari Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang saudaramu meninggal dunia, lalu kalian meratakan tanah di atas makamnya, maka hendaklah salah seorang kamu berdiri di bagian kepalanya dan katakanlah, “Wahai fulan bin fulanah”, maka sesungguhnya ia mendengar tapi tidak menjawab panggilan itu. Kemudian katakan, “Wahai fulan bin fulanah”, maka ia akan duduk dengan sempurna. Kemudian katakan, “Wahai fulan bin fulanah”, maka sesungguhnya ia berkata, “Berilah kami petunjuk, semoga Allah mengasihimu”, tetapi kalian tidak merasakannya. Lalu katakan, “Ingatlah janji yang kamu pegang ketika keluar dari dunia, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, bahwa Muhammad utusan Allah, bahwa kamu rela menerima Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi dan Al Qur’an sebagai pemimpin.” Maka pada saat itu, Malaikat Munkar dan nakir akan saling berpegangan tangan dan berkata, “Mari kita pergi. Kita tidak duduk di samping orang yang telah dituntun jawabannya.” Nantinya Allah akan memberikan jawaban terhadap  kedua malaikat itu.” Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, jika Ibu mayit itu tidak diketahui?” Beliau menjawab, “Nisbatkan kepada Hawwa, “Wahai fulan bin hawwa”. (Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Al-Najdi, Ahkam Tamanni Al-Maut, hal 19)
ZIARAH KUBUR
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا (رواه ومسلم، رقم 594)
“Rasulullah SAW bersabda: aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah” (HR. Muslim [594])
 
قَالَ اِبْنُ حَزَمٍ اِنَّ زِيَارَةَ الْقُبُوْرِ وَاجِبَةٌ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً فِى الْعُمْرِ لِوُرُوْدِ اْلاَمْرِ بِهِ (العسقلانى، فتح البارى، ج 3 ص 188)
Kata Ibn Hazm wajib ziarah kubur walaupun sekali seumur hidup, karena adanya perintah tentang hal itu .( fathul bari juz 3 hal 188)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَال زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ (رواه مسلم رقم 2304)
“Dari Abi Hurairah, berkata bahwa Rasulullah SAW berziarah ke pesarean ibundanya dan beliau menangis serta membuat orang di sekitarnya menangis” (HR. Muslim [2304])
Ziarah ke makam wali merupakan tradisi ulama salaf
سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ يَقُوْلُ: اِنِّي لِأَتَبَرَّكُ بِأَبِي حَنِيْفَةَ وَأَجِيْءُ اِلَى قَبْرِهِ فِي كُلِّ يَوْمٍ فَإِذَا عُرِضَتْ لِي حَاجَةٌ صَلَيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَجِئْتُ اِلَى قَبْرِهِ وَسَأَلْتُ اللهَ تَعَالَى الْحَاجَةَ عِنْدَهُ.(تاريخ بغداد,ج1 ص122)
Saya mendengar Imam Syafi’i RA berkata: “Sesungguhnya aku mengambil barakah dari Imam Abu Hanifah dan aku berziarah ke makamnya setiap hari. Jika aku dihadapkan pada suatu kebutuhan, aku shalat dua rakaat kemudian mendatangi makam beliau, dan memohon kepada Allah SWT untuk mengabulkan kebutuhanku.” (Tarikh Baghdad, juz 1 hal 122)
QUUNUT
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا.
(رواه أحمد والدارقطني).
“Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik t. Beliau berkata, “Rasulullah  r senantiasa membaca qunut ketika shalat subuh sehingga beliau wafat.” (Musnad Ahmad bin Hanbal, juz III, hal. 162 [12679], Sunan al-Daraquthni, juz II, hal. 39 [9]).
Sanad hadits ini shahih sehingga dapat dijadikan pedoman. Imam Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ menegaskan:
حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ رَوَاهُ جَمَاعَةٌ مِنَ الْحُفَّاظِ وَصَحَّحُوْهُ وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى صِحَّتِهِ اْلحَافِظُ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍ الْبَلْخِي، وَالْحَاكِمُ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ فِي مَوَاضِعَ مِنْ كُتُبِ الْبَيْهَقِي وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِي مِنْ طُرُقٍ بِأَسَانِيْدَ صَحِيْحَةٍ (المجموع ج 3 ص 504).
“Hadits tersebut adalah shahih. Diriwayatkan oleh banyak ahli hadits dan mereka kemudian menyatakan kesahihannya. Di antara orang yang menshahihkannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi serta al-Hakim Abu Abdillah di dalam beberapa tempat di dalam kitab al-Baihaqi. Al-Daraquthni juga meriwayatkannya dari berbagai jalur sanad yang shahih.” (Al-Majmu’, juz III, hal. 504).
MEMAHAMI TAWASSUL
Definisi Tawassul
طَلَبُ حُصُوْلِ مَنْفَعَةٍ أَوْ انْدِفَاعِ مَضَرَّةٍ مِنَ اللهِ بِذِكْرِ اسْمِ نَبِيِّ أَوْ وَلِيٍّ إِكْرَامًا لِلْمُتَوَسَّلِ بِهِ (العبدري, الشرح القويم, ص 378)
“Memohon datangnya manfaat (kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah SWT dengan menyebut nama seorang Nabi atau Wali untuk memuliakan (ikram) keduanya.” (Al-Hafizh Al-‘Abdari, Al-Syarh Al-Qiyam, Hal.378)
Dasar-Dasar Tawassul dari Al Qur an
وَاسْتَعِيْنُوا بِالصَّبْرِ وَالصَلاَةِ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِيْنَ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (QS. Al-Baqarah: 45)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al-Maidah: 35)
DASAR-DASAR IBADAH
  di Bulan Suci Ramadlan
Anjuran ziarah kubur (menyekar)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
(رواه ومسلم، رقم 594)
“Rasulullah SAW bersabda: aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah” (HR. Muslim [594])
قَالَ اِبْنُ حَزَمٍ اِنَّ زِيَارَةَ الْقُبُوْرِ وَاجِبَةٌ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً فِى الْعُمْرِ لِوُرُوْدِ اْلاَمْرِ بِهِ
(العسقلانى، فتح البارى، ج 3 ص 188)
Kata Ibn Hazm wajib ziarah kubur walaupun sekali seumur hidup, karena adanya perintah tentang hal itu. (Fathul Bari juz 3 hal 188)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَال زَارَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ (رواه مسلم رقم 2304)
“Dari Abi Hurairah, berkata bahwa Rasulullah SAW berziarah ke pesarean ibundanya dan beliau menangis serta membuat orang di sekitarnya menangis” (HR. Muslim [2304])
Saling memberi hadiah ( Ateran ) adalah tradisi ulama salaf (Tabi’in)
قَالَ شَيْخُنَا الْعَارِفُ الشَّعْرَاوِي: كَانَ التَّابِعُوْنَ يُرْسِلُوْنَ الْهَدِيَّةَ لِأَخِيْهِمْ وَيَقُوْلُوْنَ نَعْلَمُ غِنَاكَ عَنْ مِثْلِ هَذَا وَإِنَّمَا أَرْسَلْنَا ذَلِكَ لِتَعْلَمَ أَنَّكَ مِنَّا عَلَى بَالٍ (المناوى، فيض القدير،  ج 3 ص273)
“Syaikh kami al-Arif al-Sya’rawi menyatakan bahwa para tabi’in memiliki kebiasaan memberikan hadiah kepada saudara-saudaranya. Mereka berkata, “Kami tahu bahwa engkau tidak membutuhkan benda yang kami berikan ini. tapi kami memberikannya kepadamu agar kamu tahu bahwa kami masih peduli dan menganggapmu sebagai sahabat.” (Faidh al-Qadir, juz III, hal 272)

1 komentar:

  1. Baccarat - Online Games with Baccarat - FBCasino
    › baccarat › baccarat For centuries, this game has been part of 제왕카지노 the world of 바카라 사이트 online card games. Learn the 인카지노 rules of Baccarat and learn how you can win big with our Baccarat Bonus!

    BalasHapus