Pengikut

Kamis, 30 Agustus 2012

Biographi Singkat Imam Nawawi

Biografi Imam Nawawi

Imam nawawi lahir di desa Nawa di daerah khauran sebelah selatan kota Damsyik pada bulan Muharram 131 H. Beliau hidup di kelurga yang sangat menghargai ilmu dien. Allah memberikan kepada beliau kecintaan kepada ilmu dan hafalan Al quran. Dengan dukungan ayah beliau , imam nawawi memperoleh kemulian besar dalam kehidupan ilmiah.

Tsaqofah Imam Nawawi pindah ke Damsyik, tinggal di madrasah untuk menuntut ilmu. Beliau sangat tekun menuntut ilmu, hafal 'at tanbih' dalam waktu 4,5 bulan, di bulan sisanya di tahun itu beliau menghafal rab'ul muhadzdzab. Beliau belajar ilmu terus menerus hingga menjadi ulama besar dalam fiqh madzhab syafi'i, dalam bidang hadits dan bahasa.

Akhlaq Imam Nawawi dikenal sebagai seorang alim rabbani, zuhud dalam dunia, wara' dan beliau hampir tidak pernah berpaling dari ketaatan, kuat dalam amar ma'ruf nahi munkar, menasehati penguasa, tidak takut celaan orang karena Allah Ta'ala.

Kedudukan beliau Imam memiliki kedudukan yang tinggi yang dikenal oleh ulama di jamannya. Berkaitan dengan ini syaikh ibn farh menyatakan bahwa imam nawawi memiliki tiga derajat yang satu derajatnya saja sangat berat dicapai oleh orang lain, yaitu ilmu, zuhud dan amar ma'ruf nahi mungkar.
Wafat beliau Nawawi meninggal pada tanggal 14 rajab 176 H di Nawa. Umur Imam Nawawi memang tidak panjang, tidak lebih dari 45 tahun, meskipun demikian usia yang tidak panjang itu penuh barakah. Umur yang tidak panjang itu, beliau habiskan untuk ibadah, ketaatan, mengajar dan menulis.
Karya Imam Nawawi Beliau mewariskan peninggallan yang berharga dalam beragam ilmu-ilmu agama, yang dapat dibaca oleh para penelaah, dan pembaca. Disaat beliau diberi kekuatan pemahaman dalam memahami nash, ilmu fiqh, ushul fiqh, mustholah, bahasa dan bidang ilmu yang lain. Diantara karangan beliau adalah
1.Minhaj fi syarah shahih Muslim
2.taahdzibul asma' waal lughoh
3.Minhajuj tholibin
4.ad daqoiq
5.Tashhihul tanbih fi fiqhil asy syafi'iyah
6.Taqrib wa tahsin fi mushtolah al hadits
7.Riyadhus shalihin min kalamisayidil mursalin
Dan tulisan-tulisan lain yang masih banyak.


Menjadi seorang Muallaf Setelah Merampok toko Muslim

Merasa iba mendengar kata-kata si perampok,
Sohail membuka dompetnya lalu mengulurkan
uang tunai sebanyak $ 40 dan sebungkus roti.
Pada tengah malam itu, di sebuah sudut kota
di Amerika, Muhammad Sohail, 47 tahun,
tengah bersiap untuk menutup tokonya.
Namun tiba-tiba, ada seorang laki-laki
bertopeng datang menghampirinya dengan
membawa tongkat pemukul baseball dan
meminta Sohail untuk menyerahkan sejumlah
uang.
Tidak mau tunduk kepada penjahat tersebut,
Sohail langsung meraih senapan yang
diletakkan di bawah laci kasir tokonya.
Merasa kalah dalam hal senjata, laki-laki
bertopeng tersebut langsung kehilangan nyali.
Maka seketika itu juga dia menjatuhkan
tongkat pemukulnya ke tanah dan berlutut
memohon ampun sambil menangis.
Perampok tersebut mengatakan bahwa dia
terpaksa merampok untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya, yang tengah
kelaparan. “Tolong jangan panggil polisi....
Saya tidak punya uang, saya tidak punya
makanan di rumah saya,” tutur Sohail
menirukan kata-kata perampok tersebut.
Merasa iba mendengar kata-kata si perampok,
Sohail membuka dompetnya lalu mengulurkan
uang tunai sebanyak $ 40 dan sebungkus
roti. Namun ia mengatakan, “Pulanglah,
kembalilah kepada keluargamu. Dan kamu
harus berhenti merampok.”
Perampok itu tertegun, dan secara tidak
terduga ia mengatakan kepada Sohail bahwa
dia ingin menjadi seorang muslim seperti
Sohail.
“Apakah kamu sungguh-sungguh dengan
ucapanmu itu?”
Sang perampok menjawab, “Ya. Saya ingin
menjadi muslim sepertimu....”
Maka Sohail pun kemudian menuntun
perampok tersebut untuk mengucapkan dua
kalimah syahadat.
Beberapa bulan kemudian, mantan perampok
itu mengirim surat kepada Sohail dan di dalam
surat tersebut berisi uang 40 dolar.
Dalam surat itu ia menulis, “You have changed
my life (Kamu telah mengubah hidupku).” Dan
di akhir surat, sang mantan perampok itu
menulis identitasnya, “your muslim brother
(saudaramu seiman)”.
Subhanallah…
AP, ES (sumber: Debatislam.com )


Selasa, 28 Agustus 2012

Tirakat Imam Ghazali

Setelah melalui perenungan mendalam, pada 488 H/1095 M ia meninggalkan Baghdad, dengan segala kemewahan dan ketermasyhurannya, menuju Damaskus, Syria, untuk menemukan ketenangan dan
kesejatian hidup.
Imam Ghazali, atau lengkapnya Syaikh
Abu Hamid Muhammad ibnu Muhammad
ibnu Ahmad Ath-Thusi Al-Ghazali, adalah
ulama besar penyusun kitab tasawuf Ihya Ulumuddin , yang sangat terkenal.
Al-Ghazali, anak pemintal wol dari Desa Ghazalah, sejak kanak-kanak memang
sudah rajin mempelajari ilmu agama.
Sejak belia ia sudah mengembara
mendulang ilmu kepada para ulama
besar, seperti Syaikh Ahmad ibnu
Muhammad Al-Razhani Al-Thusi, Abu
Nash Ismail Al-Jurjani, Syaikh Yusuf Al- Nassaj, Imam Al-Haramain (Imam
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi) Abu
Ma’al Al-Juwaini, serta belajar tasawuf
kepada Syaikh Abu Ali Al-Fadhl ibnu
Muhammad ibnu Ali Farmadi.
Puncak pencapaian keilmuannya ialah
ketika ia diangkat menjadi rektor
Madrasah Tinggi Nizhamiyah, perguruan
paling bergengsi kala itu. Namun,
kemapanan hidup dan ketenaran tersebut
justru mulai menorehkan kegelisahan
jiwanya. Kesenangan hidup yang
melimpah malah membuatnya sakit.
Selama hampir enam bulan ia
terombang-ambing antara upaya
mempertahankan keduniawian dan
meraih kebahagiaan akhirat. Guncangan
jiwa itu terjadi ketika hatinya bertanya-
tanya, “Apakah sebenarnya pengetahuan
hakiki itu? Dapatkah pengetahuan hakiki
diraih melalui indra, ataukah dengan
akal?” Guncangan-guncangan ruhaniah
itu sempat membuatnya linglung. Tapi semua itu akhirnya terjawab dalam kitab Al-Munqidz Minadh Dhalal (Penyelamat
dari Kesesatan).

Dalam beberapa riwayat diceritakan,
untuk mengendapkan gejolak hatinya,
Ghazali menghentikan seluruh
aktivitasnya, baik perenungan maupun
ibadah, selama 40 hari, sampai akhirnya
cahaya Ilahi menerangi jiwa, qalbu, dan
raganya sehingga ia mampu keluar dari
keraguan.
Tasawuf, itulah jalan baru yang
dianggapnya tepat, yang kemudian
ditempuhnya untuk menjawab pertanyaan
demi pertanyaan yang mengusik
qalbunya.
Setelah melalui perenungan mendalam,
pada 488 H/1095 M ia meninggalkan
Baghdad, dengan segala kemewahan dan
ketermasyhurannya, menuju Damaskus,
Syria, untuk menemukan ketenangan dan
kesejatian hidup. Di bekas ibu kota
Dinasti Umayyah ini, ia hidup bersama
para sufi di Masjid Umawi. Ia menjalani
kehidupan zuhud, penuh riyadhah dan
mujahadah, dengan disiplin keras.
Pernah ia melakukan i’tikaf di menara
masjid selama beberapa bulan dengan
hanya makan sangat terbatas.
Tak lama kemudian ia hijrah ke Palestina.
Rupanya ia sengaja hendak berkhalwat di
Qubbatush Shakhrah di Baitul Maqdis,
sebuah gua tempat Nabi Dawud dan Nabi
Sulaiman pernah berkhalwat. Di sana pula
Rasulullah SAW berangkat mi’raj. Di
kubah berwarna kuning itu, setiap hari
Ghazali bermunajat kepada Allah SWT.
Semua pintu kubah ia kunci sehingga tak
ada yang mengganggunya. Kemudian ia berziarah ke makam Nab Ibrahim AS di Al-Khalil. Setelah merasa cukup, ia menuju Hijaz untuk beribadah haji dan menziarahi makam Rasulullah SAW.

Lalu ia bertolak ke Iskandariah, Mesir.
Baru beberapa hari tinggal di kota
pelabuhan ini, ia diminta kembali
memimpin perguruan Nizhamiyah. Maka
kembalilah ia ke Baghdad. Namun, saat
itu ia telah menjadi sufi, yang tentu tak
mungkin kerasan tinggal di ibu kota
Dinasti Abbasiyah, yang gemerlapan.
Maka tak lama kemudian ia pindah ke
Thus dan mendirikan Madrasah
Khanaqah sebagai lembaga untuk
memperdalam tasawuf. Di kota inilah,
pada 505 H/1111 M, ia menghadap Sang
Pencipta, dalam usia 55 tahun.
Perjumpaan Ruhani
Mengenai riyadhah bathinnya, ia
mengatakan, “Setelah semua kegelisahan
itu, perhatianku kupusatkan di jalan sufi.
Ternyata jalan ini tidak akan dapat
ditempuh kecuali dengan ilmu dan amal.
Langkahnya harus ditempuh melalui
tanjakan-tanjakan bathin dan penyucian
diri untuk mengkondisikan kesiapan
bathin, kemudian mengisinya dengan
dzikir kepada Allah SWT.”
Katanya lagi, “Bagiku, ilmu lebih mudah
daripada amal. Maka aku pun segera
memulai perjalanan spiritualku dengan
mempelajari ilmu para sufi terdahulu,
membaca karya-karya mereka. Antara lain
Qutb al-Qulub , karya Abu Thalib Al-
Makki, dan karya-karya Haris Al-
Muhasibi. Juga ujaran-ujaran Junaid Al-
Bagdadi, Asy-Syibli, Abu Yazid Al-
Busthami, dan lain-lain.”
Dari beberapa ungkapannya, terutama
ketika ia mengatakan “Penjelasan lebih
jauh kudengar sendiri dari lisan Al-Makki,
Al-Muhasibi, Al-Junaid, As-Syibli, dan
lain-lain”, sepertinya ia mengalami
perjumpaan dengan para pendahulunya
itu secara ruhani.
Mengenai praktek tasawuf, ia
menyatakan, ada hal-hal khusus yang
hanya dapat dicapai dengan dzauq
(perasaan) dan pengalaman bathin.
“Sangat jauh jika engkau bermaksud
memaknai sehat atau kenyang tanpa
mengalami sendiri rasa sehat atau
kenyang. Mengalami mabuk lebih jelas
daripada hanya mendengar keterangan
tentang arti mabuk. Maka, mengetahui
arti dan syarat-syarat zuhud tidak sama
dengan bersifat zuhud.”
Menurut Ghazali, kehidupan seorang
muslim tidak dapat dicapai dengan
sempurna kecuali mengikuti jalan Allah
secara bertahap. Tahapan-tahapan itu,
antara lain, taubat, sabar, fakir, zuhud,
tawakal, cinta, ma’rifat, dan ridha. Karena
itu, seseorang yang mempelajari tasawuf
wajib mendidik jiwa dan akhlaqnya.
Sementara itu, hati adalah cermin yang sanggup menangkap ma’rifat. Dan kesanggupan itu terletak dalam qalbu yang suci dan jernih.


Senin, 27 Agustus 2012

Bahayanya Sifat kikir dan keutamaan shadaqah

Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Siti Aisyah RA bercerita, pada suatu ketika datanglah seorang perempuan kepada
Rasulullah SAW sedangkan tangan kanan perempuan itu dalam keadaan melepuh.

Perempuan itu berkata: "Wahai Rasulullah, mohonkanlah doa kepada Allah agar tanganku ini bisa sembuh seperti sedia
kala". Rasulullah SAW bertanya: "Apa yang menyebabkan tanganmu melepuh seperti itu?".
Perempuan itu menjawab: "Wahai
Rasulullah, pada suatu malam aku
bermimpi seolah-olah kiamat telah terjadi dan neraka jahim telah dinyalakan. Dan di jurang neraka itu aku melihat ibuku memegang sepotong lemak di tangan
kanan dan sebuah kain kecil di tangan kiri.

Hanya kain kecil dan lemak itulah yang menjaga ibuku dari terjangan api neraka".
"Wahai Rasulullah, melihat keadaan ibuku aku menjadi iba kemudian aku bertanya kepadanya, "Wahai ibu, kenapa engkau di
sini? bukankah engkau seorang ahli ibadah dan selalu taat pada suami?". Ibuku menjawab, "Benar wahai anakku, aku dulu
memang ahli ibadah dan selalu taat pada suami.. tapi sebenarnyalah aku seorang
yang kikir waktu hidup di dunia. Dan
tempat ini adalah tempat golongan orang2
yang kikir." Kemudian aku bertanya, "Kalau
kain kecil dan lemak yang ada di tanganmu
itu apa ibu?" Ibuku menjawab, "Hanya
inilah temanku di sini anakku, lemak dan kain kecil inilah yang pernah aku
shadaqahkan selama hidupku di dunia.

Dan kedua benda ini yang melindungiku dari terjangan api neraka." Kemudian aku bertanya, "Ayah di mana ibu? mengapa dia tidak menolong ibu?" Ibuku menjawab,

"Ayahmu bersama dengan orang-orang yang dermawan, anakku.."
"Wahai Rasulullah, kemudian akupun
mendatangi ayahku yang pada saat itu sedang menuang air di telagamu.., dan aku berkata kepada ayahku, "Wahai ayahku, ibuku saat ini sedang menderita dan ayah tahu bahwa ibu rajin beribadah dan selalu taat pada ayah, berikanlah seteguk air dari telaga ini untuk ibu.." Ayahku menjawab,
"Wahai anakku, air telaga ini haram bagi orang2 yang kikir seperti ibumu.."
"Wahai Rasulullah, karna belas kasihanku kepada ibuku maka akupun nekat mengambilkan segelas air dari telagamu itu untuk kuberikan kepada ibuku. Akan tetapi pada saat kuberikan air itu kepada ibuku, tiba-tiba terdengarlah olehku suara tanpa rupa, "Semoga Allah melepuhkan tanganmu." Kemudian akupun terbangun dan aku melihat tangan kananku ini melepuh, wahai Rasulullah.."
Rasulullah bersabda, "Begitu bahayanyasifat kikir ibumu itu.." Kemudian Beliau pun berdoa kapada Allah, maka sembuhlah tangan perempuan itu.
Demikianlah kisah tentang bahayanya sifat kikir dan keutamaan shadaqah. Semoga kita dapat memetik manfaatnya.

(J.Mu'tashim Billah - Mustofa Hasyim)


Makna Silaturahim

Rasulullah SAW mengatakan
dalam HR Bukhari dan Muslim bahwa
“barang siapa yang ingin rizkinya
diluaskan dan dipanjangkan umurnya,
maka hendaklah menghubungkan tali
silaturahim.”

Istilah silaturahim di tengah-tengah
masyarakat kita sering diartikan sebagai kegiatan kunjung mengunjungi, saling
bertegur sapa, saling menolong, dan
saling berbuat kebaikan. Namun,
sesungguhnya bukan itu makna
silaturahim sesungguhnya. Silaturahim bukan hanya ditandai dengan saling
berbalasan salam tangan atau memohon maaf belaka. Bila mencermati dari asal katanya, yakni shilat atau washl, yang
berarti menyambungkan atau
menghimpun, dan ar-rahiim yang berarti kasih sayang, maka silaturahim diartikan
sebagai menghubungkan kasih sayang antar sesama. Silaturahim juga bermakna
menghubungkan mereka yang
sebelumnya terputus hubungan atau
interaksi, dan memberi kepada orang yang tidak memberi kepada kita.
Contohnya adalah ketika ada salah satu pihak yang lebih dulu menyapa
saudaranya, sementara sebelumnya
interaksi di antara keduanya sedang tidak harmonis, maka dialah yang mendapat pahala lebih besar. Dan juga silaturahim ditandai dengan hubungan dengan hati, yakni keluasan hati.

Sebagaimana yang disebutkan oleh
Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda,

"Yang disebut bersilaturahim itu bukanlah seseorang yang membalas
kunjungan atau pemberian, melainkan
bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang telah putus," (HR Bukhari).

Demikian, silaturahmi pun memiliki
fadhilah yang mustajab untuk
mendatangkan kebaikan; bahkan
keburukan, bila memutuskannya.
Sebagaimana disabdakan oleh Rasul saw:

"Tahukah kalian tentang sesuatu yang
paling cepat mendatangkan kebaikan
ataupun keburukan? 'Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan,'sabda Rasulullah SAW, 'adalah balasan (pahala)
orang yang berbuat kebaikan dan
menghubungkan tali silaturahmi,
sedangkan yang paling cepat
mendatangkan keburukan ialah balasan (siksaaan) bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan," (HR Ibnu Majah).
Rasulullah Saw juga pernah bersabda
bahwa “tidak akan masuk surga orang
yang memutuskan tali silaturahim.”
Sudah Ada balasan dari Allah bagi orang yang bersilaturahim yaitu surge, dan sebaliknya bagi orang yang memutuskan tali
silaturahim yaitu neraka. Begitu besarnya balasan Allah sehingga begitu besar juga
cobaan yang akan dihadapi. Dalam
cobaan tersebut, hendaknya tidak
mendahulukan hawa nafsu dan dendam,
sehingga akan hilang balasan surga dari Allah.
Rasulullah SAW memberikan tips kepada kita agar terjalin saling mencintai dengan
sesama muslim, yakni:

Tebarkan salam
Menghubungkan tali silaturahim
Memberi makan kepada yang
membutuhkan Betapa pentingnya silaturahim dalam hubungan sesame, Rasulullah saw
berpesan, “Sayangilah apa yang ada di muka bumi, niscaya Allah dan semesta alam akan menyayangimu,” (HR Tirmidzi),
yang dapat diartikan bahwa hak saling berkasih sayang dan silaturahim tidak
terbatas pada kerabat, tetapi sesama
makhluk ciptaan Allah SWT.
Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa
silaturahmi tidak hanya tampilan lahiriah belaka, namun harus melibatkan pula
aspek hati. Dengan kombinasi amalan
lahiriah dan amalan hatinya, kita akan
mempunyai kekuatan untuk bisa berbuat
silaturahmi lebih baik. Kalau orang lain mengunjungi kita dan kita balas
mengunjunginya, ini tidak memerlukan
kekuatan mental yang kuat. Namun, bila ada orang yang tidak pernah
bersilaturahmi kepada kita, lalu dengan
sengaja kita mengunjunginya, maka inilah
yang disebut silaturahmi. Apalagi bila kita
bersilaturahmi kepada orang yang
membenci kita atau seseorang yang
sangat menghindari pertemuan dengan
kita, lalu kita mengupayakan diri untuk
bertemu dengannya. Inilah silaturahmi
yang sebenarnya.
Dalam sebuah hadis
diungkapkan, "Maukah kalian aku
tunjukkan amal yang lebih besar
pahalanya daripada shalat dan shaum?"
tanya Rasul pada para sahabat. "Tentu
saja," jawab mereka. Beliau kemudian
menjelaskan, "Engkau damaikan yang
bertengkar, menyambungkan
persaudaraan yang terputus,
mempertemukan kembali saudara-saudara
yang terpisah, menjembatani berbagai
kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan
tali persaudaraan di antara mereka adalah
amal saleh yang besar pahalanya.
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan
umurnya dan diluaskan rezekinya,
hendaklah ia menyambungkan tali
silaturahmi". (HR Bukhari Muslim).
Silaturahmi adalah kunci terbukanya
rahmat dan pertolongan Allah SWT.
Dengan terhubungnya silaturahim, maka
ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan
baik. Semoga kita bisa meraih surga Nya dengan membina silaturahim antar
sesama.


Jumat, 24 Agustus 2012

Tradisi Sowan dan Mencium tangan Kyai

Sowan adalah tradisi santri berkunjung kepada kyai dengan harapan mendapatkan petunjuk atas sebuah permasalahan yang
diajukannya, atau mengharapkan doa dari kyai atau sekedar bertatap muka
silaturrhim saja. Seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah saw bahwa bersilaturhim dapat menjadikan umur dan rizqbi
bertambah panjang. Sowan dapat dilakukan oleh santri secara individu atau bersama- sama. Bisanya seorang kyai akan menerima
para tamu dengan lapang dada.

Bagi wali santri yang hendak menitipkan anaknya di pesantren, sowan kepada kyai
sangat penting. Karena dalam kesempatan
ini ia akan memasrahkan anaknya untuk
dididik di pesantren oleh sang kyai. Begitu
pula dengan calon santri, inilah kali
pertama ia melihat wajah kyainya yang akan menjadi panutan sepanjang hidupnya.
Sowan tidak hanya dilakukan oleh santri
yang masih belajar di pesantren. Banyak
santri yang telah hidup bermasyarakat dan
berkeluarga mengunjungi kyainya hanya
sekedar ingin bersalaman semata. Atau
sengaja datang membawa permasalahan
yang hendak ditanyakan kepada kyai
tentang berbagai masalah yang
dihadapinya.
Hal ini menjadikan bahwa hubungan kyai
santri tidak pernah mengenal kata putus.
Kyai tetap menjadi guru dan santri tetap
menjadi murid. Dalam dunia pesantren
istilah alumni hanya menunjuk pada
batasan waktu formal belaka, dimana
seorang santri pernah belajar di sebuah
pesantren tertentu. Tidak termasuk di
dalamnya hubungan guru-murid. Meskipun
telah manjadi alumni pesantren A,
seseorang akan tetap menjadi santri atau
murid Kyai A.
Di beberapa daerah tradisi sowan memiliki
momentumnya ketika idul fitri tiba.
Biasanya, seorang kyai sengaja
mempersiapkan diri menerima banyak tamu
yang sowan kepadanya. Mereka yang
sowan tidaklah sebatas para santri yang
pernah berguru kepadanya, namun juga
masyarakat, tetangga dan bahkan para
pejabat tidak pernah berguru langsung
kepadanya. Mereka datang dengan
harapan mendapatkan berkah dari
kealiman seorang kyai. Karena barang
siapa bergaul dengan penjual minyak
wangi, pasti akan tertular semerbaknya bau
wangi.
Pada bulan syawal seperti ini, sowan
kepada kyai merupakan sesuatu yang
utama bagi kalangan santri. Hampir sama pentingnya dengan mudik untuk berjumpa
keuarga dan kedua orang tua. Pantas saja, karena kyai bagi santri adalah guru
sekaligus berlaku sebagai orang tua. Oleh karena itu sering kali mereka yang kembali
pulang dari perantauan menjadikan sowan kepada kyai sebagai alasan penting mudik
di hari lebaran. Bagi santri yang telah jauh
berkelana mengarungi kehidupan, kembali
ke pesantren dan mencium tangan kyai
merupakan ‘isi ulang energi’ recharger
untuk menghadapi perjalanan hidup ke
depan. Seolah setelah mencium tangan
kyai dan bermuwajjahah dengannya semua
permasalahan di depan pasti akan teratasi.
Semua itu berlaku berkat do’a orang tua
dan kyai.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan
Imam Nawawi sebagai mana dinukil oleh
Ibn Hajar al-Asqolani dalam fathul Bari
ﻗﺎﻝَ ﺍﻻِﻣَﺎﻡْ ﺍﻟﻨَّﻮَﺍﻭِﻱْ : ﺗﻘﺒِﻴْﻞُ ﻳَﺪِ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ِﻟﺰُﻫْﺪِﻩِ
ﻭَﺻَﻼَﺣِﻪِ ﻭَﻋِﻠْﻤِﻪِ ﺍَﻭْ ﺷﺮَﻓِﻪِ ﺍَﻭْ ﻧَﺤْﻮِ ﺫﺍﻟِﻚَ ﻣِﻦَ
ﺍْﻻُﻣُﻮْﺭِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻨِﻴَّﺔِ ﻻَ ﻳُﻜْﺮَﻩُ ﺑَﻞ ﻳُﺴْﺘَﺤَﺐُّ .
Artinya : Imam Nawawi berkata : mencium
tangan seseorang karena zuhudnya,
kebaikannya, ilmunya, atau karena
kedudukannya dalam agama adalah
perbuatan yang tidak dimakruhkan, bahkan
hal yang demikian itu disunahkan.
Demikianlah tradisi sowan ini berlangsung
hingga sekarang. Para santri meyakini
benar bahwa seorang kyai yang alim dan
zuhud jauh lebih dekat kepada Allah swt
dibandingnkan manusia pada umumnya.
Karena itulah para santri sangat
mengharapkan do’a dari para kyai. Karena
do’a itu niilainya lebih dari segudang harta.
Inilah yang oleh orang awam banyak
diisitlahkan dengan tabarrukan,
mengharapkan berkah dari do’a kyai yang
mustajab karena kezuhudannya, ke-wirai-
annya dan kealimanyya.
Dengan demikian optimism dalam
menghadapi kehidupan dengan berbagai
macam permasalahnnya merupakan nilai
posittif yang tersimpan di balik tradisi
sowan. Sowan model inilah yang
dianjurkan oleh Rasulullah saw
ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﻦْ
ﺃَﺣَﺐَّ ﺃَﻥْ ﻳُﺒْﺴَﻂَ ﻟَﻪُ ﻓِﻲ ﺭِﺯْﻗِﻪِ ﻭَﻳُﻨْﺴَﺄَ ﻟَﻪُ ﻓِﻲ
ﺃَﺛَﺮِﻩِ ﻓَﻠْﻴَﺼِﻞْ ﺭَﺣِﻤَﻪُ
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan
usianya dan dibanyakkan rezekinya,
hendaklah ia menyambungkan tali
persaudaraan” (H.R. Bukhari-Muslim)

.
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺃَﻳُّﻮﺏَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﻗَﺎﻝَ
ﻟِﻠﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﺧْﺒِﺮْﻧِﻲ ﺑِﻌَﻤَﻞٍ
ﻳُﺪْﺧِﻠُﻨِﻲ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﻟَﻪُ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ
ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﺭَﺏٌ ﻣَﺎ ﻟَﻪُ ﺗَﻌْﺒُﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﻟَﺎ
ﺗُﺸْﺮِﻙُ ﺑِﻪِ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻭَﺗُﻘِﻴﻢُ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓَ ﻭَﺗُﺆْﺗِﻲ ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓَ
ﻭَﺗَﺼِﻞُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻢَ . ” ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ .

Dari Abu Ayyub Al-Anshori r.a bahwa ada
seorang berkata kepada Nabi saw.,
“Beritahukanlah kepadaku tentang satu
amalan yang memasukkan aku ke surga.
Seseorang berkata, “Ada apa dia? Ada apa
dia?” Rasulullah saw. Berkata,

“Apakah dia
ada keperluan? Beribadahlah kamu kepada Allah jangan kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, tegakkan shalat, tunaikan zakat, dan ber-
silaturahimlah.” (Bukhari).

Artinya hanya silatrrahim yang bernialai positiflah yang akan diganjar oleh Allah sebagaimana dijanjikan Rasulullah dalam kedua haditsnya. Bukan silatrrahim yang bernilai negative yaitu silaturrahim yang melanggar aturan syariat Islam.

Source nu.co.id


Tradisi Halal Bihalal

Di tanah kelahiran Islam, Arab Saudi, tradisi halal bihalal
justru tak dikenal. Juga di sebagian besar negara-negara
muslim di dunia. Dalam Al-Quran dan Hadis, istilah itu
juga tak ditemukan. Tradisi ini hanya khas di Indonesia.
Di kampung-kampung, tradisi bermaaf-maafan biasanya
dilakukan usai shalat Idul Fitri atau usai berziarah.

Mereka
mendatangi satu rumah ke rumah lainya, terutama
pemilik rumah yang lebih tua atau dituakan seperti para
kiai. Si pemilik rumah menyediakan rupa-rupa makanan,
biasanya makanan khas, lokal sebagai penghormatan
terhadap tamu dan kegembiraan di hari lebaran.
Tak hanya di kampung-kampung, tradisi saling bermaaf-
maafan ini juga menjadi tradisi rutin yang digelar instansi
pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta. Para
pemimpin instansi dan perusahaan menjadikan momen
halal bihalal sebagai medium bermaaf-maafan kepada
karyawan dan bawahannya. Begitu sebaliknya.
Tradisi ini juga dikembangkan dengan menggelar
kegiatan khusus berupa pengajian dan mendatangkan
penceramah untuk memberi tausiyah atau pesan-pesan agama.
Makna halal bihalal lebih dekat dengan pengertian saling
memaafkan atas segala salah dan khilaf agar bisa kembali menjadi manusia suci.
Karena itu, perkataan yang biasa dilontarkan, Minal Aidin wal Faizin, semoga termasuk orang-orang yang kembali dan
beruntung. Padahal, kata “halal” biasanya terkait erat dengan konteks hukum berarti sesuatu yang diizinkan atau dibolehkan.

Tapi untuk konteks halal bihalal, tidak dimaksudkan untuk itu.

Tradisi ini salah satu model pribumisasi Islam.

( Alamsyah M. Dja’far)
Source: nu.co.id


Senin, 20 Agustus 2012

Masjid Tertua di China

Guangzhuo - Masjid pertama dan tertua
China itu memang tidak utuh lagi. Tapi
dari kisah dan benda yang tersisa, masjid
berusia lebih dari 1.300 tahun itu tetap
menunjukkan kebesaran dan
kemegahannya.
Orang menyebutnya Masjid Huaisheng.
Letaknya di Jalan Guang Ta Lu, Kota
Guangzhuo, Provinsi Guangdong. Dari
bentuk bangunannya, masjid tersebut
tidak seperti tempat ibadah. Ia dikelilingi
tembok berwarna merah dengan gapura
bertuliskan berhuruf China. Tidak ada
kubah sebagai penanda adanya masjid.
Satu-satunya yang bisa menunjukkan
bahwa tempat itu benar-benar masjid
adalah menara atau dalam bahasa China
disebut 'Minaret'. Dan kebetulan, itulah
benda yang tersisa dari masjid yang
dibangun pada abad ke-7 M ini.
Tinggi menara sekitar 36 meter dan
diameternya 8,7 meter. Di beberapa
bagian, temboknya mengelupas. Beberapa
bagian lainnya ditumbuhi perdu.
Selain menara, di kompleks seluas 3.800
meter persegi tersebut berdiri gapura
peninggalan para dinasti yang di atap
bagian dalam terdapat tulisan dalam
Bahasa Arab, toko alat ibadah, pusat
kegiatan, dan dokumentasi sejarah masjid
tersebut.
Aula tempat ibadah utama berada di
bagian belakang. Sementara menara yang
tersisa itu berada di bagian depan
samping kanan pintu masuk.
Di bagian belakang aula terdapat ruangan
khusus untuk memajang souvernir dari
berbagai negara. Ada Alquran, prasasti,
atau barang lainnya.
Seluruh bangunan berunsur China, seperti
lekukan atap atau ornamen di kayu dan
dinding. Tapi di beberapa bagian terdapat
tulisan dalam Bahasa Arab.
Sekitar masjid merupakan kawasan padat,
didominasi minimarket dan toko
kebutuhan sehari-hari. Tak banyak kaum
Muslim yang lagi tinggal di kawasan
tersebut karena bermigrasi dengan alasan
pekerjaan.
"Jumlahnya (jamaah) hanya 100-an orang.
Itu pun sebagian besar bukan orang asli
China tapi warga negara lain," kata
pengelola Masjid Guangta, Nurdin, yang
memandui detikcom dan perwakilan
kantor berita Xinhua, Senin (20/8/2012).
Nurdin yang asli China itu menambahkan,
kaum Muslim asal Guangzhuo tersebar di
berbagai kota di Provinsi Guandong.
Hingga kini, mereka tetap hidup sebagai
Muslim.
Guangzhuo merupakan Ibukota Provinsi
Guangdong. Posisinya di Selatan China,
lebih dekat ke Hongkong daripada Beijing,
Ibukota China. Meski jauh dari pusat
pemerintahan, Guangzhuo berkembang
pesat. Bangunan menjulang, apartemen,
dan pusat perbelanjaan tumbuh subur.
Di kota yang kini jumlah penduduknya
mencapai 11 juta ini, Islam pertama kali
ditancapkan di China oleh Saad bin Abi
Waqash. Saad datang pada awal masa pemerintahan Dinasti Tang 627-649 M.
Kemudian ia membangun masjid dan
keberlangsungannya dilanjutkan kaum
Muslim dan beberapa dinasti.
Allohu Akbar, Allohu Akbar! Azan dengan
intonasi tanpa cengkok terdengar sekitar
pukul 16.00 waktu setempat, Senin
(20/8/2012). Memang tidak terlalu
kencang, tapi seruan itu cukup meresap
dan membuat sejumlah orang dari ras
China, Afrika, dan Timur Tengah,
berdatangan.
Usai salat, mereka kembali bekerja. Hanya
satu dua yang melanjutkan doa atau
bercengkerama. Di tengah keriuhan kota,
keagungan Ilahi terus dikumandangkan di
China. Tak peduli meski yang tersisa
hanya menara atau bahkan kelak ketika
semua sirna dimakan usia.

Detik.com


Sabtu, 18 Agustus 2012

Arti Kemenangan Idul Fitri dan Kemerdekaan Indonesia

Idul Fitri adalah merupakan hari raya umat Islam yang jatuh pada bulan Syawal,
setelah umat Islam melaksanakan sebulan lamanya menjalankan ibadah puasa Ramadhan, maka sungguh sangat senang
dan bahagia umat Islam di saat datang hari
raya Idul Fitri, karena bagi umat Islam hari
raya Idul Fitri mempunyai makna yang
sangat mendalam dan kehadirannyapun
senantiasa disambut dengan penuh
antusias.
Makna kata Idul Fitri mempunyai dua kata
‘ied dan fitri, ‘Ied artinya hari raya dan fitri
artinya berbuka puasa atau lebaran, yang
secara etimologis Idul Fitri berarti kembali
berbuka setelah kurang lebih satu bulan
umat Islam berpuasa di siang hari dan
kembali seperti biasa makan, minum dan
berhubungan suami istri di siang hari.
Hari raya Idul Fitri dan kemerdekaan
Indonesia mempunyai falsafah yang sama
yaitu simbol kemerdekaan dan hari
kemenangan, Idul Fitri kali ini jatuh
berdekatan dengan hari HUT kemerdekaan
Republik Indonesia ke 67, dimana hari HUT
kemerdekaan RI merupakan hari
Kemenangan bangsa Indonesia, setelah
lamanya bangsa indonseia dijajah oleh
Belanda dan Jepang.
Kita semua sudah mengetahui sejarah
kemerdekaan Indonesia lewat tulisan-
tulisan dan buku-buku, bagaimana
gigihnya pejuang dan pahlawan Indonesia
dalam membebaskan Indonesia dari
tangan penjajah. Bertahun-tahun bangsa
Indonesia mengalami kesusahan,
penindasan dan tirani oleh pihak-pihak
yang berusaha mencengkeram Indonesia
untuk kepentingan kekuasaan, peran
pahlawan dan rakyat Indonesia yang pada
saat itu membara bersatu menyatukan
kekuatan untuk melawan penjajahan,
mereka senantiasa berjuang dengan
mengedepankan nilai-nilai keberanian,
kesabaran, pengorbanan, kompetisi dan
optimistis demi kemerdekaan Indonesia.
Merdeka berarti bebas dari penjajahan,
bebas dari tahanan, bebas dari kekuasaan,
bebas dari intimidasi dan bebas dari
tekanan dari budaya serta nilai-nilai yang
bertentangan dengan diri kita.
Lalu apa kaitanya hari kemerdekaan RI
dengan hari raya Idul Fitri? Idul Fitri
mempunyai arti kemenangan umat Islam
yang merupakan sebagai puncak akhir
setelah pelaksanaan ibadah puasa,
kemenangan disini adalah bentuk dari
kemenangan dalam menggapai kesucian,
layaknya seorang bayi yang baru
dilahirkan, bersih dan tanpa dosa.
Idul Fitri juga merupakan bentuk dari
pengekspresian sebagai ”iduna ahlil
Islam” (hari raya penganut Islam)
sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW
"yaumu aklin wa syurbin wa bahjatin" hari
makan-minum serta bersuka cita, sehingga
diharamkan bagi umat muslim untuk
berpuasa.
Oleh karena itu, Idul Fitri mempunyai
makna hari bersuka cita, gembira dan
senang, maka pada hari besar itu semua
orang harus terbebas dari kesedihan,
kesusahan dan jangan sampai ada orang
yang meminta-minta, ini bagian dari
kewajiban umat muslim yang mampu
untuk membayar zakat, berupa zakat fitrah
dan zakat mal kepada fakir miskin sebagai
bentuk dari berbagi kebahagiaan dari
mereka yang tidak mempunyai apa-apa
agar bisa merasakan suka cita pada hari
tersebut.
Namun, ironisnya Indonesia merdeka
selama 67 tahun, masih banyak kesusahan,
penindasan, korupsi, yang dirasakan rakyat
Indonesia terlihat di depan mata,
kebebasan merajalela, hukum diperjual
belikan, tidak ada keadilan, dan lain
sebagainya yang perlu dibenahi dan
diperbaiki kembali, masih butuh belajar
lebih keras untuk memahami makna
kemerdekaan.
Pada kemerdekaan Indonesia ke 67, kita
berharap kepada semua elemen baik
pemerintah, ulama, maupun rakyat
Indonesia untuk dapat mempertahankan
semua pondasi-pondasi yang telah
ditanamkan oleh para pahlawan, kita
jangan hanya bisa menikmati hasil
perjuangan para pahlawan terdahulu, tapi
bagaimana kita dapat mempertahankan
perjuangan tersebut. Semoga berkah bulan
suci Ramadhan Negara Indonesia yang
kaya dengan sumber daya alam, negeri
gemah ripah loh jinawi, dapat terbebas dari
belenggu-belenggu penjajah, sehingga
tujuan memakmurkan rakyat Indonesia,
tegaknya keadilan, dapat teralisasi. Jangan
bermimpi Negara Indonesia menjadi baik
kalau problematika kebangsaan seperti
kemerosotan moral politik hingga
keterpurukan ekonomi masih belum
terselesaikan. Selamat HUT Indonesia ke
67 th. Merdeka. Wallahu a’lam bisshowab.
* Penulis adalah Mahasiswa

Universitas Al- Quranul Karim dan Ilmu KeIslaman, Sudan



Waktu Pembayaran Zakat

Meskipun zakat merupakan ibadah
tersendiri tetapi zakat fitrah tidak mungkin
dilepaskan hubungan dengan Ramadhan.
selain berhubungan dengan waktu
pelaksanaan juga mengenai fungsi zakat
fitrah sebagai penyempurna puasa. Jika
puasa kita berempati akan kelaparan dan
kehausan, maka zakat fitrah merupakan
langkah nyata kepedulian social.Zakat
fitrah berlaku (diwajibkan) kepada semua
orang baik laki-laki maupun perempuan,
kecil maupun dewasa atau tua. Bahkan
juga bayi yang baru lahir. Zakat fitrah
berlaku bagi setiap pribadi yang
berkesempatan menemui Ramadhan dan
idul fitri. Selagi mempunyai kelebihan dari
yang dibutuhkan dirinya beserta orang
yang ditanggung nafkahnya. Mereka yang
tidak punya sumber pendapatan sendiri
(seperti anak-anak), kewajiban zakatnya
ditunaikan oleh penanggung nafkahnya
(orang tua, kepala keluarga atau system
social yang berlaku di masyarakat).
Sebuah hadits riwayat Bukhari
menyampaikan kesimpulan bahwa besaran
zakat fitrah adalah 1 (satu) sha’ bahan
makanan pokok setempat. Dalam konteks
Indonesia, itu berarti sekitar dua setengah
kilo gram beras perorang. Kewajiban
menunaikan zakat fitrah ini sebenarnya
mulai berlaku setelah masuk waktu idul
fitri (maghrib terakhir Ramadhan), pada
waktu inilah dapat dipastikan seseorang
terkena wajib zakat atau tidak (karena
meninggal menjelang maghrib misalnya).
Namun kita tidak harus menunggu malam
lebaran tiba untuk membayar zakat. Karena
diberikan kepada kita masa ta’jil
(membayar sebelum jatuh tempo) yang
dimulai sejak masuknya bulan Ramadhan.
Jadi, mengenai waktu penunaian zakat
fitrah diserahkan sepenuhnya kepada
individu masing-masing. Apakah akan
menunaikan di hari-hari Ramadhan
ataukah ataukah malam idul fitri? akan
tetapi patut dipertimbangkan bahwa zakat
fitrah disyariatkan dengan maksud utama
agar kaum fakir miskin memiliki cukup
makanan pada hari raya, sebagaimana
himabuan Rasulullah saw:
ﺃﻏﻨﻮﻫﻢ ﻋﻦ ﺍﻟﻄﻮﺍﻑ ﻓﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻴﻮﻡ )ﺭﻭﺍﻩ
ﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻰ (
Berilah mereka kecukupan , hingga mereka
terhindar berkeliling kesana-kemari
(meminta-minta) pada hari ini.
Artinya lebih utama membayarkan zakat
mendekati pelaksanaan hari raya, tepatnya
setelah subuh sebelum shalat idul fitri,
karena hal itu lebih tepat guna.
Pembayaran zakat setelah shalat id hingga
matahari terbenam hukumnya makruh. Jika
diundur lagi setelah maghrib hukukmnya
haram kecuali ada udzur. Hukum makruh
dan haram ini hanya berlaku untuk
tindakan penundaannya saja, kewajiban
zakatnya sendiri tetap ada sampai tunai
dibayarkan.

KH. Sahal Mahfudh (Rois Am PBNU)
Redaktur: Ulil Hadrawy


Kamis, 16 Agustus 2012

Hormat Kepada Bendera Tidak Dilarang Islam

Merah putih, bukan hanya sekadar warna
dari bendera Indonesia. Tetapi memiliki
makna yang tinggi bagi kebanggaan dan
kewibawaan bangsa. Maka wajib
hukumnya untuk dihormati.
”Kalau tidak mau hormat pada Bendera
Merah Putih, silahkan enyah dari
Indonesia,” tegas Ketua Jam’iyyah Ahlith
Thariqah Al Mutabaroh An Nahdliyyah
(JATMAN) Habib Muhammad Luthfiy bin
Ali bin Hasyim bin Yahya saat
menyampaikan mauidlatul khasanah
Brebes Bersholawat di Simpang Empat
Saditan Baru Brebes Ahad malam (29/1).
Fanatisme terhadap Indonesia, lanjutnya,
mutlak dimiliki oleh segenap umat Islam
Indonesia. Jangan hanya janji yang
diucapkan tetapi buktikan, kalau jiwa dan
raga kita rela dikorbankan untuk Indonesia.
”Sangat aneh kalau hormat bendera merah
putih dikatakan musyrik, syirik. Mereka
tidak mengerti makna musyrik dan syirik,
artinya perlu memperdalam lagi belajar
agama,” ujar Habib.
Harusnya, kata Habib, kita malu pada para
pendahulu kita yang telah menegakan
Indonesia. Kemerdekaan Indonesia
bukanlah hasil dari hadiah. Tetapi melalui
perjuangan yang memakan banyak korban.
”Betapa tak terkira jumlahnya syuhada
bangsa yang telah mengorbakan jiwa
raganya demi kemerdekaan Indonesia,”
papar Habib.
Dikala kita sudah merdeka, kita tinggal
mengisinya dengan jalan membangun dan
membangun bangsa sesuai dengan posisi
dan keahlian masing-masing. Kita harus
merenung, bagaimana nasib sebutir nasi
yang kita makan. Tidak serta merta ada,
tetapi banyak tangan-tangan yang terlibat
di dalamnya.
Di awali dengan ahli bibit mengadakan
penelitian untuk menghasilkan bibit
unggul, petani mencangkul, ibu-ibu
memanggul, juragan menawarkan kepada
bakul-bakul, lalu digiling di rice mill
dengan meninggalkan bekatul, barulah
beras di tanak menjadi nasi. ”Sebutir nasi,
perlu beribu-ribu tangan keihlasan untuk
dimakan sebagai sarana menyehatkan
badan kita,” urai Habib.
Sementara, berbicara di pengajian Maulid
Nabi Muhammad SAW di pesantren
Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Habib
mengajak peran serta generasi muda. Baik
dalam peneguhan NKRI maupun
pengembangan intelektual dan moral.
Kita belum sadar, kalau laut yang begitu
luas mengandung sikap dan sifat yang
bersahaja dan tetap teguh pada pendirian,
tak tergoyahkan. Kendati laut di kirimi air
dari berbagai anak sungai tetapi tetap saja terasa asin.
Begitupun dengan ikan, meski hidup di
laut yang berair asin, tetapi tetap saja ikan tidak terasa asin bila di makan, kecuali kalau kita kasihkan garam.

”Peneguhan pendirian mutlak diperlukan, tidak berarti kolot dan mementingkan diri sendiri. Tetapi sebagai tekad mempertahankan prinsip dan ketetapan Allah SWT,” terangnya.

Kerusakan lingkungan dengan
menelantarkan tanaman mangrove (bakau), uakan membuat banjir rob. Padahal, fungsi pohon bakau disamping akan
menstabilkan ekosistem biota pantai juga akan melestarikan kehidupan pantai beserta nelayan.

Habib Lutfi bangga, dengan makin
banyaknya remaja yang menghadiri
pengajian. Sehingga bisa menstabilkan rohaninya dan juga mendapatkan
keberkahan dari aktivitas yang positif.
Dalam pengajian Maulid Nabi yang digelar Jamiyah Ratib Brebes maupun Pesantren Assalafiyah, Bupati Brebes H Agung Widyantoro SH MSi menyampaikan sambutan pentingnya peneguhan hati.

Sebagai warga negara yang baik, dia
mengingatkan kalau pada bulan November 2012 bakal digelar Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes. Untuk itu dia
menghimbau kepada warga masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dengan cerdas. Dikandung maksud, tidak mudah di iming- iming dan jangan takut di amang amang.

Jangan tergiur dengan iming-iming duit 5 ribu perak sampai 50 ribu perak, kalau ternyata menyengsarakan untuk 5 tahun lamanya.

Begitupun, tidak perlu takut dengan
amang-amang. Jangan takut dengan
intimidasi dan teror dalam menentukan pilihan hati nuraninya. ”Aja wedi gedor- gedor lawange kon milih sing dudu pilihane dewek,” tandas Bupati.
Bupati menyarankan, pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan. Dengan modal persatuan, kedamaian, kondusifitas akan menjadi modal pembangunan daerah.

”Mari kita bersatu padu, walau berbeda warna,” ajaknya.

Redaktur : Syaifullah Amin
Kontributor : Wasdiun



Sabtu, 11 Agustus 2012

Inilah Sejarah Perjuangan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’

Riwayat Perjuangan Jam’iyyah
Nahdlatul Ulama’
Oleh: Drs. KH. Achmad Masduqi
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ Lahir
Setelah kaum Wahabi melalui
pemberontakan yang mereka lakukan pada
tahun 1925 berhasil menguasai seluruh
daerah Hejaz, maka mereka mengubah
nama negeri Hejaz dengan nama Saudi
Arabia. Dengan dukungan sepenuhnya dari
raja mereka yang pertama, Ibnu Sa’ud,
mereka mengadakan perombakan-
perombakan secara radikal terhadap tata
cara kehidupan masyarakat. Tata
kehidupan keagamaan, mereka sesuaikan
dengan tata cara yang dianut oleh
golongan Wahabi, yang antara lain adalah
ingin melenyapkan semua batu nisan
kuburan dan meratakannya dengan tanah.
Keadaan tersebut sangat memprihatinkan
bangsa Indonesia yang banyak bermukim
di negeri Hejaz, yang menganut paham
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,dengan
memilih salah satu dari empat madzhab.
Mereka sangat terkekang dan tidak
mempunyai kebebasan lagi dalam
menjalankan ibadah sesuai dengan paham
yang mereka anut. Hal ini dianggap oleh
bangsa Indonesia sebagai suatu persoalan
yang besar.
Persoalan tersebut oleh bangsa Indonesia
tidak dianggap sebagai persoalan nasional
bangsa Arab saja, melainkan dianggap
sebagai persoalan internasional, karena
menyangkut kepentingan ummat Islam di
seluruh dunia. Oleh karena itu, para tokoh
ulama di Jawa Timur menganggap penting
untuk membahas persoalan tersebut.
Dipelopori oleh alm. KH. Abdul Wahab
Hasbullah dan almarhum hadlratus syaikh
KH. Hasyim Asy’ari, diadakanlah
pertemuan di langgar H. Musa Kertopaten
Surabaya. Pada pertemuan tersebut
dilahirkan satu organisasi yang diberi
nama Comite Hejaz, yang anggotanya
terdiri dari para tokoh tua dan para tokoh
muda.
Semula Comite Hejaz bermaksud akan
mengirimkan utusan ke tanah Hejaz untuk
menghadap raja Ibnu Sa’ud. Akan tetapi
oleh karena satu dan lain hal pengiriman
utusan ditangguhkan, dan sebagai
gantinya hanya mengirimkan telegram
kepada raja Ibnu Sa’ud.
Pada tanggal 31 Januari 1926 M. atau 16
Rajab 1345 H, hari Kamis, di lawang Agung
Ampel Surabaya, diadakan pertemuan yang
disponsori oleh Comite Hejaz sebagai
realisasi dari gagasan yang timbul pada
pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan
ini, lahirlah organisasi baru yang diberi
nama “JAM’IYYAH NAHDLATUL ULAMA”
dengan susunan pengurus HB (Hoof
Bestuur) sebagai berikut:
Ra’is Akbar : Hadlratus Syaikh KH.
Hasyim Asy’ari
Wakil Ra’is : KH. Said bin Shalih
Katib Awwal : KH. Abdul Wahab
Hasbullah
Katib Tsani : Mas H. Alwi Abdul Aziz
Kehadiran Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’
dimaksudkan sebagai suatu organisasi
yang dapat mempertahankan ajaran Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah dari segala macam
intervensi (serangan) golongan-golongan
Islam di luar Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di
Indonesia pada khususnya dan di seluruh
dunia pada umumnya; dan bukan hanya
sekedar untuk menghadapi golongan
Wahabi saja sebagaimana Comite Hejaz.
Disamping itu juga dimaksudkan sebaga
organisasi yang mampu memberikan
reaksi terhadap tekanan-tekanan yang
diberikan oleh Pemerintah Penjajah
Belanda kepada ummat Islam di Indonesia.
1926-1929
Setelah Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ lahir
pada tanggal 31 Januari 1926 M, maka
Comite Hejaz dibubarkan. Sedangkan
semua tugas Comite Hejaz yang belum
dilaksanakan, dilimpahkan seluruhnya
kepada Jam’iyyah NU. Alhamdulillah,
meskipun Jam’iyyah NU baru saja lahir,
ternyata telah mampu melaksanakan
tugas-tugas yang berat; baik tugas yang
dilimpahkan oleh Comite Hejaz, maupun
tugas yang diharapkan oleh ummat Islam
kepadanya. Tugas-tugas tersebut antara
lain:
Pada bulan Februari 1926 M. setelah
berhasil menyelenggarakan kongres Al
Islam di Bandung yang dihadiri oleh
tokoh-tokoh organisasi Islam selain NU,
seperti: PSII, Muhammadiyah dan lain-
lainnya. Diantara keputusan kongres
tersebut adalah mengirimkan dua orang
utusan, yaitu: H.Umar Said Tjokroaminoto
dari PSII dan KH. Mas Mansur dari
Muhammadiyah, ke Muktamar Alam Islam
yang diselenggarakan oleh raja Ibnu Saud
(raja Saudi Arabia) di Makkah. Disamping
itu, Jam’iyyah NU juga mengirimkan
utusan yang khusus membawa amanat NU,
yaitu: KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH.
Ahmad Ghonaim Al Misri. Alhamdulillah
kedua utusan ini berhasil dengan baik.
Kedua beliau ini pulang dengan membawa
surat dari raja Sa’ud ke Indonesia
tertanggal 28 Dzul Hijjah 1347 H./ 13 Juni
1928 M., nomor: 2082, yang isinya antara
lain menyatakan bahwa raja Ibnu Sa’ud
menjanjikan akan membuat satu ketetapan
yang menjamin setiap ummat Islam untuk
menjalankan Agama Islam menurut paham
yang dianutnya.
Sesuai dengan yang diharapkan oleh
bangsa Indonesia, maka sejak lahir,
Jam’iyyah NU telah berani memberikan
reaksi secara aktif terhadap rencana
pemerintah Penjajah Belanda mengenai:
1. Ordonansi Perkawinan atau Undang-
Undang Perkawinan, yang isinya
mengkombinasikan hukum-hukum
Islam dengan hukum-hukum yang
dibawa Belanda dari Eropa.
2. Pelimpahan pembagian waris ke
Pengadilan Negeri (Nationale Raad)
dengan menggunakan ketentuan
hukum di luar Islam.
3. Persoalan pajak rodi, yaitu pajak
yang dikenakan kepada warga negara
Indonesia yang bermukim di luar
negeri.
4. Dan lain-lainnya.
Walhasil, meskipun NU tidak pernah
menyatakan sebagai Partai Politik, namun
yang ditangani adalah soal-soal politik.
1929-1942
Pada tanggal 5 September 1929 Jam’iyyah
NU mengajukan Anggaran Dasar (Statuten)
dan Anggaran Rumah Tangga
(Huishoudelijk Reglemen) yang telah
disusun kepada Pemerintah Hindia
Belanda. Dan pada tanggal 6 Februari 1930
mendapat pengesahan dari Pemerintah
Hindia Belanda sebagai organisasi resmi
dengan nama: “PERKUMPULAN
NAHDLATUL ULAMA” untuk jangka waktu
29 tahun terhitung sejak berdiri, yaitu: 31
Januari 1926.
Hoofbestuur (Pengurus Besar) Nahdlatul
Ulama’ juga berusaha membuat lambang
NU dengan jalan meminta kepada para Kyai
untuk melakukan istikharah. Dan ternyata
Almarhum KH. Ridlwan Abdullah, Bubutan
Surabaya berhasil. Dalam mimpi, beliau
melihat gambar lambang itu secara
lengkap seperti lambang yang sekarang;
tanpa mengetahui makna simbol-simbol
yang terdapat dalam lambang tersebut
satu-persatu.
Setelah berdiri secara resmi, Nahdlatul
Ulama’ mendapat sambutan dari seluruh
masyarakat Indonesia yang sebagian besar
berhaluan salah satu dari madzhab empat.
Sehingga dalam waktu yang relatif singkat,
4 sampai 5 bulan, sudah terbentuk 35
cabang. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, yang antara lain:
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ dipimpin
oleh para ulama’ yang menjadi guru dari
para kyai yang tersebar di seluruh
Nusantara, khususnya Hadlratus Syaikh
KH. Hasyim Asy’ari.
Kesadaran ummat Islam Indonesia akan
keperluan organisasi Islam sebagai tempat
menyalurkan aspirasi dan sebagai
kekuatan sosial yang tangguh dalam
menghadapi tantangan dari luar.
Sebagai organisasi sosial yang harus
menangani semua kepentingan
masyarakat, Nahdlatul Ulama’ memandang
sangat perlu untuk membentuk kader-
kader yang terdiri dari generasi muda yang
sanggup melaksanakan keputusan-
keputusan yang telah diambil oleh NU.
Untuk itu, pada tanggal 12 Februari 1938,
atas prakarsa KH. Abdul Wahid Hasyim
selaku konsul Jawa Timur,
diselenggarakan konferensi Daerah Jawa
Timur yang menelorkan keputusan untuk
menyelenggarakan pendidikan formal,
yaitu mendirikan madrasah-madrasah,
disamping sistem pendidikan pondok
pesantren. Madrasah-madrasah yang
didirikan itu terdiri dari dua macam, yaitu:
* Madrasah Umum, yang terdiri dari:
o Madrasah Awwaliyah, dengan masa
belajar 2 tahun.
o Madrasah Ibtidaiyyah, dengan
masa belajar 3 tahun.
o Madrasah Tsanawiyyah, dengan
masa belajar 3 tahun.
o Madrasah Mu’allimin Wustha,
dengan masa belajar 2 tahun.
o Madrasah Mu’allimin ‘Ulya, dengan
masa belajar 3 tahun.
* Madrasah Kejuruan (Ikhtishashiyyah),
yang terdiri dari:
o Madrasah Qudlat (Hukum).
o Madrasah Tijarah (Dagang).
o Madrasah Nijarah (Pertukangan).
o Madrasah Zira’ah (Pertanian).
o Madrasah Fuqara’ (untuk orang-
orang fakir).
o Madrasah Khusus.
Kelahiran Al Majlis Al Islamiy Al A’la (MIAI)
Pada masa penjajahan Belanda, ummat
Islam Indonesia selalu mendapat tekanan-
tekanan dari pemerintah penjajah Belanda,
disamping penghinaan-penghinaan yang
dilakukan oleh golongan di luar Islam
kepada agama Islam, Al Qur’an dan Nabi
Besar Muhammad saw.. Untuk menghadapi
hal tersebut, maka Nahdlatul Ulama’
memandang perlu untuk mempersatukan
seluruh potensi ummat Islam di Indonesia.
Pada tahun 1937 Nahdlatul Ulama’ telah
memelopori persatuan ummat Islam di
seluruh Indonesia dengan membidani
kelahiran dari Al Majlis al Islamiy al A’la
Indonesia (MIAI), dengan susunan dewan
sebagai berikut:
Ketua Dewan : KH. Abdul Wahid Hasyim,
dari NU
Wakil Ketua Dewan : W. Wondoamiseno,
dari PSII
Sekretaris (ketua) : H. Fakih Usman, dari
Muhammadiyah
Penulis : S.A. Bahresy, dari PAI
Bendahara : 1. S. Umar Hubeis, dari Al
Irsyad
2. K.H. Mas Mansur, dari Muhammadiyah
3. Dr. Sukiman, dari PII
Adapun tujuan perjuangan yang akan
dicapai oleh MIAI antara lain sebagai
berikut:
Menggabungkan segala perhimpunan
ummat Islam Indonesia untuk bekerja
bersama-sama.
Berusaha mengadakan perdamaian
apabila timbul pertikaian di antara
golongan ummat Islam Indonesia, baik
yang telah tergabung dalam MIAI maupun
belum.
Merapatkan hubungan antara ummat
Islam Indonesia dengan ummat Islam di
luar negeri.
Berdaya upaya untuk keselamatan
agama Islam dan ummatnya.
Membangun Konggres Muslimin
Indonesia (KMI) sesuai dengan pasal 1
Anggaran Dasar MIAI.
1942-1952 ; Kelahiran Majlis Syura
Muslimin Indonesia (MASYUMI)
Pada masa penjajahan Jepang, MIAI masih
diberi hak hidup oleh Pemerintah Penjajah
Jepang. Malah suara MIAI tetap diijinkan
untuk terbit selama isinya mengenai hal-
hal berikut:
1. Menyadarkan rakyat atas keimanan
yang sebenar-benarnya dan
berusaha dengan sekuat tenaga bagi
kemakmuran bersama.
2. Penerangan-penerangan dan tafsir Al
Qur’an.
3. Khutbah-khutbah dan pidato-pidato
keagamaan yang penting dari para
ulama’ atau kyai yang terkenal.
4. Memberi keterangan kepada rakyat,
bagaimana daya upaya Dai Nippon
yang sesungguhnya untuk
membangunkan Asia Timur Raya.
5. Memperkenalkan kebudayaan Dai
Nippon dengan jalan berangsur-
angsur.
Akan tetapi setelah Letnan Jendral Okazaki
selaku Gunseikan pada tanggal 7
Desember 1942 berpidato di hadapan para
ulama’ dari seluruh Indonesia yang
dipanggil ke istana Gambir Jakarta, yang
isinya antara lain: Akan memberikan
kedudukan yang baik kepada pemuda-
pemuda yang telah dididik secara agama,
tanpa membeda-bedakan dengan
golongan lain asal saja memiliki kecakapan
yang cukup dengan jabatan yang akan
dipegangnya, maka sekali lagi Nahdlatul
Ulama’ tampil ke depan untuk memelopori
kalahiran dari Majlis Syura Muslimin
Indonesia (MASYUMI) sebagai organisasi
yang dianggap mampu membereskan
segala macam persoalan kemasyarakatan;
baik yang bersifat sosial maupun yang
bersifat politik, agar keinginan untuk
menuju Indonesia Merdeka, bebas dari
segala macam penjajahan segera dapat
dilaksanakan. Dan setelah Masyumi lahir,
maka MIAI pun dibubarkan.
Pembentukan laskar rakyat
Pemerintah Penjajah Jepang memang
mempunyai taktik yang lain dengan
Penjajah Belanda terhadap para ulama’ di
Indonesia. Dari informasi yang diberikan
oleh para senior yang dikirim oleh
pemerintah Jepang ke Indonesia jauh
sebelum masuk ke Indonesia (mereka
menyamar sebagai pedagang kelontong
dan lain sebagainya yang keluar masuk
kampung), penjajah Jepang telah
mengetahui bahwa bangsa Indonesia yang
mayoritas beragama Islam serta menganut
paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,
semuanya ta’at, patuh dan tunduk kepada
komando yang diberikan oleh para ulama’.
Oleh karena itu, penjajah Jepang ingin
merangkul para ulama’ untuk memukul
bangsa Indonesia sendiri. Itulah sebabnya,
maka dengan berbagai macam dalih dan
alasan, penjajah Jepang meminta kepada
para ulama’ agar memerintahkan kepada
para pemuda untuk memasuki dinas
militer, seperti Peta, Heiho dan lain
sebagainya.
Sedang Nahdlatul Ulama’ sendiri
mempunyai maksud lain, yaitu bahwa
untuk mencapai kemerdekaan Indonesia
dan mempertahankan kemerdekaan, mutlak
diperlukan pemuda-pemuda yang terampil
mempergunakan senjata dan berperang.
Untuk itu Nahdlatul Ulama’ berusaha
memasukkan pemuda-pemuda Ansor
dalam dinas Peta dan Hisbullah.
Sedangkan untuk kalangan kaum tua,
Nahdlatul Ulama’ tidak melupakan untuk
membentuk Barisan Sabilillah dengan KH.
Masykur sebagai panglimanya; meskipun
sebenarnya selama penjajahan Jepang NU
telah dibubarkan. Jadi peran aktif NU
selama penjajahan Jepang adalah
menggunakan wadah MIAI dan kemudian
MASYUMI.
Masyumi menjelma sebagai Partai Politik
Setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia, Nahdlatul Ulama’ yang
dibubarkan oleh penjajah Jepang bangkit
kembali dan mengajak kepada seluruh
ummat Islam Indonesia untuk membela
dan mempertahankan tanah air yang baru
saja merdeka dari serangan kaum penjajah
yang ingin merebut kembali dan merampas
kemerdekaan Indonesia.
Rais Akbar dari Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama’, Hadlratus Syaikh KH. Hasyim
Asy’ari, mengeluarkana fatwa bahwa
mempertahankan dan membela
kemerdekaan Indonesia adalah wajib
hukumnya.
Seruan dan ajakan NU serta fatwa dari Rais
Akbar ini mendapat tanggapan yang positif
dari ummat Islam; dan bahkan berhasil
menyentuh hati nurani arek-arek Surabaya,
sehingga mereka tidak mau ketinggalan
untuk memberikan andil yang tidak kecil
artinya dalam peristiwa 10 November ’45
Pengurus Besar NU hampir sebulan
lamanya mencari jalan keluar untuk
menanggulangi bahaya yang mengancam
dari fihak penjajah yang akan
menyengkeramkan kembali kuku-kuku
penjajahannya di Indonesia.
Kelambanan NU dalam hal tersebut
disebabkan karena pada masa penjajahan
Jepang NU hanya membatasi diri dalam
pekerjaan-pekerjaan yang bersifat
agamis,sedang hal-hal yang menyangkut
perjuangan kemerdekaan atau berkaitan
dengan urusan pemerintahan selalu
disalurkan dengan nama Masyumi.
Atas prakarsa Masyumi, di bawah
pimpinan KH. Abdul Wahid Hasyim, maka
Masyumi yang pada masa penjajahan
Jepang merupakan federasi dari
organisasi-organisasi Islam, mengadakan
konggresnya di Yogyakarta pada tanggal 7
November 1945. Pada konggres tersebut
telah disetujui dengan suara bulat untuk
meningkatkan Masyumi dari Badan
Federasi menjadi satu-satunya Partai
Politik Islam di Indonesia dengan
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ sebagai tulang
punggungnya. Adapun susunan Dewan
Pimpinan Partai Masyumi secara lengkap
adalah sebagai berikut:
Majlis Syura (Dewan Partai)
Ketua Umum : Hadlratus Syaikh KH.
Hasyim Asy’ari
Ketua Muda I : Ki Bagus Hadikusuma
Ketua Muda II : KH. Abdul Wahid Hasyim
Ketua Muda III : Mr. Kasman Singodimejo
Anggota : 1. RHM. Adnan.
2. H. Agus Salim.
3. KH. Abdul Wahab Hasbullah.
4. KH. Abdul Halim.
5. KH. Sanusi.
6. Syekh Jamil Jambek
Pengurus Besar
Ketua : Dr. Sukirman
Ketua Muda I : Abi Kusno Tjokrosuyono
Ketua Muda II : Wali Al Fatah
Sekretaris I : Harsono Tjokreoaminoto
Sekretaris II : Prawoto Mangkusasmito
Bendahara : Mr. R.A. Kasmat
Nahdlatul Ulama Memisahkan Diri Dari
Masyumi
Perpecahan yang terjadi dalam tubuh Partai
Masyumi benar-benar di luar keinginan
Nahdlatul Ulama’. Sebab Nahdlatul Ulama’
selalu menyadari betapa pentingnya arti
persatuan ummat Islam untuk mencapai
cita-citanya. Itulah yang mendorong
Nahdlatul Ulama’ yang dimotori oleh
KH.Abdul Wahid Hasyim untuk mendirikan
MIAI, MASYUMI, dan akhirnya
mengorbitkannya menjadi Partai Politik.
Bahkan Nahdlatul Ulama’ adalah modal
pokok bagi existensi Masyumi, telah
dibuktikan oleh Nahdlatul Ulama’ pada
konggresnya di Purwokerto yang
memerintahkan semua warga NU untuk
beramai-ramai menjadi anggauta Masyumi.
Bahkan pemuda-pemuda Islam yang
tergabung dalam Ansor Nahdlatul Ulama’
juga diperintahkan untuk terjun secara
aktif dalam GPII (Gabungan Pemuda Islam
Indonesia).
Akan tetapi apa yang hendak dikata,
beberapa oknum dalam Partai Masyumi
berusaha dengan sekuat tenaga untuk
menendang NU keluar dari Masyumi.
Mereka beranggapan bahwa Majlis Syura
yang mempunyai kekuasaan tertinggi
dalam Masyumi sangat menyulitkan gerak
langkah mereka dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan yang bersifat politis.
Apalagi segala sesuatu persoalan harus
diketahui / disetujui oleh Majlis Syura,
mereka rasakan sangat menghambat
kecepatan untuk bertindak. Dan mereka
tidak mempunyai kebebasan untuk
menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuan politik. Akhirnya ketegangan
hubungan antara ulama’/kyai dengan
golongan intelek yang dianggap sebagai
para petualang yang berkedok agama
semakin parah. Karena keadaan semacam
itu, maka para pemimpin PSII sudah tidak
dapat menahan diri lagi. Mereka
mengundurkan diri dari Masyumi dan aktif
kembali pada organisasinya; sampai
kemudian PSII menjadi partai.
Pengunduran diri PSII tersebut oleh
pemimpin-pemimpin Masyumi masih
dianggap biasa saja. Bahkan pada
muktamar Partai Masyumi ke-IV di
Yogyakarta yang berlangsung pada
tanggal 15 – 19 Desember 1949, telah
diputuskan perubahan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga. Majlis Syura
yang semula menjadi dewan yang tertinggi
diubah menjadi Penasihat yang tidak
mempunyai hak veto; dan nasihatnya
sendiri tidak harus dilaksanakan.
Sikap Masyumi yang telah merendahkan
derajat para ulama’ tersebut dapat ditolelir
oleh warga Nahdlatul Ulama’. Namun PBNU
masih berusaha keras untuk
memperhatikan persatuan ummat Islam.
Nahdlatul Ulama’ meminta kepada
pimpinan-pimpinan Masyumi agar
organisasi ini dikembalikan menjadi
Federasi Organisasi-Organisasi Islam,
sehingga tidak menyampuri urusan rumah
tangga dari masing-masing organisasi
yang bergabung di dalamnya. Namun
permintaan ini tidak digubris, sehingga
memaksa Nahdlatul Ulama’ untuk
mengambil keputusan pada muktamar NU
di Palembang, tanggal: 28 April s/d 1 Mei
1952 untuk keluar dari Masyumi, berdiri
sendiri dan menjadi Partai.
Nahdlatul Ulama’ membentuk Liga
Muslimin
Setelah Nahdlatul Ulama’ keluar dari
Masyumi, Jam’iyyah NU yang sudah
menjadi Partai Politik ternyata masih
gandrung pada persatuan ummat Islam
Indonesia. Untuk itu Nahdlatul Ulama’
mengadakan kontak dengan PSII dan
PERTI membentuk sebuah badan yang
berbentuk federasi dengan tujuan untuk
membentuk masyarakat Islamiyah yang
sesuai dengan hukum-hukum Allah dan
sunnah Rasulullah saw. Gagasan NU ini
mendapat tanggapan yang positif dari PSII
dan PERTI, sehingga pada tanggal 30
Agustus 1952 diakan pertemuan yang
mengambil tempat di gedung Parlemen RI
di Jakarta, lahirlah Liga Muslimin Indonesia
yang anggautanya terdiri dari Nahdlatul
Ulama’, PSII, PERTI dan Darud Dakwah Wal
Irsyad.
Dekade 1965
Selama Nahdlatul Ulama’ menjadi Partai
Islam, dalam gerak langkah nya mengalami
pasang naik dan juga ada surutnya. Saat
kabut hitam melingkupi awan putih wilayah
nusantara pada tanggal 30 September
1965, kepeloporan Nahdlatul Ulama’
muncul dan mampu mengimbangi
kekuatan anti Tuhan yang menamakan
dirinya PKI (Partai Komunis Indonesia).
Sikap Nahdlatul Ulama’ pada saat itu betul-
betul sempat membuat kejutan pada
organisasi-organisasi selain NU.
Keberhasilan Nahdlatul Ulama’ dalam
menumbangkan PKI dapat diakui oleh
semua fihak. Dan hal ini menambah
kepercayaan Pemerintah terhadap
Nahdlatul Ulama’. Nahdlatul Ulama’
sebagai Partai Politik sudah membuat
kagum dan dikenal serta disegani oleh
setiap orang di kawasan Indonesia, bahkan
oleh dunia internasional. Apalagi mampu
menumbangkan dan menumpas
pemberontakan Partai Komunis yang
belum pernah dapat ditumpas oleh negara
yang manapun di seluruh dunia. Sehingga
dengan demikian, Nahdlatul Ulama’
dihadapkan kepada permasalahan-
permasalahan yang sangat komplek
dengan berbagai tetek-bengeknya. Namun
Nahdlatul Ulama’ sendiri dalam hal rencana
perjuangannya yang terperinci, mengalami
pembauran kepentingan partai dengan
kepentingan pribadi dari para
pimpinannya. Oleh sebab itu, pada sekitar
tahun 1967, Nahdlatul Ulama’ yang sudah
berada di puncak mulai menurun. Hal ini
disebabkan antara lain oleh pergeseran
tata-nilai, munculnya tokoh-tokoh baru,
ketiadaan generasi penerus dan lain
sebagainya.
Pergeseran tata-nilai ini terjadi di saat
Nahdlatul Ulama’ menghadapi Pemilihan
Umum tahun 1955. Nahdlatul Ulama’ harus
mempunyai anggauta secara realita,
terdaftar dan bertanda anggauta secara
pasti. Demi pengumpulan suara, maka
apa-apa yang menjadi tujuan Nahdlatul
Ulama’, kini dijadikan nomor dua. Partai
Nahdlatul Ulama’ membutuhkan anggauta
sebanyak-banyaknya, sekalipun mereka
bukan penganut aliran Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah. Akibat dari pergeseran nilai inilah
yang membuat kabur antara tujuan, alat
dan sarana. Sebagai Partai Politik yang
militan, Nahdaltul Ulama’ harus berusaha
agar dapat merebut kursi Dewan Perwakilan
Rakyat sebanyak mungkin; demikian pula
halnya jabatan-jabatan sebagai menteri.
Hal itu dimaksudkan sebagai alat untuk
dapat melaksanakan program dalam
mencapai tujuan partai. Akan tetapi karena
pengaruh lingkungan dan juga karena
pergeseran nilai, maka jabatan-jabatan
yang semula dimaksudkan sebagai alat
yang harus dicapai dan dimiliki, kemudian
berubah menjadi tujuan. Dan hal ini sangat
berpengaruh bagi kemajuan dan
kemunduran partai dalam mencapai tujuan.
Pada sekitar tahun 1967/1968, Nahdlatul
Ulama’ mencapai puncak keberhasilan.
Akan tetapi sayang sekali, justeru pada
saat itu ciri khas Nahdlatul Ulama telah
menjadi kabur. Pondok Pesantren yang
semula menjadi benteng terakhir Nahdlatul
Ulama’ sudah mulai terkena erosi, sebagai
akibat perhatian Nahdlatul Ulama’ yang
terlalu dicurahkan dalam masalah-masalah
politik.
Penyederhanaan Partai-Partai
Pada pemilu tahun 1971, Nahdlatul Ulama’
keluar sebagai pemenang nomor dua. Hal
tersebut membawa anggapan baru bagi
masyarakat umum bahwa sebenarnya
kepengurusan Nahdlatul Ulama’ adalah
sebagai hal yang luar biasa; sementara di
pihak lain terdapat dua partai yang tidak
mendapatkan kursi sama sekali, yaitu
Partai MURBA dan IPKI, yang berarti
aspirasi politiknya terwakili oleh kelompok
lain. Dari sinilah timbul gagasan untuk
menyederhanakan partai-partai politik.
Kehendak menyederhanakan partai-partai
politik tersebut, datangnya memang bukan
dari Nahdlatul Ulama’. Akan tetapi
Nahdlatul Ulama’ menyambut dengan
gembira. Dan dalam penyederhanaan
tersebut Nahdlatul Ulama’ tidak
membentuk federasi, akan tetapi
melakukan fusi. Namun demikian, ganjalan
pun terjadi, karena memang masing-
masing pihak yang berfusi mempunyai
tata-nilai sendiri-sendiri.
Bagaimanakah kenyataannya?
Kehidupan politik yang ditentukan oleh
golongan elit telah menyeret para
pemimpin dan tokoh-tokoh Jam’iyyah
Nahdlatul Ulama’ ke dalam kehidupan elit.
Padahal kehidupan elit semacam ini tidak
terdapat dalam tubuh Nahdlatul Ulama’.
Sehingga kehidupan elit ini sebagai barang
baru yang berkembang biak dan hidup
subur di kalangan Nahdlatul Ulama’. Maka
timbullah pola pemikiran baru yang
mengarah kepada kehidupan individualis,
agar tidak tergeser dari rel yang menuju
kepada kehidupan elit. Dari fusi inilah
rupa-rupanya yang membuat parah kondisi
yang asli dari Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’
sejak mula pertama didirikan sebagai
jam’iyyah.
Nahdlatul Ulama’ Kembali Kepada Khittah
An Nahdliyah
Selama Nahdlatul Ulama’ berfusi dalam
tubuh Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), tata-nilai semakin berjurang lebar;
sementara dalam tubuh Nahdlatul Ulama’
sendiri terdapat banyak ketimpangan dan
kesimpang-siuran. Dalam kurun waktu
yang lama, secara tidak disadari, Nahdlatul
Ulama’ telah menjadi kurang peka dalam
menanggapi dan mengantisipasi
perkembangan keadaan, khususnya yang
menyangkuat kepentingan ummat dan
bangsa. Salah satu sebabnya adalah
ketelibatan Nahdlatul Ulama’ secara
berlebihan dalam kegiatan politik praktis;
yang pada gilirannya telah menjadikan
Nahdlatul Ulama’ tidak lagi berjalan sesuai
dengan maksud kelahirannya, sebagai
jam’iyyah yang ingin berkhidmat secara
nyata kepada agama, bangsa dan negara.
Bahkan hal tersebut telah mengaburkan
hakekat Nahdlatul Ulama’ sebagai gerakan
yang dilakukan oleh para ulama’. Tidak
hanya sekedar itu saja yang sangat
menyulitkan Nahdlatul Ulama’ dalam
kancah politik selama berfusi dalam PPP;
akan tetapi silang pendapat di kalangan NU
sendiri semakin tajam, sehingga sempat
bermunculan berbagai hepothesa tentang
bagaimana dan siapa sebenarnya
Nahdlatul Ulama’.
Dari kejadian demi kejadian dan bertolak
dari keadaan tersebut, maka sangat
dirasakan agar Nahdlatul Ulama’
secepatnya mengembalikan citranya yang
sesuai dengan khittah Nahdlatul Ulama’
tahun 1926. Hal ini berarti bahwa Nahdlatul
Ulama’ harus melepaskan diri dari kegiatan
politik praktis secara formal, seperti yang
telah diputuskan dalam Musyawarah Alim
Ulama’ Nahdlatul Ulama’ (Munas NU) di
Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah
Sukorejo Situbondo Jawa Timur tahun
1982.
sumber :
pesantren.or.id.29.masterwebnet.com



Kamis, 09 Agustus 2012

Pesan Makrifat Nabi Khidir Kepada Nabi Musa

Oleh :  Santri Ndeso

Pesan Makrifat Nabi Khidir Kepada Nabi Musa

Pesan Makrifat Nabi Khidir ketika berpisah dengan Nabi Musa, dia (Musa) berkata,

“Berilah aku wasiat”. Jawab Nabi Khidir :

Wahai Musa, jadilah kamu orang yang
berguna bagi orang lain, Janganlah sekali- kali kamu menjadi orang yang hanya menimbulkan kecemasan diantara mereka sehingga kamu dibenci mereka.

Jadilah kamu orang yang senantiasa menampakkan wajah ceria dan janganlah sampai
mengerutkan dahimu kepada mereka.
Janganlah kamu keras kepala atau bekerja tanpa tujuan. Apabila kamu mencela seseorang hanya karena kekeliruannya saja,
kemudian tangisi dosa-dosamu, wahai Ibnu
Imron! (Al Bidayah Wan Nihayah juz I hal. 329 dan Ihya’ Ulumuddin juz IV hal. 56).

1. “Wahai Musa”, jadilah kamu seorang yang berguna bagi orang lain.
Sebaik-baiknya manusia yang berguna bagi orang lain karena keberadaannya sangat
dibutuhkan dan andaikata dia pergi, mereka merasa kehilangan sehingga yang akan
dijadikan panutan tidak ada, dan sebagai
penggantinya yang setaraf pun tidak ada.
2. Janganlah sekali-kali kamu menjadi
orang yang hanya menimbulkan kecemasan
diantara mereka sehingga kamu dibenci
mereka. Kerukunan dan ketentraman
lingkungan didambakan disetiap warga. Dan
apabila ada seseorang yang membuat resah
masyarakat yang menimbulkan kecemasan
mereka, kepergiannya tidak akan dinantikan
kedatangannya lagi. Dengan kepergiannya,
masyarakat merasa tentram, keberadaannya
disetiap yang ditempati selalu dibenci dan
bahkan diusir.
3. Jadilah kamu orang yang senantiasa
menampakkan wajah ceria dan janganlah
sampai mengerutkan dahimu kepada
mereka. Muka cemberut dan kusam
menunjukkan wajah atau hati sedih dan
kurang senang pada keadaan. Terimalah
apa adanya dengan senang hati, jalani saja
kehidupan ini dengan ketabahan dan sabar,
walaupun pahit dirasa. Kejadian apapun
yang kita alami, pasti Allah akan
memberikan hikmah dan pelajaran
dibaliknya. Dengan demikian kesedihan pun
sirna dengan sendirinya, dan wajah
kelihatan berseri-seri tampaklah muka ceria.
4. Janganlah kamu keras kepala, atau
bekerja tanpa tujuan. Keras kepala adalah
sifat yang harus disingkirkan jauh-jauh,
karena bisa mengalahkan sifat-sifat baik
lainnya, kalau sifat keras kepala masih
mendominasi pada diri yang akibatnya
dapat merugikan diri sendiri bekerja pun tak
terarah dan sia-sia.
5. Apabila kamu mencela seseorang, hanya
karena kekeliruannya saja. Kemudian tangisi
dosa-dosamu.
Menyalahkan orang lain atau mencela tidak
diperbolehkan oleh Nabi Khidir karena beliau
berlandaskan firman Allah dalam surat Al
Insyiqaq ayat 19 : “Sesungguhnya kamu
melalui tingkat demi tingkat (dalam
kejadiannya)”.
Manusia diciptakan oleh Allah tingkat demi
tingkat, salah satunya tingkat pemahaman
belum berubah atau berbeda sebab yang
dicela tingkat pemahamannya dibawah yang
mencela, logislah yang mencela atau
menyalahkan tidak dibenarkan. Orang kelas
3 kok disalahkan oleh orang kelas 5.
Seharusnya kelas 5 yang mengalah, dan harus tahu bahwa perbuatan itu kurang
benar, segeralah mohon ampun kepada
Allah dan jangan diulangi lagi.

Pesan ke Dua.
Diriwayatkan bahwa setelah Khidir akan
meninggalkan Nabi Musa, dia (Khidir)
berpesan kepadanya : Wahai Musa,
pelajarilah ilmu-ilmu kebenaran agar kamu
dapat mengerti apa yang belum kamu
fahami, tetapi janganlah sampai kamu
jadikan ilmu-ilmu hanya sebagai bahan
omongan. (Riwayat Ibnu Abi Hatim dan Ibnu
Asakir).
Faham sesuatu ilmu bukan untuk modal
berdebat, menonjolkan sesuatu faham yang
berseberangan dan faham yang baru selesai
dipelajarinya itu adalah yang paling benar
sehingga bangga atas golongannya itu dan
mengajak adu argument bahwa dialah yang
paling benar sendiri, ini tidak dibenarkan
sebab berdebat itu tidak diperbolehkan
sebagaimana surat Al Baqarah ayat 139 :
“Katakanlah, apakah kamu memperdebatkan
dengan kami tentang Allah, padahal Dia
adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi
kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu
dan hanya kepada Nya kami mengikhlaskan
hati”.
Berseberangan faham yang sudah diyakini
tidaklah perlu diusik satu sama lain karena
masing-masing sudah kokoh dalam
keyakinannya hanya saja ajakan orang-
orang yang masih ngambang atau yang
belum iman.

Pesan ke tiga.
1. Wahai Musa, sesungguhnya orang yang
selalu memberi nasehat itu tidak pernah
merasa jemu seperti kejemuan orang-orang
yang mendengarkan.
Memberi nasehat kepada orang lain
janganlah mengharapkan sesuatu imbalan
apapun kecuali ridha Allah dan tugas
menyampaikan. Tugas menyampaikan dan
mensyiarkan agama Allah adalah tugas
setiap umat muslim, firman Allah dalam
surat Al Hajj ayat 32 mengatakan :
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang
siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka
sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan
hati”.
Dan kita sendiri jangan merasa bosan-
bosan untuk menengarkan para penceramah
itu termasuk tholabul ilmi yang diwajibkan
pada setiap muslim, walaupun ilmunya
banyak.
2. Maka janganlah kamu berlama-lama
dalam menasehati kaummu.
Berilah nasehat singkat, padat, berisi dan
yang penting tidak membosankan.
3. Dan ketahuilah bahwa hatimu itu ibarat
sebuah bejana yang harus kamu rawat dan
pelihara dari hal-hal yang bisa
memecahkannya.
Iman didalam hati belum tentu sudah kokoh
tanpa djaga dan dirawat dan dipelihara
karena lapisan luar hati masih dipenuhi oleh
hawa nafsu yang selalu mengajak ke arah
perbuatan yang kurang baik. Maka dari itu
waspadalah dalam menjaga hati jangan
sampai hati terpengaruh dari hasutan
syaitan yang cara penyusupan
penyerangannya lewat hawa nafsu. Begitu
hati sudah terkena pengaruh hawa nafsu
pecahlah hati ini. Dan hati-hatilah dalam
menjaganya.
4. Kurangilah usaha-usaha duniawimu dan
buanglah jauh-jauh dibelakangmu, karena
dunia ini bukanlah alam yang akan kamu
tempati selamanya.
Dunia yang kita tempati ini tidaklah
selamanya kita tempati dan setelah selesai
hidup kitapun pindah di alam lain, maka
kumpulkan amal kebajikan untuk modal
menuai di akhirat nanti. Jangan buang-
buang tempo, tanamlah amalmu untuk
menggapai kebahagiaan di alam akhirat,
apabila tidak ditanami amal kebajikan apa
yang diambil disana kita akan rugi di dunia
dan di akhirat. Waktu kita di dunia hanya
sebentar, tidaklah lama sebagaimana
keterangan surat An Naziyat ayat 46 :
“Pada hari mereka melihat hari kebangkitan
itu, mereka merasa seakan-akan tidak
tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja)
diwaktu sore atau di pagi hari”.
5. Kamu diciptakan adalah untuk mencari
tabungan pahala-pahala akhirat nanti.
Semua makhluk yang bernama manusia
beramar ma’ruf nahi munkar. Mengerjakan
amal yang baik untuk bekal di akhirat serta
mencegah hal yang munkar untuk diri
sendiri dan dilanjutkan kepada orang lain
yang menjalani hal yang munkar yang
dilarang.


Rabu, 08 Agustus 2012

Bigrafi singkat Syaikhona Kholil Bangkalan

Bigrafi singkat Syaikhona Kholil Bangkalan  Kiai Kholil lahir pada hari Selasa, 11 Jumadil Akhir 1235 H di Bangkalan Madura. Ayahnya
bernama Abdul Latif bin Kiai Harun bin Kiai Muharram bin Kiai Asrol Karomah bin Kiai
Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid
Sulaiman ialah cucu Sunan Gunung Jati.
Oleh karena itu beliau sangat mengharap
dan mohon kepada Allah SWT agar anaknya
menjadi pemimpin umat serta
mendambakan anaknya mengikuti jejak
Sunan Gunung Jati.
Setelah tahun 1850 Kiai Kholil muda berguru
kepada Kiai Muhammad Nur di Pesantren
Langitan Tuban, kemudian untuk menambah
ilmu dan pengalaman beliau nyantri di
Pesantren Cangaan Bangil, Pasuruan. Dari
sini pindah lagi ke Pesantren Keboncandi
Pasuruan. Selama di Keboncandi beliau juga
berguru kepada Kiai Nur Hasan di Sidogiri,
Pasuruan. Selama di Keboncandi, beliau
mencukupi kebutuhan hidup dan belajarnya
sendiri dengan menjadi buruh batik, agar
tidak merepotkan orang tuanya, meskipun
ayahnya cukup mampu membiayainya.
Kemandirian Kiai Kholil nampak ketika beliau
berkeinginan belajar ke Makkah, beliau tidak
menyatakan niatnya kepada orang tuanya
apalagi minta biaya, tetapi beliau
memutuskan belajar di sebuah pesantren di
Banyuwangi. Selama nyantri di Banyuwangi
ini belaiau juga menjadi buruh pemetik
kelapa pada gurunya, dengan diberi upah
2,5 sen setiap pohon, upah ini selalu
ditabung.
Tahun 1859 ketika berusia 24 tahun Kiai
Kholil memutuskan untuk berangkat ke Makkah dengan biaya tabungannya, tetapi
sebelum berangkat oleh orang tuanya Kiai
Kholil dinikahkan dengan Nyai Asyik. Di Makkah beliau belajar pada syekh dari berbagai madzhab di Masjidil Haram, tetapi
beliau lebih banyak mengaji kepada syekh
yang bermadzhab Syafi'i.
Sepulang dari Tanah Suci, Kiai Kholil dikenal
sebagai ahli fiqih dan thoriqot yang hebat,
bahkan ia dapat memadukan kedua ilmu itu
dengan serasi dan beliau juga hafidz (hafal
Al-Quran 30 juz). Kiai Kholil kemudian
mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan.
Setelah puterinya yang bernama Siti
Khotimah dinikahkan dengan keponakannya
sendiri Kiai Muntaha, pesantren di Desa
Cengkebuan itu diserahkan kepada
menantunya. Sedangkan Kiai Kholil sendiri
mendirikan pesantren di Desa Kademangan,
hampir di pusat kota sekitar 200 m sebelah
barat alun-alun Kota Bangkalan. Di
pesantren yang baru ini beliau cepat
memperoleh santri. Santri yang pertama dari
Jawa tercatat nama Hasyim Asy’ari dari Jombang.

Pada tahun 1924 di Surabaya ada sebuah kelompok diskusi yang bernama Tashwirul Afkar yang didirikan oleh seorang kiai muda Abduk Wahab Hasbullah. Dalam perkembangannya, ketika Kiai Wahab
Hasbullah beserta Kiai Hasyim Asy’ari
bermaksud mendirikan jam’iyah, Kiai Kholil memberikan restu dengan cara memberikan tongkat dan tasbih melalui Kiai As’ad
kepada Kiai Hasyim Asy’ari.
Pada tanggal 29 Romadlon 1343 H dalam usia 91 tahun, karena usia lanjut belaiu wafat. Hampir semua pesantren di Indonesia yang ada sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren Kiai Kholil.

Sumber: Pendidikan
Aswaja & Ke-NU-an

untuk SMP/MTs. PW LP Ma’arif Jawa Timur.


Muslim di china ( uighur ) disuruh tidak melaksanakan ibadah puasa

Bahkan, agar warga muslim Uighur tidak melaksanakan ibadah puasa, pemerintah mendesak pemimpin partai di provinsi
tersebut untuk memberikan hadiah berupa makanan kepada para kepala desa. Upaya ini dilakukan agar warga muslim Uighur
tetap makan seperti biasa selama bulan Ramadhan.

Menyedihkan. Bulan
Ramadhan adalah bulan yang penuh keutamaan bagi umat Islam. Di seluruh belahan dunia, semua
umat Islam wajib menjalankan ibadah
puasa. Sayangnya, di Negeri Tirai Bambu, Cina, dengan dalih untuk menjaga stabilitas sosial, pemerintah melarang setiap umat muslim di Provinsi Xinjiang untuk beribadah puasa. Pemerintah
“meminta” kepada semua anggota Partai Komunis di wilayah tersebut untuk
menghalangi setiap muslim yang ingin menjalankan ibadah puasa.
Hindustan Times, Kamis 2 Agustus 2012, memberitakan, larangan ini resmi dituliskan di situs-situs yang dikelola oleh
pemerintah. Para pejabat pemerintah di
Xinjiang, yang juga anggota Partai
Komunis, menghalangi etnis muslim
Uighur yang berpuasa datang ke masjid
untuk beribadah.
Bahkan, agar warga muslim Uighur tidak melaksanakan ibadah puasa, pemerintah
mendesak pemimpin partai di provinsi
tersebut untuk memberikan hadiah berupa
makanan kepada para kepala desa. Upaya ini dilakukan agar warga muslim Uighur
tetap makan seperti biasa selama bulan Ramadhan.

"Komite Partai Komunis telah
mengeluarkan kebijakan yang
komprehensif untuk menjaga stabilitas sosial selama Ramadan. Dilarang bagi kader Partai Komunis, pegawai pemerintah
(termasuk yang sudah pensiun), dan
siswa, untuk berpartisipasi dalam aktivitas religi selama Ramadan," tulis situs milik pemerintah kota Zonglang di Distrik Kashgar Xinjiang.

Tak hanya di Xinjiang, sebuah provinsi
yang terletak di Barat Laut Cina yang
merupakan tempat bagi 9.000.000 orang muslim beretnis Uighur, di kota Wensu, perintah larangan serupa juga disampaikan
oleh biro pendidikan di daerah itu. Dalam situs mereka, sekolah-sekolah diminta untuk menjalankan perintah, dan memastikan agar murid-murid mereka yang beragama Islam tidak berpuasa dan
memasuki masjid.
Inilah contoh untuk kesekian kalinya, tak
habis-habisnya, betapa sulitnya kehidupan
keagamaan muslim minoritas, yang hidup
dalam tekanan, di tengah-tengah
mayoritas non-muslim. Sementara
mayoritas muslim di belahan bumi di mana
pun diminta toleransinya, lebih banyak dan
lebih banyak lagi, terhadap minoritas non-
muslim (Bahkan kalau perlu, menyerahkan
kepalanya!).
Jelas, larangan ini memicu kecaman di
kalangan masyarakat Uighur. Kelompok
HAM Uighur, Kongres Uighur Dunia,
khawatir larangan ini akan menimbulkan
dampak sosial yang buruk, yang akan
memicu konflik dan bentrokan baru di
Provinsi Xinjiang.

Source alkisah


Selasa, 07 Agustus 2012

Biografi dari Ustad Yusuf Mansur

Yusuf Mansur

Beliau dikenal sebagai pimpinan Pondok Pesantren Daarul Quran Bulak Santri, Cipondoh, Tangerang dan pimpinan pengajian Wisata Hati. Ustadz kelahiran Jakarta, 19 Desember 1976 ini melalui perjalanan berliku sampai menjadi ustadz terkenal seperti sekarang. Berikut biografi dan kisah hidup Yusuf Mansur dari masa lalu beliau.
 

Biografi

Pria yang akrab dipanggil Ustadz Yusuf Mansur lahir di Jakarta pada tanggal 19 Desember 1976 dari pasangan Abdurrahman Mimbar dan Humrif'ah. Beliau berasal dari keluarga Betawi yang berkecukupan, dan sangat dimanja orang tuanya.
Lulusan terbaik Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol, Jakarta Barat, tahun 1992 ini pernah kuliah di jurusan Informatika namun berhenti tengah jalan karena lebih suka balapan motor. Kini, ustadz Yusuf Mansur telah menikah dengan Siti Maemunah dan telah dianugerahi empat orang anak. Bahkan anak yang keempat lahir pada tanggal 17 Agustus selisih beberapa jam dengan cucu pertama Presiden SBY.
 

Masa Kelam

Dibalik kesuksesannya sebagai ustadz yang terkenal, pendiri Pondok pesantren Daarul Quran dan pimpinan pengajian Wisata Hati, Yusuf Mansur menyimpan masa-masa kelam di masa lalunya. Beliau pernah merasakan dinginnya hotel Prodeo selama dua bulan yaitu tahun 1996 dikarenakan terlilit hutang setelah mengalami kebangkrutan bisnis yang ditekuninya di bidang informatika. Namun justru di penjara inilah beliau mendapat hikmah yang sangat besar yaitu ilmu sedekah.
 

Kisah Sukses

Setelah mengalami masa kelam, Yusuf Mansur mulai bangkit kembali. Beliau memulai bisnisnya dengan berjualan es di sekitar terminal Kalideres. Dari ketekunan, keuletan serta ilmu sedekah yang diyakininya, bisnis Yusuf Mansur terus berkembang, dari yang awalnya menggunakan termos beralih ke gerobak dan mempunyai banyak anak buah.
Awal sukses perjalanan karier Yusuf Mansur dimulai dari perkenalannya dengan sebuah LSM. Selama di LSM itulah Yusuf Mansur meluncurkan buku pertamanya yaitu Wisata Hati mencari Tuhan yang hilang. Tanpa diduga, buku pertamanya itu, mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Berawal dari buku tersebut, Yusuf Mansur kebanjiran order bedah buku dan sebagai penceramah agama. Di tengah ceramahnya, Yusuf Mansur selalu menyisipkan ilmu sedekah yang disertai dengan berbagai keajaiban dan kisah nyata.
Selanjutnya karier Yusuf Mansur makin mengkilap setelah bertemu dengan Yusuf Ibrahim seorang produser dari label PT Virgo Ramayana Record yang menggandengnya menggarap kaset tausiah Kun Fayakun, The Power of Giving dan Keluarga. Kemudian bersama Wisata Hati dan SinemaArt, Yusuf Mansur juga meluncurkan Kasih Hati yang menyerukan keutamaan sedekah melalui tayangan berdasarkan kisah nyata. Kemudian bersama Zaskia Medca, Agus Kuncoro dan Dessy Ratnasari, ustadz Yusuf menggarap film berjudul Kun Fayakun yang merupakan proyek dari kegiatan roadshow selama Januari - April 2008.
Melalui Yayasan Wisata Hati yang dibentuknya, beliau juga menyediakan layanan sms Kun Fayakun untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang ada. Yusuf Mansur juga menggagas Program Pembibitan Penghafal Al-Qur'an (PPPA), sebuah program yang menyiapkan calon-calon penghafal Al-Qur'an dan juga menjadi ladang sedekah bagi keluarga besar Wisata Hati.
Yusuf Mansur benar-benar seorang Tokoh Nasional from zero to hero. Layak menjadi salah satu tokoh perubahan. Semua beliau capai dengan mempraktekkan sendiri ilmu sedekah yang selalu ia sampaikan dalam tiap kali ceramah.
 

Biodata

Nama Populer
:
Ust. Yusuf Mansur
 
Nama Lengkap
:
Jam'an Nurkhatib Mansur
 
Tempat Tanggal Lahir
:
Jakarta, 19 Desember 1976
 
Anak ke
:
1 dari 5 bersaudara
 
Nama Ayah
:
Abdurrahman Mimbar
 
Nama Ibu
:
Humrifah
 
Nama Istri
:
Maimunah
 
Jumlah Anak
:
4 anak (2 perempuan, 2 laki-laki)
 
Alamat Rumah
:
Kampung Ketapang no.35 Rt 001 Rw 03 Kel Ketapang, Kec Cipondoh Kab Tangerang, Banten
 
Pekerjaan
:
Pendiri Wisatahati Corporation & CEO Daarul Quran
 
Pendidikan
:
S 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fak Hukum
 
 

Karya

  • Kun Fa Yakun (Film, Sinetron & Buku)
  • Mahakasih (Sinetron)
  • Mencari Tuhan Yang Hilang (Buku)
  • Membumikan Rahmat Allah
  • The Miracle of Giving
  • Kado Ingat Mati
  • Kaya Lewat Jalan Tol
  • Allah Maha Pelindung
  • Allah Maha Pemurah
  • Kado Panjang Umur

Ustadz Yusuf Mansyur
dikenal sebagai pimpinan Pondok
Pesantren Daarul Quran
Bulak Santri, Cipondoh, Tangerang dan
pimpinan pengajian
Wisata Hati. Ustadz kelahiran Jakarta, 19 Desember 1976 ini
melalui perjalanan
berliku sampai menjadi
ustadz terkenal seperti
sekarang.
Ustadz Yusuf lahir dari
keluarga Betawi yang
berkecukupan pasangan Abdurrahman Mimbar dan Humrif’ah dan sangat
dimanja orang tuanya. Lulusan terbaik Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol, Jakarta
Barat, tahun 1992 ini pernah kuliah di
jurusan Informatika namun berhenti
tengah jalan karena lebih suka balapan motor.
Pada tahun 1996, dia terjun di bisnis
Informatika. Sayang bisnisnya malah
menyebabkan ia terlilit utang yang
jumlahnya miliaran. Gara-gara utang itu pula, Ustadz Yusuf merasakan dinginnya
hotel prodeo selama 2 bulan. Setelah
bebas, Ustadz Yusuf kembali mencoba
berbisnis tapi kembali gagal dan terlilit
utang lagi. Cara hidup yang keliru
membawa Ustadz Yusuf kembali masuk
bui pada 1998.
Saat di penjara itulah, Ustadz Yusuf
menemukan hikmah tentang shodaqoh.
Selepas dari penjara, Ustadz Yusuf
berjualan es di terminal Kali Deres. Berkat
keikhlasan sedekah pula, akhirnya bisnis Ustadz Yusuf berkembang. Tak lagi berjualan dengan termos, tapi memakai
gerobak, Ia juga mulai punya anak buah.
Hidup Ustadz Yusuf mulai berubah saat
ia berkenalan dengan polisi yang
memperkenalkannya dengan LSM.
Selama kerja di LSM itulah, Ustadz Yusuf
membuat buku Wisata Hati Mencari
Tuhan Yang Hilang. Buku yang
terinspirasi oleh pengalamannya di
penjara saat rindu dengan orang tua. Tak
dinyana, buku itu mendapat sambutan
yang luar biasa.
Ustadz Yusuf sering diundang untuk
bedah buku tersebut. Dari sini, undangan
untuk berceramah mulai
menghampirinya. Di banyak ceramahnya,
ia selalu menekankan makna di balik
sedekah dengan memberi contoh-contoh
kisah dalam kehidupan nyata.
Karier Ustadz Yusuf makin mengkilap
setelah bertemu dengan Yusuf Ibrahim,
Produser dari label PT Virgo Ramayana
Record dengan meluncurkan kaset
Tausiah Kun Faya Kun, The Power of
Giving dan Keluarga.
Konsep sedekah pula yang membawanya
masuk dunia seni peran. Melalui acara
Maha Kasih yang digarap Wisata Hati
bersama SinemArt, ia menyerukan
keutamaan sedekah melalui tayangan
yang didasarkan pada kisah nyata.
Ustadz Yusuf juga menggarap sebuah
film berjudul KUN FA YAKUUN yang
dibintanginya bersama Zaskia Adya
Mecca, Agus Kuncoro, dan Desy
Ratnasari. Film ini merupakan proyek
pamungkas dari kegiatan roadshow
(ceramah keliling) berjudul sama selama
Januari-April 2008.
Melalui Wisata Hati, ia menyediakan
layanan SMS Kun Fayakuun untuk
menemukan jawaban atas permasalahan
yang ada. Ia juga menggagas Program Pembibitan Penghafal Al Quran (PPPA),
sebuah program unggulan dan menjadi
laboratorium sedekah bagi seluruh
keluarga besar Wisatahati. Donasi dari PPPA digunakan untuk mencetak
penghafal Alquran melalui pendidikan
gratis bagi dhuafa Pondok Pesantren
Daarul Quran Wisatahati.
Meski tak sempat menuntaskan kuliah, Ustadz Yusuf bersama dua temannya
mendirikan perguruan tinggi Sekolah
Tinggi Ilmu Komputer Cipta Karya
Informatika.
Ustadz Yusuf menikah dengan Siti
Maemunah dan telah dikaruniai tiga
orang anak