Pengikut

Sabtu, 04 Agustus 2012

Mengenal Ulama' Muhadditsin Imam Tirmidzi

Seri Mengenal Ulama' Muhadditsin

Imam Tirmidzi

Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin
Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadits kenamaan, dan
pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.

Perkembangan dan Perjalanannya
Kakek Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkebangsaan
Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Semenjak kecilnya Abu ‘Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadits. Untuk keperluan
inilah ia mengembara ke berbagai negeri:
Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain.
Dalam perlawatannya itu ia banyak
mengunjungi ulama-ulama besar dan guru- guru hadits untuk mendengar hadits yang
kem dihafal dan dicatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat.
Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan
tanpa menggunakannya dengan seorang
guru di perjalanan menuju Makkah. Kisah ini akan diuraikan lebih lanjut.

Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan,
dan beberapa tahun lamanya ia hidup
sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya at-Tirmidzi meninggal dunia.
Ia wafat di Tirmiz pada malam Senin 13
Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.
Guru-gurunya
Ia belajar dan meriwayatkan hadits dari
ulama-ulama kenamaan.
Di antaranya adalah Imam Bukhari,
kepadanya ia mempelajari hadits dan fiqh.
Juga ia belajar kepada Imam Muslim dan
Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula
hadits dari sebagian guru mereka.
Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi
Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin
Gailan. Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad
bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin
Muni’, Muhammad bin al-Musanna dan lain-
lain.
Murid-muridnya
Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari
dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di
antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl,
Muhammad binMahmud ‘Anbar, Hammad
bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-
Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi,
Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-‘Abbas
Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi, yang
meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya,
dan lain-lain.
Kekuatan Hafalannya
Abu ‘Isa aat-Tirmidzi diakui oleh para ulama
keahliannya dalam hadits, kesalehan dan
ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai
seorang yang dapat dipercaya, amanah dan
sangat teliti.
Salah satu bukti kekuatan dan cepat
hafalannya ialah kisah berikut yang
dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam
Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin
‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata:
“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi
berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan
menuju Makkah, dan ketika itu saya telah
menuslis dua jilid berisi hadits-hadits yang
berasal dari seorang guru. Guru tersebut
berpapasan dengan kami. Lalu saya
bertanya-tanya mengenai dia, mereka
menjawab bahwa dialah orang yang
kumaksudkan itu. Kemudian saya
menemuinya. Saya mengira bahwa “dua jilid
kitab” itu ada padaku. Ternyata yang
kubawa bukanlah dua jilid tersebut,
melainkan dua jilid lain yang mirip
dengannya. Ketika saya telah bertemu
dengan dia, saya memohon kepadanya
untuk mendengar hadits, dan ia
mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia
membacakan hadits yang dihafalnya. Di
sela-sela pembacaan itu ia mencuri
pandang dan melihat bahwa kertas yang
kupegang masih putih bersih tanpa ada
tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat
kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah engkau
malu kepadaku?’ lalu aku bercerita dan
menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia
bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba
bacakan!’ suruhnya. Lalu aku pun
membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia
bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau
hafalkan sebelum datang kepadaku?’
‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta
lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain.
Ia pun kemudian membacakan empat puluh
buah hadits yang tergolong hadits-hadits
yang sulit atau garib, lalu berkata: ‘Coba
ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku
membacakannya dari pertama sampai
selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum
pernah melihat orang seperti engkau.”
Pandangan Para Kritikus Hadits
Terhadapnya
Para ulama besar telah memuji dan
menyanjungnya, dan mengakui akan
kemuliaan dan keilmuannya.
Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban,
kritikus hadits, menggolangkan Tirmidzi ke
dalam kelompok “Siqat” atau orang-orang
yang dapat dipercayai dan kokoh
hafalannya, dan berkata: “Tirmidzi adalah
salah seorang ulama yang mengumpulkan
hadits, menyusun kitab, menghafal hadits
dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para
ulama.”Abu Ya’la al-Khalili dalam kitabnya
‘Ulumul Hadits menerangkan; Muhammad
bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah seorang
penghafal dan ahli hadits yang baik yang
telah diakui oleh para ulama.
Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh
wat-Ta’dil. Hadits-haditsnya diriwayatkan
oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain. Ia
terkenal sebagai seorang yang dapat
dipercaya, seorang ulama dan imam yang
menjadi ikutan dan yang berilmu luas.
Kitabnya Al-Jami’us Sahih sebagai bukti
atas keagungan derajatnya, keluasan
hafalannya, banyak bacaannya dan
pengetahuannya tentang hadits yang sangat
mendalam.
Fiqh Tirmidzi dan Ijtihadnya
Imam Tirmidzi, di samping dikenal sebagai
ahli dan penghafal hadits yang mengetahui
kelemahan-kelemahan dan perawi-
perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh
yang mewakili wawasan dan pandangan
luas.
Barang siapa mempelajari kitab Jami’nya ia
akan mendapatkan ketinggian ilmu dan
kedalaman penguasaannya terhadap
berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya
mengenai persoalan fiqh mencerminkan
dirinya sebagai ulama yang sangat
berpengalaman dan mengerti betul duduk
permasalahan yang sebenarnya.
Salah satu contoh ialah penjelasannya
terhadap sebuah hadits mengenai
penangguhan membayar piutang yang
dilakukan si berutang yang sudah mampu,
sebagai berikut: “Muhammad bin Basysyar
bin Mahdi menceritakan kepada kami
Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi
az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah,
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam,
bersabda: ‘Penangguhan membayar utang
yang dilakukan oleh si berutang) yang
mampu adalah suatu kezaliman. Apabila
seseorang di antara kamu dipindahkan
utangnya kepada orang lain yang mampu
membayar, hendaklah pemindahan utang itu
diterimanya.” Imam Tirmidzi memberikan
penjelasan sebagai berikut: Sebagian ahli
ilmu berkata: ” apabila seseorang
dipindahkan piutangnya kepada orang lain
yang mampu membayar dan ia menerima
pemindahan itu, maka bebaslah orang yang
memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang
yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak
dibolehkan menuntut kepada muhil.”
Diktum ini adalah pendapat Syafi’i, Ahmad
dan Ishaq. Sebagian ahli ilmu yang lain
berkata: “Apabila harta seseorang (muhtal)
menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal
‘alaih, maka baginya dibolehkan menuntut
bayar kepada orang pertama (muhil).”
Mereka memakai alas an dengan perkataan
Usma dan lainnya, yang menegaskan:
“Tidak ada kerugian atas harta benda
seorang Muslim.” Menurut Ishak, maka
perkataan “Tidak ada kerugian atas harta
benda seorang Muslim” ini adalah “Apabila
seseorang dipindahkan piutangnya kepada
orang lain yang dikiranya mampu, namun
ternyata orang lain itu tidak mampu, maka
tidak ada kerugian atas harta benda orang
Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu.”
Itulah salah satu contoh yang menunjukkan
kepada kita, bahwa betapa cemerlangnya
pemikiran fiqh Tirmidzi dalam memahami
nash-nash hadits, serta betapa luas dan
orisinal pandangannya itu.
Karya-karyanya
Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab.
Di antaranya:
1. Kitab Al-Jami’, terkenal dengan sebutan
Sunan at-Tirmidzi.
2. Kitab Al-‘Ilal.
3. Kitab At-Tarikh.
4. Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah.
5. Kitab Az-Zuhd.
6. Kitab Al-Asma’ wal-kuna.
Di antara kitab-kitab tersebut yang paling
besar dan terkenal serta beredar luas adalah
Al-Jami’.
Sekilas tentang Al-Jami’
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam
Tirmidzi terbesar dan paling banyak
manfaatnya. Ia tergolong salah satu
“Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang
Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal. Al-
Jami’ ini terkenal dengan nama Jami’
Tirmidzi, dinisbatkan kepada penulisnya,
yang juga terkenal dengan nama Sunan
Tirmidzi. Namun nama pertamalah yang
popular.
Sebagian ulama tidak berkeberatan
menyandangkan gelar as-Sahih kepadanya,
sehingga mereka menamakannya dengan
Sahih Tirmidzi. Sebenarnya pemberian nama
ini tidak tepat dan terlalu gegabah.
Setelah selesai menyususn kitab ini,
Tirmidzi memperlihatkan kitabnya kepada
para ulama dan mereka senang dan
menerimanya dengan baik. Ia menerangkan:
“Setelah selesai menyusun kitab ini, aku
perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-
ulama Hijaz, Irak dan Khurasan, dan mereka
semuanya meridhainya, seolah-olah di
rumah tersebut ada Nabi yang selalu
berbicara.”
Imam Tirmidzi di dalam Al-Jami’-nya tidak
hanya meriwayatkan hadits sahih semata,
tetapi juga meriwayatkan hadits-hadits
hasan, da’if, garib dan mu’allal dengan
menerangkan kelemahannya.
Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam
kitabnya itu, kecuali hadits-hadits yang
diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli
fiqh. Metode demikian ini merupakan cara
atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia
meriwayatkan semua hadits yang memiliki
nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu
sahih ataupun tidak sahih. Hanya saja ia
selalu memberikan penjelasan yang sesuai
dengan keadaan setiap hadits.
Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata:
“Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini
adalah dapat diamalkan.” Oleh karena itu,
sebagian besar ahli ilmu menggunakannya
(sebagai pegangan), kecuali dua buah
hadits, yaitu: Pertama, yang artinya:
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam menjamak shalat Zuhur
dengan Asar, dan Maghrib dengan Isya,
tanpa adanya sebab “takut” dan “dalam
perjalanan.”
“Jika ia peminum khamar, minum lagi pada
yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia.”
Hadits ini adalah mansukh dan ijma ulama
menunjukan demikian. Sedangkan mengenai
shalat jamak dalam hadits di atas, para
ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat
untuk meninggalkannya. Sebagian besar
ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya
melakukan salat jamak di rumah selama
tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini
adalah pendapat Ibnu Sirin dan Asyab serta
sebagian besar ahli fiqh dan ahli hadits juga
Ibnu Munzir.
Hadits-hadits da’if dan munkar yang
terdapat dalam kitab ini, pada umumnya
hanya menyangkut fada’il al-a’mal (anjuran
melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan).
Hal itu dapat dimengerti karena persyaratan-
persyaratan bagi (meriwayatkan dan
mengamalkan) hadits semacam ini lebih
longgar dibandingkan dengan persyaratan
bagi hadits-hadits tentang halal dan haram
Disalin dari Biografi Tirmidzi dalam Kutubus
Sittah;Abu Syuhbah no.83 Via Facebook
Biografi Ulama


0 komentar:

Posting Komentar