Pengikut

Kamis, 27 Juni 2013

8 Pilar Orang Bertasawuf

oleh: Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

1. Bermurah hati seperti Nabi Ibrahim ( ﺍﻟﺴﺨﺎﺀ),

Sehingga mendapatkan gelar sebagai kekasih Allah (Khalil Allah);

2. Menyerah dengan sukarela atau ridha ( ﺍﻟﺮﺿﺎ )

Seperti Nabi Ismail, putra Nabi Ibrahim, yang begitu ridha, husti al-dzan dan sabar ketika menerima ketentuan Allah yang harus dijalankan oleh Nabi Ibrahim untuk menjadikannya sebagai qurban, di mana ia dijadikan sarana untuk ber-taqarrub, bahkan walau harus dengan menyerahkan nyawanya di hadapan Allah;

3. Bersabar seperti Nabi Ya'qub dan Nabi Ayyub ( ﺍﻟﺼﺒﺮ ).

Nabi Ya'qub begitu sabar menghadapi cobaan ulah dari
anak-anak- nya terhadap Yusuf, dengan mengatakan "kesabaran itu lebih indah". Sementara
itu Nabi Ayyub mendapatkan cobaan langsung dari Allah sebagaimana diukir dalam QS. Shaad: 44, yang menunjukkan kesabaran Beliau ketika menghadapi cobaan atas badan dan jiwanya, harta dan anak-anaknya, yang semuanya harus habis dalam rangka ber-taqarrub kepada Allah;

4. Ketelitian membaca ayat dan simbol dari Allah
( ﺍﻻﺷﺎﺭﺓ )
seperti Nabi Zakaria.

Syaikh mengharapkan agar setiap sufi dapat memahami simbol-simbol yang terdapat dalam ajaran Allah dan Rasul-Nya sebagaimana halnya Nabi Zakaria yang begitu cepat memahami apa-apa yang terjadi pada diri Maryam pada saat berada dalam mihrab (ada yang menyebutkan mihrab Masjid al-Harama Makkah), peristiwa didapatinya rezeki berupa makanan dan
buah-buahan di sisi Maryam yang diasingkan, yang menandakan kekuasaan Allah yang tidak terbatas;

5. Kondisi keterasingan batin dari dunia atau juga miskin hati dari dunia ( ﺍﻟﻐﺮﺑﺔ) seperti Nabi Yahya.

Yang dimaksudkan adalah
keadaan seorang sufi yang menjauhkan diri dari keramaian dan tetek bengek urusan kemanusiaan dan dunia yang sia-sia, hanya mendekatkan diri
kepada Allah di tengah-tengah kesunyian batin dari manusia, makhluk dan dunia. Nabi Yahya adalah tipe manusia yang selalu memperbanyak ibadah, mengosongkan hatinya dari kesibukan-kesibukan melainkan untuk Allah dan ridha-Nya semata.

Bahkan sampai tidak memiliki anak, istri, yang oleh Allah diberikan gelar "sayyidan wa khu- shuran, wa nabiyyan min al-shalihin" (Mu'jam al-Fadz al-
Shufiyyah al-Syarqawi, hlm. 216; Tafsir lbn Katsir, 1:361).

Hanya saja bagi al-Jailani tidak harus sedrastis itu. Memiliki istri dan anak bukanlah pantangan dalamsufi. Akan tetapiSyaikh
menekankan, istri dan anak jangan sampai menjauhkan dari Allah, dan tidak membuat hati
berpaling dari Allah, karena hal ini akan membuat Allah "cemburu", karena cintanya kepada Allah bisa
terbagi dengan makhluk (Futuh al-Ghaib, majlis no. 32);

6. Berpakaian dan berpenampilan sederhana,

sebagai corak manusia pilihan Tuhan seperti Nabi Musa bin Imran ( ﺍﻟﺘﺼﻮﻑ ) namun tentu
maksudnya adalah ﺍﻻﺻﺘﻔﺎﺀ), sebagaimana dinyatakan oleh al-Qur'an;

"Allah berfirman:"Hai Musa, Sesungguhnya aku memilih (melebih¬kan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang- orang yang bersyukur."

7. Mengembara seperti Nabi Isa ( ﺍﻟﺴﻴﺎﺣﺔ).

Maksudnya adalah bagian dari perjuangan yang harus dilalui oleh para sufi. Seorang sufi mesti melakukan musafir dan rihlah spiritual, yang artinya jauh dan rela berpisah dengan keluarga dan dunia yang disayanginya
untuk ridha Allah. Bepergian menjadi latihan-latihan bagi jiwa yang dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah;

dan
8. "Miskin" dalam beragama
seperti Nabi Muhammad ( ﺍﻟﻔﻘﺮ ), maksudnya adalah kemiskinan di hadapan Allah.

Yang diingin- kan oleh Syaikh, "faqir" di sini bukan sebagai Iawan dari kata "al-ghina", melainkan merasa sangat membutuhkan Allah dalam segala realitas kehidupan, tanpa-Nya segala hajatdan keinginan, kekayaan dan sebagainya tidak akan berguna sama sekali.
Perihal tentang kekayaan dan kemiskinan, dalam majlis yang sama Syaikh al-Jailani mengemukakan bahwa hakekat kemiskin¬an adalah jika seseorang tidak lagi memerlukan apa-apa dari orang lain,sedangkan kekayaan adalah jika seseorang berada melampaui garis keperluan makhluk.

Al-Jailani juga mengingatkan kepada para pengikut tarekat agar tetap berpegang pada Sunah
Rasulullah dan syariat agama Islam. Dia juga mengingatkan bahwa syaitan banyak sekali
menyesatkan ahli tarekat dengan cara menggodanya agar meninggalkan syariat karena
sudah melaksanakan tarekatnya ('Abd al-Wahab al-Ja'rani, tt.: 109).

Sabtu, 22 Juni 2013

Nisfu Sya'ban, Persiapan Menuju Ramadhan

Nisfu Sya'ban, Persiapan Menuju
Ramadhan

Tanggal 23 Juni 2013 hari ini bertepatan dengan 15 Sya'ban atau lebih dikenal dengan nama nisfu syaban yang dalam tradisi Islam memiliki arti khusus.

Diberbagai pesantren dan masjid, warga NU selalu memperingatinya dengan membaca al Quran sehabis shalat
maghrib dan sekaligus melakukan doa agar setahun ke depan keadaan menjadi lebih baik.

Syuriah PBNU KH Hafidz Usman nyatakan bahwa pada tanggal ini kita tutup buku amal ibadah dan melakukan introspeksi terhadap
yang sudah kita lakukan selama tahun yang lalu dan berusaha memperbaikinya untuk tahun depan.

Ini merupakan bagian dari upaya kita untuk mempersiapkan diri menjelang bulan suci Ramadhan, selanjutnya dalam tradisi kita kan
mandi dan melakukan ziarah ke kubur para leluhur, ungkapnya ketika dihubungi per telepon.

Ditanya tentang apakah ada amalan khusus yang dibaca dalam malam nisfu syaban
Ketua MUI Jabar tersebut nyatakan bahwa mungkin amalan-amalan yang sifatnya khusus ada pada kelompok-kelompok tarekat tertentu yang tentu saja masing-masing berbeda.

Namun demikian, secara umum sehabis maghrib adalah membaca al Qur an dan lebih
khusus lagi adalah membaca surat Yasin tiga
kali, membaca doa Nisfu Sya'ban dan paginya puasa.

Nishfu Sha'ban ditandai dengan turunnya ayat 144 Surat Al Baqarah....Fa walli wajhaka
syathra al Masjidil Haram, wa haitsu ma kuntum fa wallu wujuhakum syathrahu....
Rasulullah (saw) hijrah ke Madinatul al Munawwarah, ketika beliau masih shalat menghadap Baitul Maqdis selama 16/17 bulan.

Shalat Rasulullah yang pertama menghadap Ka'bah ketika Shalat di masjid Bani Salim.

Baru dua rakaat shalat zhuhur, malaikat Jibril menarik lengan Rasulullah saw beliau dan dihadapkan ke Ka'bah.

Turunnya ayat 144 Srt Albaqarah ditengah shalat,menjadi Rasulullah saw Shalat Zuhur
menghadap ke Baitul Maqdis pada dua rakat pertama dan menghadap ke Ka'bah pada rakat
kedua achir.(mkf)

Kamis, 20 Juni 2013

Hukum Memainkan Rebana

Boleh hukumnya memainkan rebana (dan diiringi
dengan pembacaan shalawat) meskipun di dalam
masjid, misalnya untuk kepentingan acara
pernikahan. Hal itu diterangkan di dalam kitab:
1. Al-Fatawi al-Kubra al-Fiqhiyyah, karya Imam
Ibnu Hajar al-Haitami, jilid 4 halaman 356,
cetakan "Darul Fikr" Beirut Libanon dengan
keterangan sebagai berikut:
ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺳﻨﻦ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ
ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻬﺎ - ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ
»ﺃﻋﻠﻨﻮﺍ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻭﺍﻓﻌﻠﻮﻩ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺍﺿﺮﺑﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ
ﺑﺎﻟﺪﻑ « ﻭﻓﻴﻪ ﺇﻳﻤﺎﺀ
ﺇﻟﻰ ﺟﻮﺍﺯ ﺿﺮﺏ ﺍﻟﺪﻑ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻷﺟﻞ ﺫﻟﻚ ﻓﻌﻠﻰ
ﺗﺴﻠﻴﻤﻪ ﻳﻘﺎﺱ ﺑﻪ ﻏﻴﺮﻩ
Artinya:
"Dan di dalam kitab hadits "At-Tirmidzi" dan
"Sunan Ibnu Majah" dari Aisyah, semoga Allah
ta'ala meridhoinya !, bahwa Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda: Siarkanlah pernikahan
ini dan lakukanlah di masjid-masjid, dan
mainkanlah dengan rebana ! Di dalam hadits
tersebut merupakan isyarat akan dibolehkannya
memainkan rebana di masjid-masjid karena acara
resepsi pernikahan. Dengan demikian atas
ketaslimannya (menerima hukum dibolehkannya
memainkan rebana), maka dengan itu diqiyaskan
atau dianalogikan kepada memainkan rebana
selain untuk acara resepsi pernikahan."
2. Sunan Ibnu Majah, jilid 1 halaman 611, cetakan
"Darul Fikr" Beirut Libanon dengan keterangan
sebagai berikut:
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻧﺼﺮ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﺠﻬﻀﻤﻲ ﻭ ﺍﻟﺨﻠﻴﻞ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ .
ﻗﺎﻝ : ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﻴﺴﻰ ﺍﺑﻦ ﻳﻮﻧﺲ , ﻋﻦ ﺧﺎﻟﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﻴﺎﺱ ,
ﻋﻦ ﺭﺑﻴﻌﺔ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ , ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺎﺳﻢ , ﻋﻦ
ﻋﺎﺋﺸﺔ , ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ : ﺃﻋﻠﻨﻮﺍ
ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ , ﻭ ﺍﺿﺮﺑﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺎﻟﻐﺮﺑﺎﻝ
Artinya:
=====
"Telah menceritakan kepada kami Nashr bin al-
Jahdhomi dan Kholil bin Amr, dia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Isya ibnu Yunus, dari
Kholid bin Ilyas, dari Robi'ah bin Abi
Abdurrahman, dari al-Qasim, dari Aisyah, dari
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau
bersabda: Dan siarkanlah pernikahan ini dan
mainkanlah rebana !"
3. Sunan at-Tirmidzi, jilid 2 halaman 276, cetakan
"Darul Fikr" Beirut Libanon

Oleh ; Kh. Thobary Syadzily