Pengikut

Senin, 09 Juli 2012

INILAH PANDANGAN ISLAM TENTANG WARIA




”Rasulullah melaknat kaum wanita yang menyerupai pria dan kaum pria yang menyerupai
wanita.” (HR
Bukhari, Abu Da- wud,
At- Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibn Majah dari Ibn 'Abbas).
Dalam khazanah Islam, ada yang disebut
khuntsa. Istilah yang digunakan oleh para
fuqaha untuk menyebut orang yang
mempunyai alat kelamin ganda. Karena itu,
khuntsa ini merupakan qadha' atau
ketetapan, yang diberikan oleh Allah.
Berbeda dengan waria. Waria adalah kaum
pria yang menyerupai wanita. Baik dalam
hal tutur kata, pakaian, gaya berjalan,
maupun penampilan fisik lainnya. Di antara
waria, bahkan ada yang telah melakukan
operasi plastik, untuk mendapatkan
kondisi fisik yang mirip dengan wanita.
Termasuk kelamin.
Waria jelas berbeda dengan khuntsa.
Karena itu, dalam fiqih Islam, mereka tidak
bisa dihukumi sebagai khuntsa. Khuntsa
adalah qadha', yang ditetapkan oleh Allah.
Sedangkan waria adalah bentuk
penyimpangan perilaku.
Demikian juga dalam kasus gay dan lesbi.
Mereka sebenarnya bukan ditakdirkan suka
kepada sesama jenis. Karena naluri seksual
manusia pada dasarnya bukan hanya
membutuhkan pemenuhan, tetapi
pemenuhan kebutuhan tersebut harus
benar dan halal.
Bagi laki-laki, pemenuhan kebutuhan yang
benar tentu bukan dengan laki-laki,
melainkan dengan perempuan. Demikian
sebaliknya, perempuan juga bukan dengan
perempuan, tetapi dengan laki-laki. Jika
tidak, mereka dianggap melakukan
penyimpangan seksual.
Bagaimana Islam memandang
penyimpangan-penyimpangan seksual itu?
Nabi dengan tegas melaknat para pelaku
penyimpangan seksual tersebut. Terhadap
kaum waria, Nabi menyatakan, ”Rasulullah
melaknat kaum wanita yang menyerupai
pria dan kaum pria yang menyerupai
wanita.” (HR Bukhari, Abu Da-wud, At-
Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibn Majah dari Ibn
'Abbas).
Demikian juga gay dan lesbi, ”Allah
melaknat siapa saja yang melakukan
tindakan kaum Luth, sebanyak tiga
kali.” (HR Ahmad dari Ibn 'Abbas). Hampir
keseluruhan kaum Nabi Luth melakukan
hubungan kelamin sesama jenis. Nabi Luth
telah menyeru mereka untuk menghentikan
perbuatan tersebut, tetapi mereka
mengabaikannya, malah mengingkari
kenabiannya. Akhirnya, kaum Nabi Luth
dimusnahkan dengan bencana yang
sangat mengerikan.
Sudah sedemikian jelasnya kedudukan
waria, gay, dan lesbi dalam Islam. Maka,
saya sungguh kaget ketika membaca berita
bahwa ada seorang istri tokoh Islam yang
sangat terkenal di negeri ini berkata
kepada seorang waria yang datang ke
kediamannya, Ahad (08/07), “Tidak ada
yang bisa menjamin kemuliaan seseorang,
belum tentu saya lebih mulia dibanding
sampean (waria itu – Red.), lakukan saja
yang terbaik dan ikhlas karena Allah SWT.”
Kalimat itu terucap merspons kata-kata si
waria, “Saya mau mengadakan pengajian
akbar khusus Waria se-Indonesia, saya
harap Ibu mendukung.”
Bagian kalimat sang “Ibu” yang kedua dan
ketiga, “belum tentu saya lebih mulia
dibanding sampean, lakukan saja yang
terbaik dan ikhlas karena Allah SWT”, tidak
ada masalah. Tapi bagian yang pertama,
“Tidak ada yang bisa menjamin kemuliaan
seseorang”, seolah memberikan harapan
bahwa waria pun mulia. Padahal, jelas,
waria itu dilaknat Allah dan Rasul.
Niat sang waria untuk menggelar pengajian
adalah niat yang suci. Namun,
kedudukannya, waria, dalam Islam adalah
kedudukan yang tidak suci, bahkan
terlaknat. Maka, menurut saya, akan
menjadi bijak kalau sang Ibu menasihati si
waria agar kembali ke fithrahnya dulu,
menjadi pria sejati, baru kemudian
menggelar pengajian itu.
Jika tidak, saya khawatir akan timbul kesan
atau bahkan pembenaran bahwa Islam itu
menerima waria dan sejenisnya.
Nah, agar tidak muncul kesan itu, saya
memberikan masukan kepada waria,
ikutilah pengajian-pengajian umum. Dari
sana, mudah-mudahan, akan ada
pencerahan. Sehingga, pada akhirnya,
Anda akan mendapatkan hidayah. Kembali
kepada fithrah Anda yang sesungguhnya.


Dikutip dari : majalah Al kisah

0 komentar:

Posting Komentar