Zakat Fitrah
1. Pengertian Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap orang Islam pada saat menjelang hari raya Iedul Fitri.
2. Hukum Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah hukumnya wajib. Berdasarkan Sabda Rasulullah s.a.w. sebagai berikut :
1. Pengertian Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap orang Islam pada saat menjelang hari raya Iedul Fitri.
2. Hukum Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah hukumnya wajib. Berdasarkan Sabda Rasulullah s.a.w. sebagai berikut :
فَرَضَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الفِطْرِ -مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ
Artinya : Rasulullah telah mewajibkan mengeluarkan Zakat Fitrah (pada bulan Ramadhan kepda setiap manusia) (HR. Bukhari – Muslim).
3. Orang-orang Yang Wajib Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah wajib bagi setiap orang Islam, untuk dirinya sendiri dan untuk orang-orang yang berada dalam tanggungannya, yaitu dari :
1) Laki-laki
2) Perempuan
3) Anak-anak
4) Janin
5) Orang dewasa
6) Budak
7) Orang tua
8) Dan setiap orang yang merdeka (bukan budak).
4. Macam-macam Zakat Fitrah
Zakat Fitrah pada intinya adalah menggunakan makanan atau kebutuhan pokok dari suatu wilayah terkait. Berikut ini adalah hal-hal yang diperbolehkan digunakan untuk Zakat Fitrah :
1) Gandum
2) Kurma
3) Susu
4) Anggur kering
5) Beras
6) Dll.
5. Ukuran Zakat Fitrah
Menurut pendapat mayoritas ulama, bahwa Zakat Fitrah di keluarkan dengan kadar ukuran 1 sha’. Yaitu sekitar 2,5 sampai 3,0 kilogram.
6. Membagikan Zakat Fitrah
Zakat Fitrah itu harus dibagikan kepada kelompok berikut ini :
1) Fakir
2) Miskin
3) Petugas zakat
4) Muallaf
5) Budak
6) Orang yang terlilit hutang
7) Orang yang sedang dalam jalan Allah
8) Dan orang yang sedang dalam perjalanan jauh yang bukan maksiat.
7. Waktu menunaikan Zakat Fitrah
Zakat Fitrah ditunaikan pada :
1) Sebelun ditunaikannya shalat Ied
2) Dan boleh dikeluarkan pada awal bulan Ramadhan
Maka jika Zakat Fitrah dikeluarkan setelah shalat Ied, maka dihitung sebagai shadaqah biasa, dan belum menggugurkan kewajiban zakat fitrah.
8. Lafadz Niat Zakat Fitrah
Lafadz niat zakat fitrah yang dikeluarkan untuk diri sendiri.
نَوَيْتُ عَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِيْ فَرْضَ للهِ تَعَالَى
Artinya : Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku fardhu karena Allah.
Lafadz niat zakat fitrah yang dikeluarkan untuk orang lain.
Lafadz niat zakat fitrah yang dikeluarkan untuk orang lain.
نَوَيْتُ عَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ …… فَرْضَ للهِ تَعَالَى
Artinya : Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk ……. fardhu karena Allah.
9. Doa mengeluarkan dan menerima zakat fitrah
Doa bagi orang yang mengeluarkan zakar fitrah
9. Doa mengeluarkan dan menerima zakat fitrah
Doa bagi orang yang mengeluarkan zakar fitrah
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا مَغْنَمًا وَلَا تَجْعَلْهَا مَغْرَمًا
Artinya : Ya Allah jadikan ia sebagai simpanan yang menguntungkan dan jangan jadikan ia pemberian yang merugikan.
Doa bagi orang yang menerima zakat fitrah
Doa bagi orang yang menerima zakat fitrah
اَجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَاجْعَلْهُ لَكَ طَهُوْرًا
Artinya : semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, dan semoga Allah memberikan barakah atas harta simpananmu dan menjadikannya sebagai pembersih bagimu.
Menunaikan Zakat Fitrah Menggunakan Uang
Menunaikan Zakat Fitrah Menggunakan Uang
Ada khilafiyah di kalangan fuqaha dalam masalah penunaian zakat fitrah dengan uang.Pertama, pendapat yang membolehkan. Ini adalah pendapat sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Tsauri, Imam Bukhari, dan Imam Ibnu Taimiyah. (As-Sarakhsi, al-Mabsuth, III/107; Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, XXV/83).Dalil mereka antara lain firman Allah SWT ,”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka.” (QS at-Taubah [9] : 103). Menurut mereka, ayat ini menunjukkan zakat asalnya diambil dari harta (mal), yaitu apa yang dimiliki berupa emas dan perak (termasuk uang). Jadi ayat ini membolehkan membayar zakat fitrah dalam bentuk uang. (Rabi’ Ahmad Sayyid, Tadzkir al-Anam bi Wujub Ikhraj Zakat al-Fithr Tha’am, hal. 4).
Mereka juga berhujjah dengan sabda Nabi SAW,”Cukupilah mereka (kaum fakir dan miskin) dari meminta-minta pada hari seperti ini (Idul Fitri).” (HR Daruquthni dan Baihaqi). Menurut mereka, memberi kecukupan (ighna`) kepada fakir dan miskin dalam zakat fitrah dapat terwujud dengan memberikan uang. (Abdullah Al-Ghafili, Hukm Ikhraj al-Qimah fi Zakat al-Fithr, hal. 3).
Kedua, pendapat yang tidak membolehkan dan mewajibkan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok (ghalib quut al-balad). Ini adalah pendapat jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. (Al-Mudawwanah al-Kubra, I/392; Al-Majmu’, VI/112; Al-Mughni, IV/295)
Mereka juga berhujjah dengan sabda Nabi SAW,”Cukupilah mereka (kaum fakir dan miskin) dari meminta-minta pada hari seperti ini (Idul Fitri).” (HR Daruquthni dan Baihaqi). Menurut mereka, memberi kecukupan (ighna`) kepada fakir dan miskin dalam zakat fitrah dapat terwujud dengan memberikan uang. (Abdullah Al-Ghafili, Hukm Ikhraj al-Qimah fi Zakat al-Fithr, hal. 3).
Kedua, pendapat yang tidak membolehkan dan mewajibkan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok (ghalib quut al-balad). Ini adalah pendapat jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. (Al-Mudawwanah al-Kubra, I/392; Al-Majmu’, VI/112; Al-Mughni, IV/295)
Karena ada dua pendapat yang berbeda, maka kita harus bijak dalam menyikapinya. Ulama sekaliber Imam Syafi’i, mujtahid yang sangat andal saja berkomentar tentang pendapatnya dengan mengatakan, ”Bisa jadi pendapatku benar, tapi bukan tak mungkin di dalamnya mengandung kekeliruan. Bisa jadi pendapat orang lain salah, tapi bukan tak mungkin di dalamnya juga mengandung kebenaran.”
Dalam masalah ini, sebagai orang awam (kebanyakan), kita boleh bertaqlid (mengikuti salah satu mazhab yang menjadi panutan dan diterima oleh umat). Allah tidak membebani kita di luar batas kemampuan yang kita miliki. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (Al-Baqarah [2]: 286).
Sesungguhnya masalah membayar zakat fitrah dengan uang sudah menjadi perbincangan para ulama salaf, bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Imam Abu Hanifah, Hasan Al-Bisri, Sufyan Ats-Tsauri, bahkan Umar bin Abdul Aziz sudah membincangkannya, mereka termasuk orang-orang yang menyetujuinya. Ulama Hadits seperti Bukhari ikut pula menyetujuinya, dengan dalil dan argumentasi yang logis serta dapat diterima.
Menurut kami, membayar zakat fitrah dengan uang itu boleh, bahkan dalam keadaan tertentu lebih utama. Bisa jadi pada saat Idul Fitri jumlah makanan (beras) yang dimiliki para fakir miskin jumlahnya berlebihan. Karena itu, mereka menjualnya untuk kepentingan yang lain. Dengan membayarkan menggunakan uang, mereka tidak perlu repot-repot menjualnya kembali yang justru nilainya menjadi lebih rendah. Dan dengan uang itu pula, mereka dapat membelanjakannya sebagian untuk makanan, selebihnya untuk pakaian dan keperluan lainnya.
Dalam masalah ini, sebagai orang awam (kebanyakan), kita boleh bertaqlid (mengikuti salah satu mazhab yang menjadi panutan dan diterima oleh umat). Allah tidak membebani kita di luar batas kemampuan yang kita miliki. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (Al-Baqarah [2]: 286).
Sesungguhnya masalah membayar zakat fitrah dengan uang sudah menjadi perbincangan para ulama salaf, bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Imam Abu Hanifah, Hasan Al-Bisri, Sufyan Ats-Tsauri, bahkan Umar bin Abdul Aziz sudah membincangkannya, mereka termasuk orang-orang yang menyetujuinya. Ulama Hadits seperti Bukhari ikut pula menyetujuinya, dengan dalil dan argumentasi yang logis serta dapat diterima.
Menurut kami, membayar zakat fitrah dengan uang itu boleh, bahkan dalam keadaan tertentu lebih utama. Bisa jadi pada saat Idul Fitri jumlah makanan (beras) yang dimiliki para fakir miskin jumlahnya berlebihan. Karena itu, mereka menjualnya untuk kepentingan yang lain. Dengan membayarkan menggunakan uang, mereka tidak perlu repot-repot menjualnya kembali yang justru nilainya menjadi lebih rendah. Dan dengan uang itu pula, mereka dapat membelanjakannya sebagian untuk makanan, selebihnya untuk pakaian dan keperluan lainnya.
Waktu Pembayaran Zakat
Meskipun zakat merupakan ibadah tersendiri tetapi zakat fitrah tidak mungkin dilepaskan hubungan dengan Ramadhan. selain berhubungan dengan waktu pelaksanaan juga mengenai fungsi zakat fitrah sebagai penyempurna puasa. Jika puasa kita berempati akan kelaparan dan kehausan, maka zakat fitrah merupakan langkah nyata kepedulian social.Zakat fitrah berlaku (diwajibkan) kepada semua orang baik laki-laki maupun perempuan, kecil maupun dewasa atau tua. Bahkan juga bayi yang baru lahir. Zakat fitrah berlaku bagi setiap pribadi yang berkesempatan menemui Ramadhan dan idul fitri. Selagi mempunyai kelebihan dari yang dibutuhkan dirinya beserta orang yang ditanggung nafkahnya. Mereka yang tidak punya sumber pendapatan sendiri (seperti anak-anak), kewajiban zakatnya ditunaikan oleh penanggung nafkahnya (orang tua, kepala keluarga atau system social yang berlaku di masyarakat).
Sebuah hadits riwayat Bukhari menyampaikan kesimpulan bahwa besaran zakat fitrah adalah 1 (satu) sha’ bahan makanan pokok setempat. Dalam konteks Indonesia, itu berarti sekitar dua setengah kilo gram beras perorang. Kewajiban menunaikan zakat fitrah ini sebenarnya mulai berlaku setelah masuk waktu idul fitri (maghrib terakhir Ramadhan), pada waktu inilah dapat dipastikan seseorang terkena wajib zakat atau tidak (karena meninggal menjelang maghrib misalnya). Namun kita tidak harus menunggu malam lebaran tiba untuk membayar zakat. Karena diberikan kepada kita masa ta’jil (membayar sebelum jatuh tempo) yang dimulai sejak masuknya bulan Ramadhan.
Jadi, mengenai waktu penunaian zakat fitrah diserahkan sepenuhnya kepada individu masing-masing. Apakah akan menunaikan di hari-hari Ramadhan ataukah ataukah malam idul fitri? akan tetapi patut dipertimbangkan bahwa zakat fitrah disyariatkan dengan maksud utama agar kaum fakir miskin memiliki cukup makanan pada hari raya, sebagaimana himabuan Rasulullah saw:
أغنوهم عن الطواف فى هذا اليوم (رواه النسائى)
Berilah mereka kecukupan , hingga mereka terhindar berkeliling kesana-kemari (meminta-minta) pada hari ini.
Artinya lebih utama membayarkan zakat mendekati pelaksanaan hari raya, tepatnya setelah subuh sebelum shalat idul fitri, karena hal itu lebih tepat guna. Pembayaran zakat setelah shalat id hingga matahari terbenam hukumnya makruh. Jika diundur lagi setelah maghrib hukukmnya haram kecuali ada udzur. Hukum makruh dan haram ini hanya berlaku untuk tindakan penundaannya saja, kewajiban zakatnya sendiri tetap ada sampai tunai dibayarkan.
Sumber: Amaliah Bulan Ramadhan
0 komentar:
Posting Komentar