Pengikut

Sabtu, 03 November 2012

Cara Habib Syech Membela Nabi Muhammad (saw)

Cara Habib Syech Membela Nabi Muhammad
(saw)
Ada yang luput dari perhatian media massa
soal pembelaan terhadap Nabi Muhammad
(saw). Yang umum adalah demo, barisan
manusia yang bergerak, mengacungkan
pamflet dan teriakan yang hingar-bingar.
Mungkin ini yang menjadi selera media
sehingga dianggap sebagai laporan utamanya.
Sementara di seberang sana, lautan manusia
yang konsisten (istiqamah) memuji dan
bershalawat kepada Nabi Muhammad (saw)
justeru luput dari mata media. Pun mereka
bershalawat memang tidak untuk "nampang".
Bahkan liputan dianggap mengganggu
keikhlasan bershalawat. Cara ini yang
ditempuh Habib Syech Abdul Qadir Assegaf—
yang biasa disebut Habib Syech dari Surakarta,
Jawa Tengah.
Majelis Shalawat Habib Syech adalah
fenomena saat ini. Kalau dalam istilah dan
pujian orang-orang tua, beliau dianugrahi
"suara Nabi Dawud". Konon kalau Nabi Dawud
mendaras pujian pada Tuhan, semilir angin
berhenti, ranting bergeming, burung-burung
menyimak tak berkicau. Suara Habib Syech
menyihir pendengarnya, mengikuti bacaan
shalawat yang dilantunkan yang semuanya
sudah dihafal. Jemaah dan santri Habib Syech
membentuk Syecher Mania Club (SMC),
jejaring fans club anak-anak muda yang
maniak shalawat.
Suara Habib Syech empuk dan merdu, dengan
ciri khas cengkok yang aduhai membuat
pendengarnya menggigil bak tersengat demam
rindu yang membara. Bacaan shalawatnya
yang paling terkenal Salamu-l Mubin kini
menjadi penghantar orang shalat selepas
adzan. Terdengar di langgar dan masjid yang
umumnya selepas adzan Maghrib.
Shalawat dibaca bukan hanya karena dianggap
kewajiban agama dalam bacaan shalat, juga
berguna untuk menawar penyakit hati,
meneguhkan iman dan menguatkan
keramahan. Shalawat identik dengan damai
dan perdamaian. Di Mesir saya sering melihat
kalau ada dua orang bertikai di jalanan, akibat
benturan tidak sengaja, orang yang berpapasan
akan menghampiri mereka yang bertikai itu
dan berseru shalluu ala-n Nabi
(bershalawatlah pada Nabi). Shalawat adalah
penawar kemarahan dan kebencian. Yang
bertengkar pun buru-buru mengucapkan
shalawat, mulai sadar diri, dan mereka
berdamai yang tak jarang diakhiri dengan
pelukan.
Bacaan shalawat memang mengandung
keintiman dan kemesraan dengan Nabi. Para
penganggit shalawat dan pembacanya
memandang Nabi Muhammad sebagai kekasih
dan pujaan yang membuat mabuk dan tergila-
gila. Majelis Habib Syech pun bernama Ahbab
al-Musthafa yang artinya “Para Pencinta Nabi
Muhammad (saw)”.
Perhatikan juga terjemahaan dari shalawat
Sholatun Bi Salam Mubin yang kini terkenal,
Doa dan salam yang terang / untukmu Rinduku
titik (dari semua) penetapan / Nabi adalah
asal-muasal dari penciptaan / Dari zaman
“Kun Fayakun”Wahai Rinduku / Wahai kau
yang datang sebagai pengingat kebenaran /
Penolong dan petunjuk jalan kebenaran/ Wahai
utusan Allah yang wajahnya memancar
cahaya / Wahai yang datang dengan
kebenaran yang terang/ Shalawat tiada henti
tercurah kepadamu/bagaikan wewangian
semerbak yang terhadiahkan untukmu.
Habib Syech melantukan pelbagai shalawat
yang rata-rata sudah dihafal oleh masyarakat
pencinta shawalat. Misalnya Shalawat Badar
yang terkenal di kalangan NU yang disusun
Kiai Ali Manshur dari Banyuwangi. Kutipan
dari Qasidah Burdah yang dianyam al-Bushiri
sebagai hadiah kepada Rasulullah (saw)
karena ia sembuh dari sakitnya setelah
didatangi oleh Nabi Muhammad. Ya Rabbi bil
Mushthafa balliqh maqâshidana/wa-ghfir lana
ma madla ya wasi’a-l karami Tuhanku dengan
(perantara) ia yang Terpilih (Nabi Muhammad
saw) sempurnakan tujuan-tujuan kami/ampuni
dosa-dosa kami yang lalu, wahai Kau yang
Maha Mulia.
Shalawat-shalawat lain yang dibaca dipetik
dari al-Barzanji, al-Dibâ’î, dan lain-lainnya.
Termasuk kidung-kidung berbahasa Jawa yang
berisi ajakan menyambut panggilan moral
agama yang luhur, mengabdi pada Allah dan
Rasul-nya dan berbuat baik terhadap sesama.
Dalam kidung ini juga mengandung sindiran-
sindiran halus bagi mereka yang lupa diri.
Bacaan yang juga masyhur dari Habib Syech
adalah “Syi’ir Tanpo Waton” yang dikenal
“Shalawat Gus Dur”. Ternyata syiir ini
karangan Gus Nidzom as-Shofa dari Krian,
Sidoarjo. Gus Nidzom memiliki suara yang
mirip dengan suara Gus Dur, berat dan serak.
Akeh kang apal Qur’an Haditse, seneng
ngafirke marang liyane, kafire dewe dak
digatekke, yen isih kotor ati akale—Banyak
yang hapal Qur’an dan Haditsnya, senang
mengkafirkan orang lain, tapi kafirnya sendiri
tak dihiraukan, jika masih kotor hati dan
akalnya.
Siapa pun yang hadir dalam majelis Habib
Syech akan merasakan limpahan energi yang
positif. Mendengarkan lantunan shawalat-
shawalat yang dibawakannya menyegarkan
rasa dan fikiran. Suara merdu Habib Syech
melekat dalam ingatan yang membedakannya
dari tokoh agama yang posternya hanya
menancap di baleho-baleho pinggir jalan.
Bagai deru ombak dan angin di lautan yang
luas, alunan shalawat tak menghiraukan dan
mampu meredam kesumbangan suara
terhadap Rasulullah. Hinaan itu seperti
teriakan orang yang mencoba cari perhatian di
pantai, tak terdengar sama sekali.
Nabi Muhammad (saw) yang dipercaya
sebagai Rasul Allah oleh lebih 1.6 milyar
orang di dunia, yang mayoritas membaca
syahadat kerasulan Muhammad dan shalawat
padanya lima waktu sehari semestinya mampu
meredam dan tak hirau dengan cemoohan
yang datang dari satu, dua orang pelaku yang
bodoh.
Gerakan shalawat yang dibawakan oleh Habib
Syech dan majelis-majelis shalawat lainnya
adalah lautan yang menunjukkan keagungan,
kemuliaan, dan cinta pada Nabi Muhammad
yang tak bisa mudah berubah, meskipun ada
orang yang mencoba-coba misalnya meludah
ke dalam lautan. Cahaya ajaran Rasulullah
(saw) pun tak kan bisa dihalang-halangi,
karena kekuatan cahaya itu, seperti dalam
kutipan al-Barzanji—kau matahari, kau bulan
purnama, kau cahaya di atas cahaya.
Mohamad Guntur Romli
Sumber: GATRA edisi 51, 25-31 Oktober 2012


0 komentar:

Posting Komentar