Pengikut

Kamis, 30 Juli 2015

Mengenal ASWAJA (Ahlisunnah wal jamaah) bersama Habib Alwi

Oleh :  Habib Alwi Ba'alawy "karawang"
TENTANG  ASWAJA


{AHLISSUNNAH WAL-JAMA’AH}
( F.RZ.073.72 )
Asal usul ASWAJA
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : "إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي". (رواه الترمذي)
وهو صحيح ومتواتر (فيض القدير, ج 2, ص 21)
Dari Abdullah bin Amr RA, bekata: "Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya umat Bani Isra'il terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan yang akan selamat." Para sahabat bertanya: "Siapa satu golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran sahabatku.“ (HR. Al-Tirmidzi)
قَالَ اِبْنُ عَبَّاسٍ t فيِ قَوْلِهِ تَعَالىَ: يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ (سورة: آل عمران:106), فَأَمَّا الَّذِيْنَ ابْيَضَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَأُولُو الْعِلْمِ, وَأَمَّا الَّذِيْنَ اسْوَدَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَأُولُو الْعِلْمِ, وَأَمَّا الَّذِيْنَ اسْوَدَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ الْبِدْعَةِ وَالضَّلَالَةِ.(شرح اصول الاعتقاد اهل السنة والجماعة, ج2 ص92)
Ibn Abbas t berkata ketika menafsirkan firman Allah: “Pada hari yang diwaktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS. Ali Imran: 106). “adapun orang-orang yang wajahnya putih berseri adalah pengikut ahlussunnah wal-jama’ah dan orang-orang yang berilmu. Sedangkan orang-orang yang wajahnya hitam muram, adalah pengikut bid’ah dan kesesatan.” (Syarh Ushul I’tiqd Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, Juz 2, hal.92)
Makna Ahlussunnah Wal-Jama’ah
Ahlun bermakna:
1.Keluarga (اَهْلُ الْبَيْت, keluarga dalam rumah tangga)
2.Pengikut (اَهْلُ  السُّنَّة, pengikut sunnah)
3.Penduduk (اَهْلُ الْجَنَّةِ, penduduk surga)
Makna: al-Sunnah
السُّنَّةُ لُغَةً الطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةٍ، وَشَرْعًا اِسْمٌ لِلطَّرِيْقَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْمَسْلُوكَةِ فِي الدِّيْنِ سَلَكَهَا رَسُوُلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسلم أَوْ غَيْرُهُ مِمَّنْ هُوَ عَلَمٌ فِي الدِّيْنِ كَالصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، لِقَوله صَلَّى اللهُ عّلَيْهِ وَسَلَّم: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ َبَعْدِي، وَعُرْفًا مَا وَاظَبَ عَلَيْهِ مُقْتَدًى نَبِيًا كَانَ أَوْ وَلِيًّا، وَالسُّنِّيُّ مَنْسُوْبٌ إِلَى السُّنَّةِ اهـ (حَضَرَةُ الشَّيْخِ مُحَمَّد هَاشِمْ أَشْعَرِي، رسالة أهل السنة والجماعة ص/5).
Makna al-Sunnah
a.Menurut bahasa: Jejak dan langkah
b.Secara syar’i: Jejak yang diridhai Allah SWT dan menjadi pijakan dalam agama, yang pernah ditempuh oleh Rasulullah SAW atau orang yang menjadi panutan dalam agama seperti sahabat
c.Secara ‘urfi (tradisi): Ajaran yang dilalui oleh seorang panutan dalam agama, seperti nabi atau wali.
(Risalah Ahl al-Sunnah Wal al-Jama’ah hal.5)
Makna: al-Jama’ah Menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani
وَالْـجَمَاعَةُ مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ فىِ خِلَافَةِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ
(الغنية لطالبي طريق الحق, 80/1)
Al-Jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi r pada masa Khulafaur Rasyidin yang empat, yang telah diberi hidayah oleh Allah SWT (Mudah-mudahan Allah memberi Rahmat kepada mereka semua). (al-Gunyah li Thalibi Thariq al-haqq, juz 1 hal. 80)
Makna: al-Jama’ah
Makna al-Jama’ah: menjaga kekompakan, kebersamaan dan kolektifitas, kebalikan dari kata al-furqah (golongan yang berpecah belah).
Dikatakan al-jama’ah, karena golongan ini selalu memelihara kekompakan, kebersamaan dan kolektifitas terhadap sesama. Meskipun terjadi perbedaan pandangan di kalangan sesama mereka, perbedaan tersebut tidak sampai mengkafirkan, membid’ahkan dan memfasikkan orang yang berbeda diantara sesama ahlussunnah wal jamaah.
Mengikuti Ijma’ Ulama
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلاَلَةٍ، وَيَدُ اللهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلىَ النَّارِ
رواه الترمذي (2167) والحاكم (1/115)، وهو صحيح بطرقه وشواهده.
TRADISI MASYARAKAT INDONESIA
TAHLIL dan SELAMATAN TUJUH HARI
AL-QUR’AN MENGANJURKAN BERDO’A UNTUK ORANG YANG TELAH WAFAT
SEKALIGUS MENJELASKAN BAHWA UKHUWAH ISLAMIYAH TIDAK TERPUTUS KARENA KEMATIAN
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ  [الحشر/10]
"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo'a, "Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan orang-orang yang wafat mendahului kami  dengan membawa iman. Dan janganlah Engkau memberikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.“ (QS. Al-Hasyr: 10)
PAHALA SEDEKAH SAMPAI PADA ORANG YANG TELAH WAFAT
عَنْ عاَ ئِشَةَ أَنَّ رَجُلاً أَ تَى النَّبِيَّ صَلَّى الله عليه وسلِّم فَقَالَ , يَا رَسُولَ الله إِنَّ اُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُـهَا وَلَمْ تُوصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ اَفَلَهَا اَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ (رواه مسلم, 1672 )
"Dari 'Aisyah-radhiyallahu 'anha, "Seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, "Ibu saya meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga jika ia dapat berwasiat, tentu ia akan berwasiat untuk bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya? "Nabi SAW menjawab, "Ya"." (HR. Muslim, [1672])
SEDEKAH BISA BERUPA DZIKIR ATAU TAHLIL
عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ rقَالُوا للنَّبِيِّ صلى الله عليه وسـلم يَارَسُـولَ الله ذَهَبَ أَهْلُ الدُّ ثُّورِ باْلأُجُوْرِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَ يَتَصَدَّ قُونَ بِفُضَولِ أَمْوَا لِهِمْ قَالَ أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً  وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً (رواه مسلم, 1674).
"Dari Abu Dzarr t, ada beberapa sahabat bertanya kepada Nabi r, "Ya Rasulullah, orang-orang yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seperti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi r menjawab, "Bukankah Allah I telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap bacaan La ilaaha Illallah adalah sedekah." (HR. Muslim,[1674]).
SELAMATAN TUJUH HARI KEMATIAN
عَنْ سُفْيَانَ قَالَ طَاوُوْسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُّطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ الْاَيَّامَ. (رواه الإمام أحمد في كتاب الزهد, الحاوي للفتاوى, 2/178)
“Dari Sufyan, berkata, “Imam Thawus berkata, “sesungguhnya orang yang meninggal akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, oleh karena itu mereka (kaum salaf) menganjurkan bersedekah makanan yang pahalanya untuk keluarga yang meninggal selama tujuh hari tersebut.” (HR. al-Imam Ahmad dalam kitab al-Zuhud, al-Hawii Lilfataawi juz 2, hal. 178)
Sebagian Tradisi Memberi
Makan Kepada Penta’ziah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَيُّ اْلإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعَامَ, وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لاَ تَعْرِف
(صحيح البخاري, رقم 11)
Dari Abdullah bin Amr RA, ada seorang laki-laki bertanya pada Nabi SAW, “Perbuatan apakah yang paling baik di dalam ajaran orang islam?” Rasulullah SAW menjawab, “menyuguhkan makanan dan mengucapkan salam, baik kepada orang yang engkau kenal atau tidak” (HR. al-Bukhari)
Sunnah saling bersedekah makanan
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ (رواه مسلم:4785)
“Dari Abi Dzarr RA ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Abu Dzar, jika kamu memasak kuah, maka perbanyaklah airnya, dan bagi-bagikanlah kepada tetanggamu.” (Shahih Muslim, 4785)
قَالَ شَيْخُنَا الْعَارِفُ الشَّعْرَاوِي: كَانَ التَّابِعُوْنَ يُرْسِلُوْنَ الْهَدِيَّةَ لِأَخِيْهِمْ وَيَقُوْلُوْنَ نَعْلَمُ غِنَاكَ عَنْ مِثْلِ هَذَا وَإِنَّمَا أَرْسَلْنَا ذَلِكَ لِتَعْلَمَ أَنَّكَ مِنَّا عَلَى بَالٍ (المناوى، فيض القدير،  ج 3 ص273)
“Syaikh kami al-Arif al-Sya’rawi menyatakan bahwa para tabi’in memiliki kebiasaan memberikan hadiah kepada saudara-saudaranya. Mereka berkata, “Kami tahu bahwa engkau tidak membutuhkan benda yang kami berikan ini. tapi kami memberikannya kepadamu agar kamu tahu bahwa kami masih peduli dan menganggapmu sebagai sahabat.” (Faidh al-Qadir, juz III, hal 272)
Sayyidina Umar  RA memerintahkan agar menyuguhkan makanan kepada penta’ziahnya
وَعَنِ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ: حِيْنَ طُعِنَ عُمَرُ أَمَرَ صُهَيْبًا أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثَلَاثًا, وَأَمَرَ بِأَنْ يَجْعَلَ لِلنَاسِ طَعَامًا, (ذكر الحافظ ابن حجر في كتابه "المطالب العالية في زوائد المسانيد الثمانية" (1/199), وقال إسناده حسن )
Dari al-Ahnaf bin Qais dia berkata: ketika sayyidina Umar RA menjelang wafat (karena ditikam dengan pisau oleh Abu lu’lu’ah al-Majusi) beliau menugas Suhaib untuk melaksanakan shalat dengan orang banyak tiga kali dan memerintahkan agar menyuguhkan makanan untuk mereka. (dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab al-Mathalib al-’Aliyah, Juz I, hal. 199, dengan sanad yang hasan)
MENGANTAR JENAZAH DENGAN MEMBACA TAHLIL
عن ابن عمر رضي الله عنه, قَالَ لَمْ نَكُنْ نَسْمَعُ مِنْ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَهُوَ يَمْشِي خَلْفَ الْجَنَازَةِ, إِلَّا قَوْلُ: لَا إِلَهَ إِلَّا الله, مُبْدِيًّا, وَرَاجِعًا. أخرجه ابن عدى في الكامل. (نصب الراية في تخريج أحاديث الهداية, 2/ 212)
Ibn Umar RA berkata, “Tidak pernah terdengar dari Rasulullah SAW ketika mengantarkan jenazah kecuali ucapan: La Ilaaha Illallah, pada waktu berangkat dan pulangnya” (HR. Ibnu ‘Adi)
TALQIN MAYYIT
وَأَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيْرِ وَابْنُ مَنْدَةَ عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ: "إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ, فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ, فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ, ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلاَن َبِنْ فَلاَنَةْ, فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلاَ يُجِيْبُ, ثُمَّ يَقُوْلُ: يَا فُلاَنَ بِنْ فَلاَنَةَ, فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا, ثُمَّ يَقُوْلُ: يَا فُلاَنَ بِنْ فُلاَنَةَ, فَإِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللهُ, وَلَكِنْ لاَ تَشْعُرُوْنَ, فَلْيَقُلْ: اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةُ اللهِ أَنْ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ, وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا, وَبِاْلاِسْلاَمَ دِيْنًا, وَبِمُمَحَمَّدٍ نَبِيَّا, وَبِالْقُرْآنَ إِمَامًا, فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ, وَيَقُوْلُ: انْطَلِقْ بِنَا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ, فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا", فَقَالَ رَجُلٌ: يَارَسُوْلَ اللهِ, فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ: فَيَنْسُبُهُ اِلَى حَوَّاءَ, يَا فُلاَنَ بِنْ حَوَّاءَ". (الشيخ محمد بن عبد الوهاب النجدي, أحكام تمني الموت ص 19)
“Al-Thabrani telah meriwayatkan dalam Al-Muj’am al-Kabir dan Ibn Mandah, dari Abu Umamah dari Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang saudaramu meninggal dunia, lalu kalian meratakan tanah di atas makamnya, maka hendaklah salah seorang kamu berdiri di bagian kepalanya dan katakanlah, “Wahai fulan bin fulanah”, maka sesungguhnya ia mendengar tapi tidak menjawab panggilan itu. Kemudian katakan, “Wahai fulan bin fulanah”, maka ia akan duduk dengan sempurna. Kemudian katakan, “Wahai fulan bin fulanah”, maka sesungguhnya ia berkata, “Berilah kami petunjuk, semoga Allah mengasihimu”, tetapi kalian tidak merasakannya. Lalu katakan, “Ingatlah janji yang kamu pegang ketika keluar dari dunia, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, bahwa Muhammad utusan Allah, bahwa kamu rela menerima Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi dan Al Qur’an sebagai pemimpin.” Maka pada saat itu, Malaikat Munkar dan nakir akan saling berpegangan tangan dan berkata, “Mari kita pergi. Kita tidak duduk di samping orang yang telah dituntun jawabannya.” Nantinya Allah akan memberikan jawaban terhadap  kedua malaikat itu.” Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, jika Ibu mayit itu tidak diketahui?” Beliau menjawab, “Nisbatkan kepada Hawwa, “Wahai fulan bin hawwa”. (Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Al-Najdi, Ahkam Tamanni Al-Maut, hal 19)
ZIARAH KUBUR
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا (رواه ومسلم، رقم 594)
“Rasulullah SAW bersabda: aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah” (HR. Muslim [594])
 
قَالَ اِبْنُ حَزَمٍ اِنَّ زِيَارَةَ الْقُبُوْرِ وَاجِبَةٌ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً فِى الْعُمْرِ لِوُرُوْدِ اْلاَمْرِ بِهِ (العسقلانى، فتح البارى، ج 3 ص 188)
Kata Ibn Hazm wajib ziarah kubur walaupun sekali seumur hidup, karena adanya perintah tentang hal itu .( fathul bari juz 3 hal 188)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَال زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ (رواه مسلم رقم 2304)
“Dari Abi Hurairah, berkata bahwa Rasulullah SAW berziarah ke pesarean ibundanya dan beliau menangis serta membuat orang di sekitarnya menangis” (HR. Muslim [2304])
Ziarah ke makam wali merupakan tradisi ulama salaf
سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ يَقُوْلُ: اِنِّي لِأَتَبَرَّكُ بِأَبِي حَنِيْفَةَ وَأَجِيْءُ اِلَى قَبْرِهِ فِي كُلِّ يَوْمٍ فَإِذَا عُرِضَتْ لِي حَاجَةٌ صَلَيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَجِئْتُ اِلَى قَبْرِهِ وَسَأَلْتُ اللهَ تَعَالَى الْحَاجَةَ عِنْدَهُ.(تاريخ بغداد,ج1 ص122)
Saya mendengar Imam Syafi’i RA berkata: “Sesungguhnya aku mengambil barakah dari Imam Abu Hanifah dan aku berziarah ke makamnya setiap hari. Jika aku dihadapkan pada suatu kebutuhan, aku shalat dua rakaat kemudian mendatangi makam beliau, dan memohon kepada Allah SWT untuk mengabulkan kebutuhanku.” (Tarikh Baghdad, juz 1 hal 122)
QUUNUT
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا.
(رواه أحمد والدارقطني).
“Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik t. Beliau berkata, “Rasulullah  r senantiasa membaca qunut ketika shalat subuh sehingga beliau wafat.” (Musnad Ahmad bin Hanbal, juz III, hal. 162 [12679], Sunan al-Daraquthni, juz II, hal. 39 [9]).
Sanad hadits ini shahih sehingga dapat dijadikan pedoman. Imam Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ menegaskan:
حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ رَوَاهُ جَمَاعَةٌ مِنَ الْحُفَّاظِ وَصَحَّحُوْهُ وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى صِحَّتِهِ اْلحَافِظُ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍ الْبَلْخِي، وَالْحَاكِمُ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ فِي مَوَاضِعَ مِنْ كُتُبِ الْبَيْهَقِي وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِي مِنْ طُرُقٍ بِأَسَانِيْدَ صَحِيْحَةٍ (المجموع ج 3 ص 504).
“Hadits tersebut adalah shahih. Diriwayatkan oleh banyak ahli hadits dan mereka kemudian menyatakan kesahihannya. Di antara orang yang menshahihkannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi serta al-Hakim Abu Abdillah di dalam beberapa tempat di dalam kitab al-Baihaqi. Al-Daraquthni juga meriwayatkannya dari berbagai jalur sanad yang shahih.” (Al-Majmu’, juz III, hal. 504).
MEMAHAMI TAWASSUL
Definisi Tawassul
طَلَبُ حُصُوْلِ مَنْفَعَةٍ أَوْ انْدِفَاعِ مَضَرَّةٍ مِنَ اللهِ بِذِكْرِ اسْمِ نَبِيِّ أَوْ وَلِيٍّ إِكْرَامًا لِلْمُتَوَسَّلِ بِهِ (العبدري, الشرح القويم, ص 378)
“Memohon datangnya manfaat (kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah SWT dengan menyebut nama seorang Nabi atau Wali untuk memuliakan (ikram) keduanya.” (Al-Hafizh Al-‘Abdari, Al-Syarh Al-Qiyam, Hal.378)
Dasar-Dasar Tawassul dari Al Qur an
وَاسْتَعِيْنُوا بِالصَّبْرِ وَالصَلاَةِ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِيْنَ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (QS. Al-Baqarah: 45)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al-Maidah: 35)
DASAR-DASAR IBADAH
  di Bulan Suci Ramadlan
Anjuran ziarah kubur (menyekar)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
(رواه ومسلم، رقم 594)
“Rasulullah SAW bersabda: aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah” (HR. Muslim [594])
قَالَ اِبْنُ حَزَمٍ اِنَّ زِيَارَةَ الْقُبُوْرِ وَاجِبَةٌ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً فِى الْعُمْرِ لِوُرُوْدِ اْلاَمْرِ بِهِ
(العسقلانى، فتح البارى، ج 3 ص 188)
Kata Ibn Hazm wajib ziarah kubur walaupun sekali seumur hidup, karena adanya perintah tentang hal itu. (Fathul Bari juz 3 hal 188)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَال زَارَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ (رواه مسلم رقم 2304)
“Dari Abi Hurairah, berkata bahwa Rasulullah SAW berziarah ke pesarean ibundanya dan beliau menangis serta membuat orang di sekitarnya menangis” (HR. Muslim [2304])
Saling memberi hadiah ( Ateran ) adalah tradisi ulama salaf (Tabi’in)
قَالَ شَيْخُنَا الْعَارِفُ الشَّعْرَاوِي: كَانَ التَّابِعُوْنَ يُرْسِلُوْنَ الْهَدِيَّةَ لِأَخِيْهِمْ وَيَقُوْلُوْنَ نَعْلَمُ غِنَاكَ عَنْ مِثْلِ هَذَا وَإِنَّمَا أَرْسَلْنَا ذَلِكَ لِتَعْلَمَ أَنَّكَ مِنَّا عَلَى بَالٍ (المناوى، فيض القدير،  ج 3 ص273)
“Syaikh kami al-Arif al-Sya’rawi menyatakan bahwa para tabi’in memiliki kebiasaan memberikan hadiah kepada saudara-saudaranya. Mereka berkata, “Kami tahu bahwa engkau tidak membutuhkan benda yang kami berikan ini. tapi kami memberikannya kepadamu agar kamu tahu bahwa kami masih peduli dan menganggapmu sebagai sahabat.” (Faidh al-Qadir, juz III, hal 272)

Selasa, 21 Juli 2015

Mari Peduli Muslim di Tolikara bersama Al Bahjah

AL-BAHJAH PEDULI TOLIKARA


Kaum Muslimin Muslimat, mari bantu saudara sesama Muslim kita di Tolikara Papua, terkait tragedi / konflik yang melanda mereka beberapa waktu yang lalu, mereka kehilangan Masjid dan tempat – tempat usaha mereka. Mari bantu, sebagai wujud kepedulian kita sebagai sesama Muslim.
Silahkan bisa salurkan bantuan Anda melalui :
Bank BJB Syari’ah
No. Rek. 7010206006661
Kode Bank 425 a/n Yayasan Al Bahjah
Mohon Konfirmasi Setelah Transfer Via SMS, ketik :
Tolikora (spasi) Jumlah Transfer dan Kirim Ke 085311222225
Uluran tangan kita sungguh sangat dibutuhkan mereka..
Sampaikan kepada yang lain, Rosulullah Saw bersabda yang artinya :
“Barang siapa yg menunjukkan suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya” (HR. Imam Muslim

Sabtu, 18 Juli 2015

Beginilah Seharusnya Cara Berdakwah di Papua



Berawal dari membaca tokoh perubahan Republika, saya langsung penasaran dengan Ustad Fadzlan Garamatan  yang telah mengislamkan sekitar 220 suku di papua dengan berdakwah ke daerah pelosok papua. Dan sampailah surfing saya ke website resmi yayasan beliau AFKN dan artikel beliau di FBRENUNGAN N KISAH INSPIRATIF Dari kedua sumber tersebut saya kutip kembali di sini. Sungguh sangat menakjubkan kisahnya, karena saking kagumnya saya jadi bingung bagian mana dari cerita ini yang dipotong, karena sangat sayang untuk dilewatkan :)
Dan ini saya kutip dari FB RENUNGAN N KISAH INSPIRATIF:
Pria ini bernama M Zaaf Fadlan Rabbani Al-Garamatan. asli Irian, berkulit gelap, berjenggot kemana-mana memilih membalut tubuhnya dengan jubah.
Lahir dari keluarga Muslim, 17 Mei 1969 di Patipi, Fak-fak, sejak kecil dia sudah belajar Islam. Ayahnya adalah guru SD, juga guru mengaji di kampungnya.
Pengetahuan ilmu agamanya kian dalam ketika kuliah dan aktif di berbagai organisasi keagamaan di Makassar dan Jawa. Anak ketiga dari tujuh bersaudara ini akhirnya memilih jalan dakwah. Dia mendirikan Yayasan Al Fatih Kaaffah Nusantara. Melalui lembaga sosial dan pembinaan sumber daya manusia ini, Ustadz Fadlan begitu ia kerap disapa mengenalkan Islam kepada masyarakat Irian sampai ke pelosok. Dia pun mengembangkan potensi dan sumber daya yang ada, mencarikan kesempatan anak-anak setempat mengenyam pendidikan di luar Irian.
== Curhat Ust.Fadlan ==
Dikisahkan oleh Ust.Fadlan bahwa orang-orang muslim di Indonesia, masih terbersit opini bentukan penjajah bahwa di wilayah Indonesia Timur, terutama Papua, banyak penduduknya yang non muslim masih melekat. Hal itu pernah ia buktikan kala mengisahkan pengalamannya saat Ust.Fadlan masuk kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar di tahun 80’an. Dia pernah diusir oleh dosen agama Islam hanya karena berkulit hitam dan berambut keriting. Tapi sebelum keluar, dia sedikit protes dengan mengajukan empat pernyataan.
”Apakah agama Islam hanya untuk orang berkulit putih, Jawa, Bugis atau untuk semua orang yang hidup di dunia? Siapa sahabat nabi shallallahu `alaihi wasallam yang berkulit hitam dan berambut keriting namun merdu suaranya? Siapa saja yang ada dikelas ini yang bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar?” tandasnya.
Ditanya seperti itu, sang dosen hanya menanggapi pertanyaan yang ke-3 saja. Ternyata, dari 47 mahasiswa yang hadir, hanya tujuh orang yang bisa. Salah satunya adalah orang yang berkulit hitam dan berambut keriting tersebut. Langsung saja Ustadz Fadlan mendapat kesempatan memberi nasehat kepada semua yang di kelas yang tadi mau mengusirnya. Selama dua jam dia memberi nasehat, sehingga mata kuliah agama hari itu selesai.
Dosennya pun langsung menyatakan Ustadz Fadlan lulus dengan nilai A di hari pertama masuk kelas agamalah. Karena, selain puas dengan nasihat Ustadz Fadlan yang menyatakan jangan merasa bangga hanya karena beda warna kulit atau lainnya, Fadlan mampu membaca Alqur’an (salah satu kemuliaan agama Islam) dengan baik dan benar.
Mulai Berdakwah
Lulus sebagai sarjana ekonomi, Fadlan tidak memilih untuk menjadi pegawai negeri atau pengusaha, tapi Da’i, penyeru agama Islam dan mengangkat harkat martabat orang Fak-fak, Asmat, dan orang Irian lainnya. Dia tidak setuju kalau orang-orang ini dibiarkan tidak berpendidikan, telanjang, mandi hanya tiga bulan sekali dengan lemak babi, dan tidur bersama babi. Semua penghinaan itu hanya karena alasan budaya dan pariwisata. ”Itu sama saja dengan pembunuhan hak asasi manusia” katanya.
Dia pun berjuang dan berdakwah untuk semua itu. Tempat yang pertama kali dikunjungi adalah lembah Waliem, Wamena. Dengan konsep kebersihan sebagian dari iman, Fadlanmengajarkan mandi besar kepada salah satu kepala suku. Ternyata ajaran itu disambut positif oleh sang kepala suku. ”Baginya mandi dengan air, lalu pakai sabun, dan dibilas lagi dengan air sangat nyaman dan wangi,” jelasnya.
Selain itu pula, beliau bersama dengan Badan Wakaf Qur’an beberapa tahun lalu pernah mengusahakan agar masyarakat di Papua mengupayakan mendapatkan Al-Qur’an untuk di tadaburi, dan juga pembangunan tenaga Listrik Mikro Hidro (sumber air yang berlimpah) agar dapat memberdayakan masyarakat disana jika listrik telah di pasang.
Itulah beberapa sekelumit kisah perjuangan seorang da’i yang tidak kenal lelah untuk mengenalkan masyarakat di sekitarnya untuk mengenal sang Pencipta. Subhanallah!!
————————
Yang ini saya kutip dari website AFKN yang merupakan wawancara dengan suara HIdayatullah
Cita-citanya sungguh mulia, yaitu mendengar suara azan Shubuh berkumandang di seantero tanah Papua alias Irian, sehingga mampu “membangunkan” kaum Muslimin di Indonesia. Berbagai upaya pun dilakukan.
Hasilnya: 900-an masjid telah tersebar di Papua, ribuan orang dimandikan secara massal, diajari cara berpakaian, dikhitan, kemudian dituntun mengucapkan kalimah syahadat.
Saat ini 1.400 anak asli Papua telah disekolahkan gratis. Awalnya dimasukkan ke berbagai pesantren di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi, kemudian menempuh jenjang perguruan tinggi, dalam dan luar negeri. Ratusan di antaranya tengah menempuh jenjang S-1, dan sudah ada 29 orang yang menggondol gelar S-2.
Data di atas hanyalah sedikit dari prestasi yang diukir para da’i Yayasan Al-Fatih Kaafah Nusantara (AFKN). Lembaga ini dikomandani pria gagah bernama M Zaaf Fadzlan Rabbani Al-Garamatan (40).
Data di atas hanyalah sedikit dari prestasi yang diukir para da’i Yayasan Al-Fatih Kaafah Nusantara (AFKN). Lembaga ini dikomandani pria gagah bernama M Zaaf Fadzlan Rabbani Al-Garamatan (40).
Dakwah di Papua memang istimewa. Tantangan alam begitu berat. Kultur dan kebiasaan masyarakat pun tak mudah ditaklukkan. Biayanya tinggi. Belum lagi harus berpacu dengan misionaris, yang selama ini sukses mencitrakan Papua identik dengan Kristen.
“Namun berdakwah di wilayah seperti itu luaarr biasa nikmatnya!” ujar Fadzlan dengan mata berbinar.
Nikmat, sehingga pria kelahiran Fak-Fak ini senantiasa menyunggingkan senyum meski harus jalan kaki berhari-hari demi menemui warga binaan. Bahkan tetap tersenyum mendakwahi seseorang yang telah tega memanahnya sehingga siku tangan kanannya berdarah-darah.
Perbincangan berlangsung di markas AFKN di Bekasi (Jawa Barat), suatu sore ketika hujan rintik-rintik, ditemani manisan pala, sagu, teh manis, serta kerupuk ubi suku abun Sorong yang rasanya benar-benar khas.
Apa kabar Ustadz?
Alhamdulillah. Maaf Anda terpaksa menunggu. Saya baru pulang dari (Pelabuhan) Tanjung Priok, mengirim sabun, sarung, mukena, Al-Qur`an, sajadah, dan pakaian ke Papua. Kemudian ke Departemen Agama, mengurus pengangkatan tenaga penyuluh agama.
Seberapa sering pengiriman bantuan semacam itu dilakukan?
Paling tidak seminggu dua kali. Setahun kami kirim sekitar 29 ton pakaian layak pakai. Orang-orang PT Pelni sampai komentar, “Pak Fadzlan ini kerjaannya ngurusin pakaian bekas melulu.” Biar saja, memang kenyataannya begitu.
Dakwah saya di berbagai majelis taklim di Jakarta, akhirnya ya urusan sabun dan pakaian. Saya bilang, “Daripada pakaian Anda dibuang-buang, kirimlah kepada saya.”
Barang kiriman itu bertruk-truk. Bahkan AFKN (atas kerjasama dengan instansi pemerintah) pernah mengirim belasan sepeda motor untuk keperluan operasional para da’i. Pelabuhan pun kami buat sibuk. He…he…
Mengapa barang-barang semacam itu penting bagi kaum Muslimin Papua?
Sebelum berdakwah, kami mempelajari medan dulu untuk mengetahui kebutuhan masyarakat. Apa maunya, akan dibawa ke mana, lalu kami tawarkan konsep. Kalau tidak ada listrik, kami bikin listrik. Tidak ada air bersih, bikin sarana air bersih. Perlu pakaian, kami drop dari Jakarta, lengkap dengan mesin jahitnya sehingga mereka bisa berkarya.
Seperti apa gambaran kondisi masyarakat binaan Anda sehingga memerlukan hal-hal di atas?
Telepon mereka adalah nyamuk, listriknya cahaya bulan dan matahari. Mandi dan pakaian pun baru dikenalnya. Tentang kondisi alam, semua orang tahulah bagaimana Irian.
Kami lalu peragakan Islam, perilakunya, aturannya. Setelah mereka lihat, kemudian bertanya-tanya. Misalnya ketika kami shalat, mereka perhatikan mulai dari takbiratul-ihram, ruku’, sujud, sampai salam. Kami jelaskan dengan bahasa sederhana.
Penjelasan seperti apa?
Mereka bertanya, “Kenapa Anda angkat tangan dan mulutnya bicara-bicara?” Saya jelaskan bahwa bapak dan ibu kami beragama Islam. Kami diperintah oleh Tuhan kami, AllahSubhanahu wa Ta’ala, dalam satu hari lima kali menghadap-Nya. Ketika mengangkat tangan itu, kami menyebut Allah Maha Besar. Dia yang pantas dibesarkan, sementara kami ini nggak ada maknanya.
Mereka bertanya lagi, “Kenapa membungkukkan badan?” Supaya menyaksikan bahwa Allah menyediakan kekayaan alam di bumi. Ada batu, pohon, sayur, ikan. Ketika mengambil kekayaan alam, manusia tidak boleh sombong dan merusak, maka kami menunduk.
“Kenapa mencium papan?” Di pedalaman, kami membuat tempat shalat di panggung, karena banyak babi berseliweran seperti mobil di Jakarta. Kami sujud, agar bisa menangis karena suatu hari nanti tubuh ini akan kembali dilebur dengan tanah.
“Mengapa menengok ke kanan dan kiri kemudian mulutnya bicara-bicara?” Itu salam. Setelah berkomunikasi dengan Allah, kami harus menengok ke kanan dan kiri, mungkin ada orang yang belum berpakaian, maka kami ajari berpakaian. Jika ada yang belum mandi, tugas kami mengajari mandi. Bila belum ada yang pintar, tugas kami mengajar. Tumbuhlah hubungan dengan Allah, kemudian hubungan dengan manusia di atas bumi. Terciptalah kedamaian dan keamanan.
Alhamdulillah, penjelasan semacam itu mampu mengetuk hati orang yang belum mengenal Islam. Mereka lantas bilang, “Kalau begitu, kami masuk Islam.” Ada yang bersyahadat sendiri, banyak pula yang massal.
Ketika menjumpai masyarakat yang belum berpakaian, apa yang Anda lakukan?
Pakaian memang proses awal yang agak susah. Ini sasaran dakwah yang benar-benar pemula.
Awalnya kami kenalkan celana kolor, mereka tertawa. Namun ketika mereka memakainya dan lama-lama enjoy, malah akhirnya malu melepasnya. Kami bawakan cermin. Ketika masih telanjang, mereka takut melihat bayangannya sendiri. Setelah memakai celana dan baju, mereka merasakan perubahan dalam dirinya. Ternyata lebih bagus.
Bagaimana Anda menjelaskan fungsi pakaian?
Kami kisahkan tentang Nabi Adam ‘alaihissalaam. Barangkali pakaian koteka itu seperti Adam dan Hawa yang telanjang ketika diusir dari surga. Tapi setelah ada ilmu, maka tidak boleh lagi berpakaian seperti itu. Manusia kan punya akal, bukan binatang. Lalu kami perkenalkan pakaian, cara memakai, dan semacamnya. Kini kami kewalahan memenuhi permintaan pakaian. Alhamdulillah.
Bagaimana mengajari kebiasaan mandi?
Memang mereka mandinya dengan melulur minyak babi di tubuh. Kenapa begitu? Katanya untuk menghindari nyamuk dan udara dingin.
Kami ajari mereka mandi dengan air dan sabun. Tak jarang harus mandi massal orang sekampung. Ibu-ibu keramas memakai sampo.
Pernah ada seorang kepala suku yang begitu menikmati sabun mandi. Tanpa dibilas, dia langsung keliling kampung karena merasa amat senang dengan bau wangi sabun di tubuhnya.
Kami lakukan dakwah tentang kebersihan itu dengan bertahap. Akhirnya mereka menyadari, ini anak-anak Islam ternyata lebih meyakinkan dibanding orang-orang bule yang biasa mendatanginya dengan naik pesawat.
Apa yang Anda jelaskan tentang makna kebersihan?
Misalnya tentang wudhu, kami jelaskan bahwa hidup ini harus bersih. Sebelum menghadap-Nya, kami diperintah untuk bersih dulu. Dengan demikian, ketika ber-takbiratul-ihram, Allah akan mengatakan, “Tangan kamu sudah dicuci, sudah bersih.” Mulut yang mengucap “Allahu Akbar,” juga bersih. Begitu juga bagian tubuh lainnya. Nah, kalau bapak-bapak dan ibu-ibu sudah bersih, mari tegakkan harumnya Islam di tengah-tengah kita.
Bagaimana menjelaskan aspek kebersihan dan pakaian, khususnya untuk kaum wanita?
Ini diajarkan oleh akhwat-akhwat binaan kami, yang tak kalah semangatnya di “medan tempur”, terutama bila kondisi geografisnya tidak terlampau sulit. Bahkan kami pernah dakwah dengan salon.
Maksudnya?
Ceritanya bermula dari akhwat binaan kami yang jadi karyawan salon di Mojokerto (Jawa Timur). Dia jadi familier dengan masalah kecantikan. Rambutnya di-rebounding sehingga lurus, tubuhnya (maaf) bersih.
Suatu saat dia pulang kampung ke Enarotali, Paniai, dan ceramah. Ibu-ibu kagum. Ini anak jadi cantik, lancar mengaji, bisa ceramah, tutup auratnya pake mukena. Dia katakan, perubahan fisik dan keilmuannya itu karena ajaran Islam. Akhirnya ibu-ibu bilang, “Kami mau masuk Islam tapi pingin cantik seperti kamu.”
Kami kemudian menyewa perlengkapan salon dan dibawa ke kampung itu, selama 3 bulan.Alhamdulillah, banyak yang akhirnya bersyahadat.
Bagaimana mengajarkan pemahaman tauhid kepada penganut kepercayaan animisme-dinamisme seperti di Papua?
Aspek perilaku sangat menentukan. Ada orang yang takut dengan pohon besar. Kami tunjukkan bahwa di pohon tidak ada yang perlu ditakuti. Ada komunitas yang suka berperang, maka kami jelaskan agar tidak melakukannya lagi, apalagi jika sudah sama-sama bersyahadat. Yang suka mencuri, kami larang karena itu merugikan.
Kami jelaskan hal itu mulai dari tokoh masyarakatnya, semisal kepala suku. Dia yang kemudian akan mengkampanyekan ke masyarakatnya. Bahkan kalau di situ ada misionaris, mereka sendiri yang mengusirnya. Pernah ada sekelompok masyarakat yang memasang kayu-kayu di lapangan terbang perintis agar misionaris tak bisa mendarat. Kami tidak menyuruhnya, tapi mereka sendiri yang berinisiatif melakukannya.
Pernah ada bentrok?
Banyak. Tombak, panah, diusir, adalah hal yang biasa menimpa kami. Namun saya sampaikan kepada teman-teman agar tombak itu dijadikan shiraathal-mustaqiim. Kalau dipenjara, jadikan itu sebagai rumah surga awal. Jika difitnah, itu adalah untaian hidup dan puisi baru kita. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja dilempari, dicaci-maki, difitnah, tapi beliau terus menebarkan senyum. Subhanallah!
Anda sendiri pernah mengalami tindak kekerasan?
Pernah kena panah, sampai ini patah (sambil memperlihatkan bekas tusukan panah di lengan kanannya), bengkok sampai sekarang. Tapi bagi kami, tidak perlu bicara tantangan. Seorang yang mau maju, bicara kebajikan, pasti ada tantangan. Itu hal biasa bagi seorang da’i.
Bagaimana kejadiannya?
Sekitar tahun 1994, antara wilayah Mapenduma dan Timika. Saya bersama delapan orang da’i sedang survei ke sebuah kampung untuk dijadikan binaan. Tiba-tiba tangan saya kena panah.
Saya tidak tahu persis penyebabnya. Barangkali karena pemanah itu belum memahami apa yang kami lakukan. Bisa pula orang-orang itu diprovokasi pemahaman yang keliru. Atau mungkin kami hanya salah sasaran konflik aparat dan kelompok yang menyebut dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Apa yang kemudian Anda lakukan?
Anak panah itu dicabut, lalu kami bakar pisau kemudian ditusukkan ke luka itu agar racunnya tidak bekerja. Kemudian saya ke dokter.
Dokter dimana?
Di Timika. Jalan kaki empat hari. Alhamdulillah lukanya tidak terus mengeluarkan darah.Alhamdulillah pula orang yang memanah itu akhirnya masuk Islam.
Bagaimana bisa?
Nabi itu, diapain saja oleh lawan yang memang belum faham, tetap tersenyum. Allah pun berfirman, “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125)
Apalagi jika hal itu dilakukan ketika dia sakit, atau saat susah. Saat itulah insya Allah akan gugur naluri kebenciannya. Itu pula yang saya lakukan terhadap orang itu.
Menurut pengamatan Anda, apakah orang yang kemudian memeluk Islam berubah menjadi lebih baik?
Luar biasa. Setiap ke mushalla atau masjid, mereka mengaku merasa tenang. Barangkali Islamnya justru lebih baik dibanding saya. Mereka itu sangat jujur. Perang antar suku pun akhirnya berhenti.
Ada seorang kepala suku yang menyatakan masuk Islam, kemudian dianiaya sekelompok orang, ditindih kayu, ditelanjangi, namun tetap teguh memegang syahadat. Luar biasa. Saya menangis bila menjumpai hal seperti ini.
Pernahkah punya pengalaman mengesankan terkait dengan pensyahadatan massal, misalnya?
Pernah di kawasan Sorong. Ketika banyak orang bersyahadat, pohon di sekelilingnya seperti merunduk. Padahal tak ada angin tak ada hujan. Kawanan rusa liar pun tiba-tiba tenang, tidak bergerak. Wallahu a’lam, barangkali mereka selama ini belum pernah mendengar kalimat suci itu dari mulut manusia, meski semua makhluk sebenarnya selalu bertasbih menyebut asma-Nya.
Menilik apa yang Anda lakukan, tampaknya memerlukan waktu lama untuk berdakwah di suatu lokasi ya?
Paling tidak lima tahun di suatu tempat. Ada da’i yang musti stand by di sana. Saya sendiri jaga markas di Jakarta, namun sering mengunjungi mereka di berbagai daerah. Sekali ke Papua, saya bisa menghabiskan waktu 9 bulan. Kemudian ke Jakarta untuk bikin proposal, mendapat bantuan, lalu ke Papua lagi.
Selama 9 bulan itu, apa saja yang Anda lakukan?
Keliling ke desa-desa binaan. Safari ini berfungsi untuk mendata kebutuhan masyarakat dan mengevaluasi perkembangan dakwah.
Apakah da’i yang stand by itu kader binaan AFKN?
Ya, tapi kami juga menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dengan Hidayatullah.Alhamdulillah, sebagian da’i itu kini sudah tercatat di Departemen Agama sebagai penyuluh, sehingga punya gaji.
Semua da’i itu asli orang Papua?
Kebanyakan asli Papua, namun tak sedikit pula yang dari luar. Keduanya kami “kawinkan”, saling melengkapi.
Da’i asli Papua lebih bagus pendekatan sosial-kemasyarakatannya. Itulah sebabnya mereka bertugas “membuka lahan” dakwah. Banyak warga yang kemudian bersyahadat.
Sementara da’i non-Papua biasanya unggul dalam hal ilmu agama dan keterampilan. Mereka ini bertugas meneruskan apa yang telah dirintis da’i asli Papua.
Seberapa banyak da’i dari luar Papua yang aktif bersama AFKN?
Alhamdulillah banyak. Ada yang dari Garut, Tasikmalaya (Jawa Barat), Lamongan, Gresik (Jawa Timur), Makassar, dan lain-lain. Para da’i ini punya keterampilan lain sehingga bisa mengembangkan berbagai potensi yang ada di Papua.
Tidak mengalami kendala bahasa?
Memakai bahasa Indonesia saja, insya Allah masyarakat bisa mengerti. Memang akan lebih bagus kalau bisa bahasa setempat. Tapi harap tahu, di Papua ada 234 bahasa.
Anda sendiri bisa berapa bahasa?
Alhamdulillah, Allah kasih anugerah saya bisa berkomunikasi dalam 49 bahasa.
Subhanallah, banyak sekali, misalnya bahasa apa?
Bahasa Kokoda, Kaimana, Wamena, Asmat, Babo, Irarutu, dan sebagainya. * (red)
[1]
Sempat menjadi PNS di Jayapura, tapi kemudian memilih berhenti karena atasannya menyuruh melakukan manipulasi dana negara. Apalah artinya uang sejuta, dua juta, tiga juta, atau bahkan ratusan juta jika meletakkan kaki di neraka? Maka, dengan tekad bulat ia putuskan berjuang di jalan dakwah. Perdebatan dengan Para Pendeta sudah hal biasa. Berjalan berhari-hari menembus hutan-hutan ganas Papua juga sudah biasa. Bahkan sambutan panah dan tombak tak sedikitpun melemahkan semangatnya untuk menyebarkan Islam
Saat ini, Ustadz Fadlan bersama 600-an da’i sedang berjuang menyebarkan indahnya Islam di tanah Papua. Melepaskan kebodohan dan berhala-hala keyakinan-pemikiran yang sengaja disebarkan oleh orang-orang yang ingin masyarakat Papua tetap menjadi orang-orang pinggiran dan tak berperadaban. Dengan sebuah cita-cita, tahun 2020 nanti Papua akan menjadi SERAMBI MADINAH, melengkapi SERAMBI MEKKAH di ujung barat Indonesia. Jika di ujung timur telah terbit cahaya Islam dan di ujung barat cahaya Islam semakin terang benderang. [2]
Ada yang menarik dari kisah pengalaman Ustadz Fadlan Garamatan, yang telah berdakwah sampai ke pelosok Indonesia Timur, khususnya pelosok Bumi Papua dalam acara Inspiration Day, Ahad (13/7) lalu. Tokoh Perubahan Republika 2011 ini ternyata sempat dikenal sebagai “Da’I Sabun Mandi”. Rupanya, ia, Papua, dan sabun mandi memiliki kisah unik.
Kisah tersebut bermula dari rasa iba Fadlan terhadap saudara-saudaranya sesama penduduk asli Wamena, Papua. Kebanyakkan saudaranya itu jarang mandi, dan hanya menggunakan daun atau koteka sebagai penutup tubuh. Tak heran, kepercayaan mewajibkan mereka untuk tidak mengenakan pakaian secara utuh. Tidak hanya itu. Alih-alih membersihkan tubuh dengan air, warga asli Papua itu harus menggunakan minyak babi. Walhasil tubuh mereka bau tidak karuan.
Fadlan pun mencoba mengajarkan mereka tata cara mandi. Sang Kepala Suku ternyata sangat terkesan dengan wangi shampoo sampai-sampai tidak mau membilas shampoo di rambutnya selama tiga hari. Begitu wangi shampoo dan sabun mandi hilang, barulah ia akan mandi lagi. Ternyata seumur hidup ia belum pernah mencium aroma seharum itu.
Dari tata cara mandi, mereka mulai tertarik untuk belajar merawat diri sesuai syariat Islam. Mereka juga tertarik untuk belajar shalat dan pergi haji. Tak lama kemudian, Sang Kepala Suku pun mengikrarkan kalimat syahadat.
Bermula dari wangi shampoo, sekitar 3 ribu orang masyarakat menjadi mualaf.
“Alhamdulillah, walaupun awal mulanya berdakwah hanya dengan sabun mandi, mereka semua pada akhirnya mau masuk agama Islam dan belajar lebih dalam lagi dunia keislaman,” cetus Fadlan.
Fadlan memiliki prinsip untuk tetap tawakal dan istiqomah dalam berdakwah. Dengan begitu, ia dapat berdakwah dalam kondisi apa pun. Kni Fadlan masih berupaya untuk menyebarkan nilai Islam ke seluruh pelosok Papua. [Ed: DH]
[1] http://jejakrina.wordpress.com/2011/12/13/berdakwah-di-papua-luaarr-biasa-nikmatnya/
[2] http://www.santripos.com/2014/03/ust-fadlan-garamatan-berdakwah-ke.html
[3] http://salmanitb.com/2014/07/15/inspiration-day-berdakwah-lewat-sabun-mandi/

Rabu, 15 Juli 2015

Suasana perantau saat Ramadhan di hongkong

"Ramadhan di Negri Beton"


Oleh : Rina Nur Widayanti
Ramadhan tiba, kata banyak kalangan dimanapun kita melaksanakan puasa Ramadhan itu sama saja, yang membedakan hanyalah niat dan amalan lain yang ingin dilakukan. Tapi, bagi para muslim yang berada di negri yang mayoritas penduduknya Non-Muslim, ibadah puasanya terasa berbeda. Tak ada gema adzan, tak ada gema riuh suara sahur dan tak ada lagi suasa keramaian saat berbuka bersama sanak keluarga.
Bandingan ketika mereka masih ada diindonesia, semuanya bisa nikmati tanpa kurang satupun bahkan bisa dibilang itu "suasana yang dirindukan tiba".
Saat Ramadhan pertama tiba, puasa di negri beton ini pun terasa biasa saja, tak ada yang istimewa, ratusan manusia mengelilingi jalan dengan melahap makanannya di tangan, ratusan kedai makan seolah tak mau tahu urusan pribadi seseorang. Begitulah mirisnya, tapi sebagai seorang muslim yang teguh tentu saja itu semua bukan halangan. Saat senja tiba, berbuka puasa pun terasa nikmat walau ala kadarnya, hingga taraweh yang dilakukan seorang diri.
Negri ini sebenarnya juga punya masjid, tapi hanya beberapa dan bisa dihitung pakai jari, bilangannya pun tak lebih dari angka 5. Miris, tapi ya sebagai muslim yang baik seharusnya bersyukur, ternyata disini masih ada bangunan masjid yang berdiri kokoh dengan penuh jamaahnya.
Dalam lubuk hati terdalam, siapa sih yang tidak ingin memijakkan kaki di Rumah Allah ini, semua pasti ingin memasukinya, begitupun aku. Tapi sayang seribu sayang, masjidnya jauh dan tak bisa selalu pergi kesana dalam waktu-waktu ibadah.
Waktu terus berjalan, puasa dan cuaca bisa dibilang saling bergandengan tangan, tak terasa kini mendekati detik-detik akhir Ramadhan. Sebenarnya tak ada perasaan apapun ketika Ramadhan pergi, hanya saja dalam hati sering berbisik "Andai negri ini mayoritas penduduknya adalah muslim, mungkin kita tak akan sengsara untuk menapaki kaki menuju masjid dan melakukan ibadah lainnya..", tapi ini realita, apapun itu harapannya hanya satu, semoga ALLAH SWT menerima amal ibadah semua muslimin dan muslimat di negri ini walau dengan seribu keterbatasannya. Berharap mendapatkan pahala yang melimpah dimalam-malam Lailatul Qadar. Berharap mendapatkan kemantapan hati untuk selalu istiqamah dimanapun dan dalam keadaan apapun dan yang terpenting agar kita semua yang ada di negri ini selalu diberi kemantapan iman dan islamnya.
Sampai jumpa lagi Ramadhan, walau tak seistimewa di negri sendiri tapi kita semua masih merindukanmu, masih ingin selalu bertemu disetiap tahunnya. Aamiin Yaa Rabbal'alamiin..
Foto : Masjid Kowloon, Hong Kong.
Hong Kong, 15 July 2015.

Suasana Ramadhan di Korea Selatan

Oleh : Muhammad Roghib Ar-Romadhoni*


Ramadhan selayaknya sesuatu yang spesial, kedatangannya selalu dinantikan dan  kehadirannya menjadi sangat diistimewakan bagi umat muslim di penjuru dunia, tidak terkecuali bagi muslim di Korea Selatan. Alhamdulillah, dakwah islam telah sampai di tanah Korea sejak  50 tahun yang lalu dan terus mengalami perkembangan hingga sekarang. Hari ini, berdasarkan informasi dari Korean Moslem Federation (KMF) jumlah muslim di negara yang berpopulasi 50 juta jiwa ini tercatat telah mencapai lebih dari 100.000 orang dengan sepertiga diantaranya adalah penduduk asli Korea sedangkan sisanya adalah para pendatang dari Pakistan, Indonesia, Bangladesh, India, Uzbekistan dan lain - lain yang sedang bekerja, berwirausaha maupun belajar di Korea. Indikasi lain dari terus berkembangnya islam di negeri Gingseng ini adalah semakin banyak nya masjid – masjid besar yang dibangun secara resmi oleh pemerintah Korea dengan bantuan berbagai pihak maupun masjid - masjid kecil (musholah) yang dibangun secara mandiri oleh komunitas – komunitas muslim pendatang di Korea, seperti Komunitas Muslim Indonesia. Diketahui jumlah masjid resmi yang terdaftar dalam Korean Moslem Federation (KMF) telah mencapai lebih dari 9 masjid sedangkan musholah yang dibangun secara mandiri oleh muslim dari Indonesia telah mencapai 40 musholah yang tersebar di berbagai kota di Korea.
Jumlah populasi muslim yang tidak sedikit dan terus meningkat ini membuat nuasa bulan puasa sedikit terasa berbeda dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, setidaknya hal ini bisa terlihat  di tempat – tempat perbelanjaan. Dibagian tertentu display berbagai toko yang menjual makanan,  buah Kurma, sebagai salah satu buah yang khas ada di bulan Ramadhan, meningkat ketersediannya dibandingkan dengan hari – hari biasa, sehingga begitu jelas terlihat deretan kotak-kotak buah tersebut. Tidak hanya itu, nuansa Ramadhan juga dimanfaatkan oleh komunitas- komunitas muslim dari Indonesia untuk mendatangkan para ustadz untuk berdakwah di musholah-musholah yang telah dibangun, sehingga selama periode bulan puasa aktivitas kajian keagamaan di musholah-musholah meningkat layaknya suasana ramadhan di Negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya.
Ramadhan 1436 H tahun ini dilaksanakan pada musim panas sehingga banyak tantangan yang harus dihadapi oleh muslim di Korea. Tantangan pertama adalah tinggi nya suhu udara dibandingkan dengan kondisi biasanya. Suhu udara ketika musim panas di Korea bervariasi dari 25 – 33 0C dengan kelembaban yang relatif rendah, sehingga suasana ini mengharuskan kesiapan fisik yang prima. Selain itu, lumayan panjangnya waktu berpuasa di musim panas juga menjadi tantangan tersendiri. Muslim di Korea harus berpuasa  hampir 17 jam lamanya, di mulai waktu fajar sekitar pukul 03.15 dan waktu maghrib sekitar pukul 20.00 . Relatif dekatnya jeda waktu sholat isya dengan sholat shubuh juga menjadikan muslim di korea harus pintar mengatur jadwal makan sahur. Waktu sholat isya di korea selama Ramadhan tahun ini berkisar antara pukul 21.30 – 21.45 dan jika dilanjutkan dengan sholat taraweh maka akan selesai  sekitar pukul 22.30 – 23.00. Dengan jeda waktu sekitar 4 jam sebelum waktu shubuh menjadikan muslim di Korea harus memiliki strategi demi tetap dapat menjalankan makan sahur sebagai salah satu kesunnahan yang dianjurkan dalam berpuasa.
Tidak sampai disitu, menurut beberapa orang yang sudah terbiasa menjalani puasa di musim panas, tantangan terbesar berpuasa di musim ini bukanlah kesiapan fisik tetapi ketahanan dari godaan – godaan lainnya yang dapat membatalkan atau mengurangi kesempurnaan berpuasa. Mulai dari mudahnya kita melihat makanan dan orang  makan di siang hari hingga kondisi berpakaian warga non-muslim Korea. Dikarenakan panasnya suhu ketika musim panas, banyak warga korea yang menggunakan busana minimalis dan jauh dari kata menutup aurat. Sehingga bagi yang berpuasa, menjaga pandangan adalah sesuatu yang tidak mudah dilakukan. Tantangan – tantangan berpuasa di Korea ini menjadikan umat muslim di Korea harus memiliki kesabaran ekstra sehingga puasa yang dijalankan tidak hanya menghasilkan rasa lapar dan dahaga tetapi juga ketaqwaan yang sempurna di hadapan Allah SWT.
Tradisi buka puasa bersama yang dilaksanakan di masjid – masjid menjadi hal menarik tidak hanya bagi muslim yang manjalani puasa tetapi juga bagi warga Non-muslim Korea. Bagi muslim – muslim pendatang, kegiatan ini menjadikan suasana Ramadhan layaknya di kampung halaman, kebersamaan dalam beribadah hingga hidangan yang disajikan dalam berbuka puasa menjadi obat tersendiri akan rindunya suasana ber-Ramadhan di kampung halaman. Bagi warga korea sendiri, seperti diketahui makan bersama untuk merayakan sesuatu hal adalah tradisi yang sudah mendarah daging dalam diri warga korea sehingga aktivitas muslim yang melakukan buka puasa secara bersama diniliai sebagai sebuah tradisi yang baik dan sama dengan tradisi yang sudah terbangun dalam kultur orang korea.
Interaksi secara personal antar muslim dengan Non-muslim Korea dalam kehidupan sehari-hari sepanjang Ramadhan, secara langsung dan tidak langsung menjadi jalan memperkenalkan islam kepada warga Korea. Persepsi awal Bagi warga non-muslim Korea, menahan diri untuk tidak makan dan minum hanya bisa dilakukan oleh para orang-orang yang sedang menjalankan program diet ketat (penurunan berat badan) saja dan dinilai sebuah proses yang sangat sulit dan menyusahkan. Namun, dengan penjelasan bahwa puasa tidak hanya menahan diri untuk tidak makan dan minum tetapi juga menjaga emosi, syahwat dan hal lain yang dapat mengurangi dan membatalkan puasa  serta menjelaskan keuntungan yang akan didapat dari menjalankan proses berpuasa ini, mereka menjadi paham dan sangat menghormati sekali proses berpuasa yang dijalani oleh umat muslim.
Semoga dengan interaksi dan pengetahuan serta suasana semangat beribadah yang dilakukan oleh umat muslim di Korea sepanjang bulan Ramadhan ini semakin meningkatkan dakwah islam di negeri gingseng ini. Aaamiin.
Foto : Masjid Sentral Seoul, Korea Selatan.
*Muhammad Roghib Ar-Romadhoni adalah anggota dari Tim Dakwah Al-Bahjah Korea Selatan sekaligus Mahasiswa S2 Yeungnam University - Korea Selatan.

Senin, 13 Juli 2015

Keberadaan "Golongan Mereka" ternyata sudah Diwanti wanti Rasulullah saw.

Keberadaan "mereka" telah diwanti wanti oleh Rosulullooh SAW :
"salah satu yg aku khawatirkan atas kalian adalah adanya orang yg pandai bacaan Qurannya, tapi tertanggal dari keberkahan dan ma'na Alquran itu sndiri, dan mereka akan melemparkan Alquran kebelakang punggung mereka (tidak adab pada Alquran, tidak berwudlu pegang Quran, menyebut Quran sbg makhluq), mereka akan datang kpd tetangganya membawa pedang (pemaksaan/aqidah yg merusak), mereka melontarkan tuduhan syirik. Para Sahabat bertanya: siapakah yg pantas disebut syirik Yaa Rosuul? Yg dituduh ataukah yg menuduh? Rosul menjawab: yg menuduhlah yg pantas disebut syirik".
Rosululloh bersabda: "akan muncul diantara kalian orang yg akan terhina sholat kalian dg sholat mereka, menghina puasa kalian dg puasa mereka, amaliah kalian dg amaliah mereka, akan tetapi keimanan mereka mudah lepas seperti anak panah melesat dari busurnya, bila kalian bertemu dg mereka, maka lawanlah!"
Dahulu zaman Rosul ada yg bernama dzulkhuwaisiroh, jidatnya meninggi dan menebal (tampak ahli sujud), pakaiannya islami, tulang pipinya menonjol (ciri banyak puasa), matanya cekung (nampak ahli qiyamu lail), tapi ia berkata dg keras kpd Rosul seraya menuduh Rosul dan menyalahkan Rosul telah berbuat menyalahi aturan Alloh, sampai2 shohabat Umar dan Zaid hendak membunuh orang tsb tapi dilarang oleh Rosul, kata Rosul: ia masih sholat, tapi keimanannya mudah lepas."
Jadi tampak banyaknya amaliah tidak menjamin aqidahnya benar. Begitupula sebaliknya, banyak para Ulamabdan Auliya yg ibadahnya tidak mau ditonjolkan dihadapan manusia umum.
Kemalasan sebagian manusia dlm ibadah, tidak lantas menghukumi sesatnya aqidah pegangan mereka, hingga dipukul rata dg yg rajinnya pula diantara yg lain.
Tinggal kita ajak yg masih malas untuk lebih giat beribadah dan memakmurkan masjid. Banyak juga "Golongan Mereka" yg malas2an, itu juga harus ditimbang.
Bila ternyata seseorang berani memalsukan hadits, mendustakan ajaran Rosul, membuang ajaran para Sahabat, maka apakah pantas dia disebut ummat Rosul yg harus diberi penilaian tinggi hanya karena cashingnya saja yg bagus??? Padahal bisa menyesatkan ummat dari ajaran Rosul.
Oleh : Habib Alwi Ba-Alawy
(Majelis Ahbaburrosul Indonesia)

Minggu, 12 Juli 2015

Kealpaan Dalam Penghambaan"-Sebuah Momen Pembenahan Di Penghujung Ramadhan-

Kealpaan Dalam Penghambaan"
-Sebuah Momen Pembenahan Di Penghujung Ramadhan-


Oleh : Imam Abdullah El-Rashied
Mahasiswa Fakultas Ilmu Syariah di Imam Shafie College, Hadramaut - Yaman.
Teramat sering kita merasa bangga karena Agama yang kita anut adalah sebaik-baik Agama sekaligus Penyempurna bagi Agama-Agama yang telah berlalu. Betapa banyak Ayat Al-Qur'an yang menjelaskan Keagungan Agama Islam dan Keutamaan Ummat Nabi Muhammad SAW yang bahkan disebutkan dalam satu riwayat ketika Nabi Musa a.s. membaca dalam Suhufnya dan menemukan sekelompok Ummat yang disifati dengan banyak kemuliaan bahkan sebagian dari mereka masuk surga tanpa Hisab, hingga Nabi Musa a.s meminta kepada Allah agar Ummat tersebut dijadikan sebagai pengikutnya. Namun sayangnya Do'a tersebut bukannya dikabulkan justru Allah menjawab bahwasannya Ummat tersebut adalah Ummatnya Ahmad, yakni Nabi Muhammad SAW. Hingga dipenghujung Munajatnya Nabi Musa a.s berdo'a agar dirinya dijadikan sebagai Ummat Nabi Muhammad SAW.
Oh... Betapa mulianya Ummat Islam ini, bahkan Rasulullah SAW berharap setengah dari penghuni Surga adalah Ummat Nabi Muhammad SAW. Lebih jauh dari itu, Ummat Islam diberi banyak keistimewaan oleh Allah SWT sebagai Ummat Pilihan, di antara keutamaan tersebut adalah satu kebaikan yang dilakukan diganjar dengan 10 kebaikan bahkan sampai 700 kali lipat sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadits. Sedangkan jika baru berazam/berniat melakukan suatu kebaikan akan tetapi belum sempat melakukannya maka akan diganjar dengan satu kebaikan. Sedangkan ketika melakukan kemaksiatan maka tetap akan ditulis satu keburukan. Bahkan setiap tahunnya di Bulan Ramadhan ada satu malam yang jika kita beribadah di dalamnya akan setara dengan Ibadah selama seribu bulan atau 83 tahun, di sisi lain tiap Ibadah Sunnah dicatat sebagai Ibadah Wajib dan Ibadah Wajib dicatat dengan pahala 70 kali lipatnya sepanjang Bulan Ramadhan. Oh... Betapa mulianya Ummat Nabi Muhammad SAW.
Sungguh sejatinya Nikmat besar ini yakni kita dijadikan sebagai Ummat Islam adalah Nikmat yang sepatutnya kita syukuri. Namun, sayangnya sebagai seorang hamba kita sering lalai akan Nikmat ini, bahkan lebih jauh dari itu betapa seringnya kita lupa posisi kita sebagai hamba yang dalam artian terikat dengan berbagai aturan Syariat.
Bahkan tak jarang kita hanya bisa mengeluh dan sekedar mengeluh kepada Sang Tuhan. Kita sering mengeluh akan tidak dikabulkannya do'a yang terlampau sering kita panjatkan, kita mengeluh karena rejeki yang tiap harinya kita makan terasa kurang. Kita selalu meminta lebih kepada Allah tentang uang, pekerjaan, rumah, cita-cita, pasangan dan lain sebagainya. Dan kita sering mengeluh akan cobaan yang Allah timpakan kepada kita.
Hanya saja kita tak pernah merenung lebih jauh akan hal-hal yang kita tuntut kepada Tuhan, seolah-olah kita mengeluh kepada Tuhan seperti berikut ini : Ya Tuhan, aku sudah Shalat 5 waktu, Shalat Dhuha, Tahajjud dan Witir, begitu juga Zakat, Puasa dan Haji. Semuanya telah aku lakukan, tapi kenapa kehidupanku masih serba kekurangan dan kesusahan. Ribuan do'a aku panjatkan, akan tetapi entah mana yang Engkau kabulkan. Aku mempunyai sejuta harapan, tapi entah yang mana Engkau wujudkan.
Bahkan, terkadang kita sering merasa iri terhadap apa yang Allah berikan kepada orang lain sedangkan Ibadahnya yah begitu-begitu saja tapi kenapa saya malah serba kesusahan terus.
Kita senantiasa mengeluh dan mengeluh tanpa pernah lebih mendalam merenungi Hakikat kita sebagai Hamba dan apa saja yang telah kita lakukan selama menghambakan diri kepada Tuhan.
Pernahkah kita merenung lebih dalam, berpikir lebih jauh, intropeksi dan mawas diri, sudahkah kita benar dalam beribadah, sudah kita Khusyu' saat beribadah dan sudahkah kita Ikhlas ketika menyembahNya?
Pamrih kepada selain Allah dalam hal Ibadah adalah hal yang paling Allah benci, kenapa? Karena seolah-olah ketika kita beribadah bukan Allah yang kita harapkan tapi orang lain, entah itu sanjungan, pujian dan lain sebagainya. Sehingga seolah-olah kita memposisikan Mahluk yang kita harapkan entah itu pujiannya atau hartanya atau kebaikannya setara dengan Tuhan. Semoga kita dijadikan orang-orang yang Ikhlas.
Di sisi lain, di luar lingkup penghambaan kepada Tuhan, Islam mewajibkan banyak perintah seperti memenuhi hak-hak sesama manusia baik itu hak suami istri, hak anak dan orang tua, hak pemimpin dan rakyat, hak atasan dan bawahan. Sudahkah kita tunaikan kewajiban kita dengan memenuhi hak-hak mereka?
Jika dalam beribadah kita tidak tulus, tidak pula Khusyu', tidak pula memenuhi hak-hak sesama Muslim, lalu pantaskah kita untuk masih mengeluh dan menuntut hak kita kepada Allah?. Sungguh sangat malu sekali jika perintahNya saja sering kita lalaikan, atau kita tunaikan akan tetapi masih separuh hati kita melakukannya.
Pernahkah kita sadari betapa Maha Pengasih dan Penyayangnya Allah kepada kita. Tanpa kita minta Allah telah memberi kita kehidupan, tanpa kita minta Allah telah memberi kita Nikmat penglihatan, pendengran, pengecap, pencium dan peraba serta telah memberi kita Nikmat Akal untuk bisa berpikir, menimbang dan merencanakan. Terkhususnya lagi Allah telah memberikan Nikmat terbesar dalam hidup kita yaitu Iman dan Islam. Di sisi lain Nikmat Sehat, Nikmat bisa berkumpul dengan orang Sholeh, Nikmat di Negri yang Aman dan masih banyak lagi Nikmat yang tidak bisa kita hitung yang telah Allah anugerahkan kepada kita.
Kadang, Allah memberi ujian kepada kita semata-mata karena ingin mengampuni dosa kita dan mengangkat derajat kita, tak lain karena kita yang jarang bertaubat dan kufur terhadap Nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Yah, setidaknya cobaan adalah teguran halus dari Allah agar kita makin mawas diri dan intropeksi.
Kadang, terhalangnya suatu pengkabulan Do'a itu karena dosa yang kita lakukan sehingga do'a tersebut Allah tunda pengkabulannya. Kadang pula Allah menunda pengkabulan Do'a karena ada hal yang lebih kita butuhkan seperti kesehatan dan keselamatan yang sering lalai kita memintanya, atau karena Allah ingin mengganti pengkabulan Do'a tersebut dengan pahala yang besar kelak di Surga.
Mari di Penghujung Ramadhan ini kita manfaatkan sebagai masa perenungan untuk masa depan kita kelak di Akherat. Kita manfaatkan momen Ramadhan untuk lebih dekat kepada Allah, kepada keluarga, sanak-kerabat dan teman-teman kita. Semoga setelah keluar dari Ramadhan ini kita benar-benar menjadi golongan Minal 'Aidin Wal Faizin, yaitu orang yang kembali pada Hidayahnya Allah dan menjadi orang yang beruntung, Aamiin.
-- 

Khazanah Ramadhan Di Kota Seribu Wali


Oleh : Imam Abdullah El-Rashied
Mahasiswa Fakultas Ilmu Syariah di Imam Shafie College, Hadramaut - Yaman.


Tepat pada Ramadhan 1436 H / 2015, Alhamdulillah saya dan sebagian besar teman kuliah saya baik yang berasal dari Indonesia maupun Saudi mendapat kesempatan mengisi waktu libur Kuliah di Kota Tarim, Kota yang terkenal dengan Kota Seribu Wali. Tak lain karena dari Kota ini terlahir ribuan Wali, bahkan tercatat di Pemakaman Zanbal, Furaith dan Akdar telah terpendam 10.000 jasad Wali dan 80 Wali Qutub (Puncak derajat kewaliaan/Pimpinan Para Wali).
Luas Kota Tarim tak ubahnya luas satu Kecamatan yang ada di Indonesia. Walaupun terbilang sangat kecil, Kota ini setidaknya memiliki sekitar 367 Masjid. Jarak dari Masjid ke Masjid hanya beberapa puluh meter saja bahkan ada yang cuma 5 M bahkan ada pula yang berdempetan satu sama lain. Jadi, kalau dalam satu hari kita Salat di satu Masjid, maka selama satu tahun penuh kita akan Salat di Masjid yang berbeda-beda dengan sajian Arsitektur yang berbeda pula.
Nah, menjelang memasuki Bulan Suci Ramadhan, warga Tarim kerap mengadakan Pengajian untuk Tarhib/menyambut kedatangan Tamu Agung yaitu Bulan Ramadhan. Ketika sudah memasuki Ramadhan maka keadaan di Tarim secara khusus dan Yaman secara umum berubah 180°, di mana siang menjadi malam dan malam menjadi siang. Di mana aktifitas jual-beli dan transaksi lainnya biasa dilaksanakan pada malam hari sampai menjelang terbitnya Fajar. Pasar dan Aneka Toko, baik Toko Sembako, Sandang dan Papan, Buku dll semuanya buka di malam hari, hanya sedikit saja yang bisa kita jumpai di siang hari khususnya selepas Salat Shubuh sampai Dzuhur karena pada waktu ini adalah waktunya orang-orang beristirahat (tidur) tak terkecuali kami para Pelajar dari Indonesia yang turut menjadi bagian dari Keluarga Besar Masyarakat Kota Tarim.
Ada hal yang membedakan Kota Tarim dengan semua Kota Islam yang ada di belahan Bumi manapun. Kota dengan jumlah Masjid terbanyak ini (jika ditinjau dari Luas Daerah dan kepadatan penduduk serta bangunannya) tak seperti Kota lainnya dalam hal pelaksanaan Salat Tarawih. Biasanya, pelaksanaan Salat Tarawih itu dilaksanakan secara serentak sekitar pkl. 19.30 atau pkl. 20.00 waktu setempat, tapi beda halnya dengan Kota Tarim di mana pelaksanaaan Salat Tarawih tiap Masjid berbeda dan terbentang mulai dari masuknya waktu Salat Isya' sampai setengah jam menjelang masuknya waktu Salat Shubuh.
Ambil saja contoh, Masjid Jamal Al-Lail, Masjid Sahl, dan Masjid Al-Birr misalnya, konsisten menggelar Salat Tarawih pkl. 21.00 sampai 22.00 waktu setempat. Masjid Ba'alawy dimulai pkl. 23.00. Disusul berikutnya oleh Masjid Al-Muhdhar pada pkl. 00.30. Sedangkan Masjid Jami’ Tarim, yang merupakan pusat kegiatan keagamaan masyarakat setempat, baru memulainya pada pkl. 01.30 dan berakhir pkl. 02.30.
Jadi, dalam semalam seseorang bisa melakukan Salat Tarawih sampai 100 rakaat kalau ia mau dan mampu, karena Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah membatasi jumlah bilangan rakaat Tarawih. Hanya saja sejak masa Khalifah Umar Bin Khattab sampai pada masa para Imam Madzhab, Tarawih dengan berjama'ah di Masjid dilakukan dengan bilangan 20 rakaat dan ini yang berlangsung pula di Masjidil Haram dari masa Sahabat sampai sekarang, sedangkan di Madinah dilakukan sebanyak 36 atau 46 rakaat ditambah 3 rakaat Witir dan inilah Madhazbnya Imam Malik. Sedangkan Habib Umar Hafiz sendiri mengambil 3 jadwal Salat Tarawih atau 60 rakaat. Dan kami, Mahasiswa Fakultas Ilmu Syariah Imam Shafie College hanya mengambil jadwal Tarawih di Masjid Ba'alawy saja.
Masa puasa di Kota Tarim dimulai dari pkl. 03.50 sampai pkl. 18.22 atau sekitar 14 jam setengah. Sedangkan cuaca di Kota Tarim begitu juga di Kota-Kota sepanjang bentangan Jazirah Arab semuanya sedang dalam Suhu yang sangat panas, ditambah lagi pada Ramadhan tahun ini karena efek perang kemarin mengakibatkan pasokan minyak untuk Bidang Kelistrikan menurun sehingga berdampak pada pemadaman listrik berkala setiap harinya baik siang maupun malam.
Untuk buka puasa sendiri, biasanya kami hanya menyantap Kue Sambosa, Bahomri, Kentang Goreng dan jenis-jenis gorengan lainnya yang ditemani oleh segelas 'Ashir (Juz/Sirup). Untuk makan malamnya biasanya menjelang Salat Tarawih atau setelah Salat Tarawih. Dan, untuk Kota Tarim sendiri ada kebiasaan buka bersama yang diadakan oleh keluarga besar di masing-masing kampung dengan jadwal berbeda di tiap kampungnya.
Untuk kajian Keilmuan, karena Kota ini adalah Kota Peradabaan Islam sebagaimana dinobatkan oleh UNESCO tahun 2010 lalu, maka ketika memasuki Ramadhan kajian Ilmiyah setiap Ba'da Ashar (Rauhah) digelar di hampir semua Masjid di Kota Tarim. Begitu juga kami Mahasiswa yang sedang berlibur di Kota Tarim ini dan bertempat di salah satu Rumah seorang Syeikh yang mengajar di Kuliahan kami tak libur dari kajian keilmuan. Dari tanggal 1 sampai 20 Ramadhan setiap harinya kami mengaji 3 sampai 4 mata pelajaran, tak jarang pula ada pelajaran tambahan setelah Salat Tarawih sampai menjelang waktu Sahur. Di sisi lain setiap selepas Salat Shubuh sampai waktu Isyraq (terbitnya Matahari sampai setinggi ujung tombak) kami membuat Halaqah Tahzib, yaitu membaca Al-Qur'an dengan jumlah 5-7 orang secara bergantian, dengan satu orang satu halaman tak ubahnya Tadarus yang ada di Indonesia.
Ada kegiatan yang juga menjadi ciri khas Kota Tarim, yaitu Khataman Al-Qur'an. Seperti halnya Salat Tarawih, untuk Khataman Al-Qur'an setiap Masjid juga mempunyai jadwal tersendiri. Seperti Mushalla Ahlul Kisa' di Darul Musthofa biasa mengadakan Khataman setiap malam ke-17 bulan Ramadan. Begitu juga tempat Khataman Al-Qur'an yang tak kalah meriahnya adalah Masjid As-Segaf yaitu pada tanggal 25 Ramadan, Masjid Ba'Alawi pada tanggal 27 dan Masjid Al-Muhdhar pada tanggal 29 Ramadan. Acara tersebut tidak hanya dihadiri oleh penduduk Tarim saja, akan tapi banyak juga yang dari luar kota. Bahkan di antara mereka rela datang beberapa jam sebelumnya untuk bisa duduk di dalam masjid. Selain Masjid tersebut di atas, masih banyak lagi Masjid-Masjid yang melakukan acara serupa.
Selain itu, setiap malam 17 Ramadhan kebanyakan Habaib dan Masyayikh di Tarim pada khususnya dan Yaman pada umumnya biasa membaca Qashidah Badariyah, yaitu sebuah Qashidah yang berisi tentang kejadian dan pujian terhadap Ahli Badar. Qashidah ini dibaca setelah Salat Tarawih dan hanya berdurasi sekitar setengah jam. Pada malam 17 Ramadhan kemaren kami membacanya mulai dari pkl. 00.30 - 01.00 dini hari setelah pulang dari Masjid Ba'Alawy.
Sekian yang bisa saya sampaikan tentang Khazanah Ramadhan di Kota Tarim yang saya ketahui dan saya alami langsung. Semoga Ramadhan ini segala Amal Ibadah kita diterima oleh Allah SWT, dan semoga kita bisa meningkatkan Amal dan Ketaqwaan kita serta dianugerahi malam Lailatul Qadar, Aamiin Yaa Robbal 'Alamiin.