Pengikut

Minggu, 26 Januari 2014

Ketika Bilal tak Sanggup Lagi Mengumandangkan Adzan

Bilal adalah seorang muazin di zaman Rasulullah.
Beliau memiliki suara yang merdu sehingga suara azannya masuk ke dalam hati orang Islam dan non Islam.

Setelah Rasulullah meninggal, beliau tak sanggup lagi mengumandangkan azan. Sebab, ketika azan beliau langsung teringat Rasulullah Saw. dan menangis sehingga tidak bisa melanjutkan azannya.

Pada suatu hari, Bilal kembali dari Iraq menuju Madinah. Saat itu, penduduk Madinah meminta
kepadanya untuk mengumandangkan azan.

Saat Bilal mengumandangkan azannya, penduduk Madinah langsung menangis karena mengingat masa-masa tatkala masih bersama Nabi Muhammad Saw.


-Syekh Ali Jum'ah
Mantan Mufti Mesir

Selasa, 14 Januari 2014

Pesan Mezut Ozil di Hari Maulid Nabi Muhammad SAW

Pesan Mezut Ozil di Hari Maulid Nabi Muhammad SAW

Berlin ~ Dalam rangka menyambut datangnya Maulid Nabi Muhammad
Rasulullah SAW, Selasa (14/1/2013), salah satu pemain Muslim Arsenal, Mesut Oezil mengirimkan pesan hangat untuk umat Islam di seluruh dunia.

Pesan ini ditulis pemain sebakpola ini dalam tiga bahasa berbeda, Arab, Inggris dan Jerman.
Di halaman facebooknya seperti dilansir onislam.net, Senin (13/1/2014), Mesut Oezil
menuliskan, "I wish the Islamic world a blessed and happy celebration,".
Sebuah pesan yang sama juga ditulisnya dalam bahasa Arab dan Jerman.
Ucapan pemain blasteran Jerman dan Turki ini disambut secara
luas di media sosial . Ucapan tersebut menerima lebih dari 147.000 likes, 8700 komentar dan 5000 share.

Kelahiran Nabi Muhamad Rasulullah SAW sendiri jatuh pada tanggal 12 Rabiul 'Awwal (bulan ketiga dalam kalender Islam). Semua negara di dunia khususnya negara Islam menyambut Maulid Nabi dengan menjadikannya sebagai hari libur nasional, kecuali Arab Saudi yang manganut madzhab
Wahabi yang berbeda dan memisahkan diri dari kelompok Islam ahlussunnah wal jama'ah.

Pada tahun ini, Hari Maulid Nabi Muhammad Rasulullah SAW jatuh pada Selasa 14 Januari 2014. Banyak Muslim melihat ulang tahun nabi sebagai waktu yang penting untuk mempelajari dan merenungkan kehidupan dari Nabi
Muhammad. Di Indonesia sendiri, peringatan Maulid Nabi diadakan di seluruh penjuru daerah dengan berbagai acara. Ada yang menggelarnya dengan safari maulid 12 malam, 40 hari, atau 100 hari beruturut-urut.

Mesut Oezil dikenal sebagai seorang muslim yang taat beragama. Di tengah kesibukannya sebagai pemain sepakbola di negeri yang berpenduduk mayoritas non-muslim, ia kerap membaca Al-Qur'an Al-Karim sebelum bertanding. Dia dikenal
sebagai pemain sepakbolah yang handal sejak masih muda. Menjadi bintang dari usia muda, Mesut Oezil telah menjadi anggota tim nasional
junior Jerman sejak tahun 2006 dan anggota tim senior Jerman sejak tahun 2009.

Atas prestasinya, awal bulan ini, museum Madame Tussaud's cabang Berlin telah meluncurkan patung lilin Mesut Oezil. Diusianya
yang masih 25 tahun membuat Oezil menjadi olahragawan termuda yang ada di museum
tersebut.

Wow.... Selamat menyambut maulid nabi ya Oezil...!

Sumber: Republika Online, muslimmedianews
Redaktur: Ibnu Mansur

Rabu, 01 Januari 2014

Sejarah, Hukum dan Dalil Maulid Nabi Muhammad s.a.w.

SEJARAH PERINGATAN MAULID NABI

ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻭﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺑﺮﻛﺎﺗﻪ
ﺑِﺴْــــــــــــــــــﻢِ ﺍﷲِﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﺍﺭَّﺣِﻴﻢ
Bismillahir-Rahmanir-Rahim....

Siapakah orang yang pertama menyambut maulid Nabi???

Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh raja Irbil (wilayah Iraq sekarang) bernama Muzhaffaruddin al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 hijriyah.

Ibn Katsir dalam kitab Tarikh berkata:
“Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau merayakannya secara besar-besaran. Beliau adalah seorang yang berani, pahlawan,alim dan seorang yang adil -semoga Allah merahmatinya-”.

Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn al-Jauzi bahawa dalam peringatan tersebut Sultan al-Muzhaffar
mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh para ulama’ dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama’ dalam bidang ilmu fiqh, ulama’ hadits, ulama’dalam bidang ilmu kalam, ulama’ usul, para ahli tasawwuf dan lainnya.

Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan mawlidNabi beliau telah melakukan berbagai persiapan.

Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam
perayaan Maulid Nabi tersebut. Segenap para ulama’ saat itu membenarkan dan menyetujui apa
yang dilakukan oleh Sultan al-Muzhaffar tersebut.

Mereka semua berpandang dan menganggap baik perayaan maulid Nabi yang dibuat untuk pertama
kalinya itu.

Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat al-A`yan menceritakan bahawa al-Imam al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Moroco menuju Syam dan
seterusnya ke menuju Iraq, ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijrah, beliau mendapati
Sultan al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi.

Oleh kerana itu, al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “al-Tanwir Fi Maulid al-Basyir an- Nadzir”.

Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada Sultan al-Muzhaffar.
Para ulama’, semenjak zaman Sultan al-Muzhaffar dan zaman selepasnya hingga sampai sekarang ini menganggap bahawa perayaan maulid Nabi adalah sesuatu yang baik. Para ulama terkemuka dan
Huffazh al-Hadits telah menyatakan demikian. Di antara mereka seperti
Al-Hafizh Ibn Dihyah (abad 7 H),
Al-Hafizh al-'Iraqi (W. 806 H),
Al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani (W. 852 H),
Al-Hafizh as-Suyuthi (W. 911 H),
Al-Hafizh aL-Sakhawi (W. 902 H),
SyeIkh Ibn Hajar al-Haitami (W. 974 H),
Al-Imam al-Nawawi (W. 676 H),
Al-Imam al-`Izz ibn `Abd al-Salam (W. 660 H),
Mantan mufti Mesir iaitu Syeikh Muhammad Bakhit
al-Muthi'i (W. 1354 H),
Mantan Mufti Beirut Lubnan iaitu Syeikh Mushthafa
Naja (W. 1351 H)
Dan terdapat banyak lagi para ulama’ besar yang lainnya.

Bahkan al-Imam al-Suyuthi menulis karya khusus tentang maulid yang berjudul “Husn al-Maqsid Fi ‘Amal al-Maulid”.

Karena itu perayaan maulid Nabi, yang biasa dirayakan di bulan Rabi’ul Awwal menjadi tradisi
ummat Islam di seluruh dunia, dari masa ke masa dan dalam setiap generasi ke generasi.

Hukum Peringatan Maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi Muhammad sallallahu`alaihi wasallam yang dirayakan dengan membaca sebagian ayat-ayat al-Qur’an dan menyebutkan Sebagian sifat-sifat nabi yang mulia, ini adalah perkara yang penuh dengan berkah dan kebaikan kebaikan yang agung.

Tentu jika perayaan tersebut
terhindar dari bid`ah-bid`ah sayyi-ah yang dicela oleh syara’.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perayaan Maulid Nabi mulai dilakukan pada permulaan abad ke 7 Hijrah. Ini bererti perbuatan ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam, para sahabat dan generasi Salaf. Namun demikian tidak bererti hukum perayaan Maulid Nabi dilarang atau sesuatu yang haram.

Kerana segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam atau
tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya belum tentu bertentangan dengan ajaran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam sendiri.
Para ulama’ menyatakan bahawa perayaan Maulid Nabi adalah
sebahagian daripada bid`ah hasanah (yang baik).
Artinya bahwa perayaan Maulid Nabi ini merupakan
perkara baru tetapi ia selari dengan al-Qur’an dan hadith-hadith Nabi dan sama sekali tidak bertentangan dengan keduanya.
Dalil-Dalil mengenai Peringatan Maulid Nabi Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadith nabi untuk membuat sesuatu yang baru
yang baik dan tidak menyalahi syari`at Islam.
Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda:

" ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓﻲِ ﺍْﻹِﺳْـﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨـَﺔً ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ ﻭَﺃَﺟْﺮُ ﻣَﻦْ
ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻰْﺀٌ ."
) ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ )".
“Barang siapa yang melakukan (merintis) dalam Islam sesuatu perkara yang baik maka ia akan
mendapatkan pahala daripada perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari
orang yang mengikutinya selepasnya, tanpa dikurangkan pahala mereka sedikitpun”.
(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya).

Faedah Hadisth tersebut:
Hadith ini memberikan kelonggaran kepada ulama’ummat Nabi Muhammad sallallahu`alaihi wasallam untuk melakukan perkara-perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an, al-
Sunnah, Athar (peninggalan) mahupun Ijma`ulama’.

Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi satu-pun di
antara dalil-dalil tersebut. Dengan demikian berarti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk
mendapatkan pahala.

Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, bererti ia telah mempersempit kelonggaran yang telah Allah berikan kepada
hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada zaman Nabi.

2. Dalil-dalil tentang adanya Bid`ah Hasanah yang
telah disebutkan dalam pembahasan mengenai
Bid`ah.
3. Hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-
Bukhari dan al-Imam Muslim di dalam kitab Shahih
mereka.
Diriwayatkan bahawa ketika Rasulullah tiba di
Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram).
Rasulullah bertanya kepada mereka:
“Untuk apa mereka berpuasa?”
Mereka menjawab: “
Hari ini adalah hari ditenggelamkan Fir'aun dan
diselamatkan Nabi Musa, dan kami berpuasa di
hari ini adalah karena bersyukur kepada Allah”.
Kemudian Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam
bersabda:
" ﺃَﻧَﺎ ﺃَﺣَﻖُّ ﺑِﻤُﻮْﺳَﻰ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ".
“Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian
(orang-orang Yahudi)”.
Lalu Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam berpuasa
dan memerintahkan para sahabat baginda untuk
berpuasa.
Faedah Hadisth tersebut:
Pengajaran penting yang dapat diambil daripada
hadith ini ialah bahawa sangat dianjurkan untuk
melakukan perbuatan bersyukur kepada Allah pada
hari-hari tertentu atas nikmat yang Allah berikan
pada hari-hari tersebut.
Sama ada melakukan perbuatan bersyukur kerana
memperoleh nikmat atau kerana diselamatkan dari
bahaya. Kemudian perbuatan syukur tersebut
diulang pada hari yang sama di setiap tahunnya.
Bersyukur kepada Allah dapat dilakukan dengan
melaksanakan berbagai bentuk ibadah, seperti
sujud syukur, berpuasa, sedekah, membaca al-
Qur’an dan sebagainya. Bukankah kelahiran
Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam adalah nikmat
yang paling besar bagi umat ini?!
Adakah nikmat yang lebih agung daripada
dilahirkannya Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awwal
ini?! Adakah nikmat dan kurniaan yang lebih agung
daripada pada kelahiran Rasulullah yang
menyelamatkan kita dari jalan kesesatan?!
Demikian inilah yang telah dijelaskan oleh al-Hafizh
Ibn Hajar al-`Asqalani.
4. Hadits riwayat al-Imam Muslim di dalam kitab
Shahihnya.
Bahwa Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam ketika
ditanya mengapa beliau puasa pada hari Senin,
beliau menjawab:
" ﺫﻟِﻚَ ﻳَﻮْﻡٌ ﻭُﻟِﺪْﺕُ ﻓِﻴْﻪِ ".
“Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”.
(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim)
Faedah Haditsh tersebut:
Hadith ini menunjukkan bahawa Rasulullah
sallallahu`alaihi wasallam melakukan puasa pada
hari Isnin kerana bersyukur kepada Allah, bahawa
pada hari itu baginda dilahirkan.
Ini adalah isyarat daripada Rasulullah
sallallahu`alaihi wasallam, ertinya jika baginda
berpuasa pada hari isnin kerana bersyukur kepada
Allah atas kelahiran baginda sendiri pada hari itu,
maka demikian pula bagi kita sudah selayaknya
pada tanggal kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi
wasallam tersebut untuk kita melakukan perbuatan
syukur, misalkan dengan membaca al-Qur’an,
membaca kisah kelahiran baginda, bersedekah,
atau melakukan perbuatan baik dan lainnya.
Kemudian, oleh kerana puasa pada hari isnin
diulangi setiap minggunya, maka bererti peringatan
maulid juga diulangi setiap tahunnya. Dan karena
hari kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam
masih diperselisihkan oleh para ulama’ mengenai
tanggalnya, -bukan pada harinya-, maka boleh
sahaja jika dilakukan pada tanggal 12, 2, 8, atau 10
Rabi'ul Awwal atau pada tanggal lainnya.
Bahkan tidak menjadi masalah bila perayaan ini
dilaksanakan dalam sebulan penuh sekalipun,
sebagaimana yang telah ditegaskan oleh al-Hafizh
al-Sakhawi seperti yang akan dinyatakan di bawah
ini.
Fatwa Beberapa Ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-
Jama`ah:
1. Fatwa al-Syaikh al-Islam Khatimah al-Huffazh
Amir al-Mu’minin Fi al-Hadith al-Imam Ahmad Ibn
Hajar al-`Asqalani.
Beliau menyatakan seperti berikut:
" ﺃَﺻْﻞُ ﻋَﻤَﻞِ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟِﺪِ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻟَﻢْ ﺗُﻨْﻘَﻞْ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒِ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢِ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﻘُﺮُﻭْﻥِ ﺍﻟﺜَّﻼَﺛَﺔِ، ﻭَﻟﻜِﻨَّﻬَﺎ ﻣَﻊَ ﺫﻟِﻚَ ﻗَﺪْ ﺍﺷْﺘَﻤَﻠَﺖْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺤَﺎﺳِﻦَ
ﻭَﺿِﺪِّﻫَﺎ، ﻓَﻤَﻦْ ﺗَﺤَﺮَّﻯ ﻓِﻲْ ﻋَﻤَﻠِﻬَﺎ ﺍﻟْﻤَﺤَﺎﺳِﻦَ ﻭَﺗَﺠَﻨَّﺐَ ﺿِﺪَّﻫَﺎ
ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺑِﺪْﻋَﺔً ﺣَﺴَﻨَﺔً ." ﻭَﻗَﺎﻝَ : "ﻭَﻗَﺪْ ﻇَﻬَﺮَ ﻟِﻲْ ﺗَﺨْﺮِﻳْﺠُﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ
ﺃَﺻْﻞٍ ﺛَﺎﺑِﺖٍ ".
“Asal peringatan maulid adalah bid`ah yang belum
pernah dinukikanl daripada (ulama’) al-Salaf al-
Saleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi
demikian peringatan maulid mengandungi kebaikan
dan lawannya (keburukan), jadi barangsiapa dalam
peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal
yang baik sahaja dan menjauhi lawannya (hal-hal
yang buruk), maka itu adalah bid`ah hasanah”.
Al-Hafizh Ibn Hajar juga mengatakan:
“Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan
peringatan Maulid di atas dalil yang thabit
(Sahih)”.
2. Fatwa al-Imam al-Hafizh al-Suyuthi.
Beliau mengatakan di dalam risalahnya “Husn al-
Maqshid Fi ‘Amal al-Maulid”.
Beliau menyatakan seperti berikut:
" ﻋِﻨْﺪِﻱْ ﺃَﻥَّ ﺃَﺻْﻞَ ﻋَﻤَﻞِ ﺍﻟْﻤَﻮِﻟِﺪِ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻫُﻮَ ﺍﺟْﺘِﻤَﺎﻉُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ
ﻭَﻗِﺮَﺍﺀَﺓُ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻘُﺮْﺀَﺍﻥِ ﻭَﺭِﻭَﺍﻳَﺔُ ﺍﻷَﺧْﺒَﺎﺭِ ﺍﻟْﻮَﺍﺭِﺩَﺓِ ﻓِﻲْ
ﻣَﺒْﺪَﺇِ ﺃَﻣْﺮِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻭَﻣَﺎ ﻭَﻗَﻊَ ﻓِﻲْ ﻣَﻮْﻟِﺪِﻩِ ﻣِﻦَ ﺍﻵﻳَﺎﺕِ، ﺛُﻢَّ ﻳُﻤَﺪُّ
ﻟَﻬُﻢْ ﺳِﻤَﺎﻁٌ ﻳَﺄْﻛُﻠُﻮْﻧَﻪُ ﻭَﻳَﻨْﺼَﺮِﻓُﻮْﻥَ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺯِﻳَﺎﺩَﺓٍ ﻋَﻠَﻰ ﺫﻟِﻚَ
ﻫُﻮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺒِﺪَﻉِ ﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺔِ ﺍﻟَّﺘِﻲْ ﻳُﺜَﺎﺏُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺻَﺎﺣِﺒُﻬَﺎ ﻟِﻤَﺎ ﻓِﻴْﻪِ
ﻣِﻦْ ﺗَﻌْﻈِﻴْﻢِ ﻗَﺪْﺭِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻭَﺇِﻇْﻬَﺎﺭِ ﺍﻟْﻔَﺮَﺡِ ﻭَﺍﻻﺳْﺘِﺒْﺸَﺎﺭِ ﺑِﻤَﻮْﻟِﺪِﻩِ
ﺍﻟﺸَّﺮِﻳْﻒِ. ﻭَﺃَﻭَّﻝُ ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﺫﻟِﻚَ ﺻَﺎﺣِﺐُ ﺇِﺭْﺑِﻞ ﺍﻟْﻤَﻠِﻚُ ﺍﻟْﻤُﻈَﻔَّﺮُ
ﺃَﺑُﻮْ ﺳَﻌِﻴْﺪٍ ﻛَﻮْﻛَﺒْﺮِﻱْ ﺑْﻦُ ﺯَﻳْﻦِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﺑُﻜْﺘُﻜِﻴْﻦ ﺃَﺣَﺪُ ﺍﻟْﻤُﻠُﻮْﻙِ
ﺍﻷَﻣْﺠَﺎﺩِ ﻭَﺍﻟْﻜُﺒَﺮَﺍﺀِ ﻭَﺍﻷَﺟْﻮَﺍﺩِ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﺁﺛﺎَﺭٌ ﺣَﺴَﻨَﺔٌ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱْ
ﻋَﻤَّﺮَ ﺍﻟْﺠَﺎﻣِﻊَ ﺍﻟْﻤُﻈَﻔَّﺮِﻱَّ ﺑِﺴَﻔْﺢِ ﻗَﺎﺳِﻴُﻮْﻥَ ".
“Menurutku: pada dasarnya peringatan maulid,
merupakan kumpulan orang-orang beserta bacaan
beberapa ayat al-Qur’an, meriwayatkan hadith-
hadith tentang permulaan sejarah Rasulullah dan
tanda-tanda yang mengiringi kelahirannya,
kemudian disajikan hidangan lalu dimakan oleh
orang-orang tersebut dan kemudian mereka bubar
setelahnya tanpa ada tambahan-tambahan lain,
adalah termasuk bid`ah hasanah (bid`ah yang baik)
yang melakukannya akan memperolehi pahala.
Kerana perkara seperti itu merupakan perbuatan
mengagungkan tentang kedudukan Rasulullah dan
merupakan penampakkan (menzahirkan) akan rasa
gembira dan suka cita dengan kelahirannya
(rasulullah) yang mulia.
Orang yang pertama kali melakukan peringatan
maulid ini adalah pemerintah Irbil, Sultan al-
Muzhaffar Abu Sa`id Kaukabri Ibn Zainuddin Ibn
Buktukin, salah seorang raja yang mulia, agung dan
dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-
jasa yang baik, dan dialah yang membangun al-
Jami` al-Muzhaffari di lereng gunung Qasiyun”.
3. Fatwa al-Imam al-Hafizh al-Sakhawi seperti
disebutkan di dalam “al-Ajwibah al-Mardliyyah”,
seperti berikut:
" ﻟَﻢْ ﻳُﻨْﻘَﻞْ ﻋَﻦْ ﺃَﺣَﺪٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒِ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢِ ﻓِﻲْ ﺍﻟْﻘُﺮُﻭْﻥِ ﺍﻟﺜَّﻼَﺛَﺔِ
ﺍﻟْﻔَﺎﺿِﻠَﺔِ، ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺣَﺪَﺙَ " ﺑَﻌْﺪُ، ﺛُﻢَّ ﻣَﺎ ﺯَﺍﻝَ ﺃَﻫْـﻞُ ﺍﻹِﺳْﻼَﻡِ ﻓِﻲْ
ﺳَﺎﺋِﺮِ ﺍﻷَﻗْﻄَﺎﺭِ ﻭَﺍﻟْﻤُـﺪُﻥِ ﺍﻟْﻌِﻈَﺎﻡِ ﻳَﺤْﺘَﻔِﻠُﻮْﻥَ ﻓِﻲْ ﺷَﻬْﺮِ ﻣَﻮْﻟِﺪِﻩِ -
ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﺷَﺮَّﻑَ ﻭَﻛَﺮَّﻡَ- ﻳَﻌْﻤَﻠُﻮْﻥَ ﺍﻟْﻮَﻻَﺋِﻢَ
ﺍﻟْﺒَﺪِﻳْﻌَﺔَ ﺍﻟْﻤُﺸْﺘَﻤِﻠَﺔَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻷُﻣُﻮْﺭِ ﺍﻟﺒَﻬِﺠَﺔِ ﺍﻟﺮَّﻓِﻴْﻌَﺔِ، ﻭَﻳَﺘَﺼَﺪَّﻗُﻮْﻥَ
ﻓِﻲْ ﻟَﻴَﺎﻟِﻴْﻪِ ﺑِﺄَﻧْﻮَﺍﻉِ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕِ، ﻭَﻳُﻈْﻬِﺮُﻭْﻥَ ﺍﻟﺴُّﺮُﻭْﺭَ، ﻭَﻳَﺰِﻳْﺪُﻭْﻥَ
ﻓِﻲْ ﺍﻟْﻤَﺒَﺮَّﺍﺕِ، ﺑَﻞْ ﻳَﻌْﺘَﻨُﻮْﻥَ ﺑِﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﻣَﻮْﻟِﺪِﻩِ ﺍﻟْﻜَﺮِﻳْﻢِ، ﻭَﺗَﻈْﻬَﺮُ
ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻣِﻦْ ﺑَﺮَﻛَﺎﺗِﻪِ ﻛُﻞُّ ﻓَﻀْﻞٍ ﻋَﻤِﻴْﻢٍ ﺑِﺤَﻴْﺚُ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻤَّﺎ ﺟُﺮِّﺏَ ."
ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ : "ﻗُﻠْﺖُ : ﻛَﺎﻥَ ﻣَﻮْﻟِﺪُﻩُ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳْﻒُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻷَﺻَﺢِّ ﻟَﻴْﻠَﺔَ
ﺍﻹِﺛْﻨَﻴْﻦِ ﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻲَ ﻋَﺸَﺮَ ﻣِﻦْ ﺷَﻬْﺮِ ﺭَﺑِﻴْﻊ ﺍﻷَﻭَّﻝِ، ﻭَﻗِﻴْﻞَ : ﻟِﻠَﻴْﻠَﺘَﻴْﻦِ
ﺧَﻠَﺘَﺎ ﻣِﻨْﻪُ، ﻭَﻗِﻴْﻞَ : ﻟِﺜَﻤَﺎﻥٍ، ﻭَﻗِﻴْﻞَ : ﻟِﻌَﺸْﺮٍ ﻭَﻗِﻴْﻞَ ﻏَﻴْﺮُ ﺫَﻟِﻚَ،
ﻭَﺣِﻴْﻨَﺌِﺬٍ ﻓَﻼَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﻔِﻌْﻞِ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻓِﻲْ ﻫﺬِﻩِ ﺍﻷَﻳَّﺎﻡِ ﻭَﺍﻟﻠَّﻴَﺎﻟِﻲْ ﻋَﻠَﻰ
ﺣَﺴَﺐِ ﺍﻻﺳْﺘِﻄَﺎﻋَﺔِ ﺑَﻞْ ﻳَﺤْﺴُﻦُ ﻓِﻲْ ﺃَﻳَّﺎﻡِ ﺍﻟﺸَّﻬْﺮِ ﻛُﻠِّﻬَﺎ ﻭَﻟَﻴَﺎﻟِﻴْﻪِ ."
“Peringatan Maulid Nabi belum pernah dilakukan
oleh seorangpun daripada kaum al-Salaf al-Saleh
yang hidup pada tiga abad pertama yang mulia,
melainkan baru ada setelah itu di kemudian. Dan
ummat Islam di semua daerah dan kota-kota besar
sentiasa mengadakan peringatan Maulid Nabi pada
bulan kelahiran Rasulullah.
Mereka mengadakan jamuan-jamuan makan yang
luar biasa dan diisi dengan hal-hal yang
menggembirakan dan baik. Pada malam harinya,
mereka mengeluarkan berbagai-bagai sedekah,
mereka menampakkan kegembiraan dan suka cita.
Mereka melakukan kebaikan-kebaikan lebih
daripada kebiasaannya. Bahkan mereka berkumpul
dengan membaca buku-buku maulid. Dan
nampaklah keberkahan Nabi dan Maulid secara
menyeluruh. Dan ini semua telah teruji”.
Kemudian al-Sakhawi berkata:
“Aku Katakan: “Tanggal kelahiran Nabi menurut
pendapat yang paling sahih adalah malam Isnin,
tanggal 12 bulan Rabi’ul Awwal. Menurut pendapat
lain malam tanggal 2, 8, 10 dan masih ada
pendapat-pendapat lain. Oleh kerananya tidak
mengapa melakukan kebaikan bila pun pada siang
hari dan waktu malam ini sesuai dengan kesiapan
yang ada, bahkan baik jika dilakukan pada siang
hari dan waktu malam bulan Rabi'ul Awwal
seluruhnya” .
Jika kita membaca fatwa-fatwa para ulama’
terkemuka ini dan merenungkannya dengan hati
yang suci bersih, maka kita akan mengetahui
bahawa sebenarnya sikap “BENCI” yang timbul
daripada sebahagian golongan yang
mengharamkan Maulid Nabi tidak lain hanya
didasari kepada hawa nafsu semata-mata. Orang-
orang seperti itu sama sekali tidak mempedulikan
fatwa-fatwa para ulama’ yang saleh terdahulu.
Di antara pernyataan mereka yang sangat
menghinakan ialah bahawa mereka seringkali
menyamakan peringatan maulid Nabi ini dengan
perayaan hari Natal yang dilakukan oleh orang-
orang Nasrani. Bahkan salah seorang dari mereka,
kerana sangat benci terhadap perayaan Maulid
Nabi ini, dengan tanpa malu dan tanpa segan sama
sekali berkata:
" ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺬَّﺑِﻴْﺤَﺔَ ﺍﻟَّﺘِﻲْ ﺗُﺬْﺑَﺢُ ﻹِﻃْﻌَﺎﻡِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻓِﻲْ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟِﺪِ ﺃَﺣْﺮَﻡُ
ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨِﻨْﺰِﻳْﺮِ ".
“Sesungguhnya binatang sembelihan yang
disembelih untuk menjamu orang dalam peringatan
maulid lebih haram dari daging babi”.
Golongan yang anti maulid seperti WAHHABI
menganggap bahawa perbuatan bid`ah seperti
menyambut Maulid Nabi ini adalah perbuatan yang
mendekati syirik (kekufuran). Dengan demikian,
menurut mereka, lebih besar dosanya daripada
memakan daging babi yang hanya haram sahaja
dan tidak mengandungi unsur syirik (kekufuran).
Jawab:
Na`uzu Billah...
Sesungguhnya sangat kotor dan jahat perkataan
orang seperti ini. Bagaimana ia berani dan tidak
mempunyai rasa malu sama sekali mengatakan
peringatan Maulid Nabi, yang telah dipersetujui
oleh para ulama’ dan orang-orang saleh dan telah
dianggap sebagai perkara baik oleh para ulama’-
ulama’ ahli hadith dan lainnya, dengan perkataan
buruk seperti itu?!
Orang seperti ini benar-benar tidak mengetahui
kejahilan dirinya sendiri. Apakah dia merasakan dia
telah mencapai darjat seperti al-Hafizh Ibn Hajar
al-`Asqalani, al-Hafizh al-Suyuthi atau al-Hafizh al-
Sakhawi atau mereka merasa lebih `alim dari
ulama’-ulama’ tersebut?!
Bagaimana ia membandingkan makan daging babi
yang telah nyata dan tegas hukumnya haram di
dalam al-Qur’an, lalu ia samakan dengan
peringatan Maulid Nabi yang sama sekali tidak ada
unsur pengharamannya dari nas-nas syari’at
agama?!
Ini bererti, bahawa golongan seperti mereka yang
mengharamkan maulid ini tidak mengetahui
Maratib al-Ahkam (tingkatan-tingkatan hukum).
Mereka tidak mengetahui mana yang haram dan
mana yang mubah (harus), mana yang haram
dengan nas (dalil al-Qur’an) dan mana yang haram
dengan istinbath (mengeluarkan hukum). Tentunya
orang-orang ”BODOH” seperti ini sama sekali tidak
layak untuk diikuti dan dijadikan ikutan dalam
mengamalkan agama ISLAM ini.
Pembacaan Kitab-kitab Maulid
Di antara rangkaian acara peringatan Maulid Nabi
adalah membaca kisah-kisah tentang kelahiran
Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam.
Al-Hafizh al-Sakhawi menyatakan seperti berikut:
" ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟِﺪِ ﻓَﻴَﻨْﺒَﻐِﻲْ ﺃَﻥْ ﻳُﻘْﺘَﺼَﺮَ ﻣِﻨْﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﺃَﻭْﺭَﺩَﻩُ
ﺃَﺋِﻤَّﺔُ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻓِﻲْ ﺗَﺼَﺎﻧِﻴْﻔِﻬِﻢْ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﺼَّﺔِ ﺑِﻪِ ﻛَﺎﻟْﻤَﻮْﺭِﺩِ ﺍﻟْﻬَﻨِﻲِّ
ﻟِﻠْﻌِﺮَﺍﻗِﻲِّ– ﻭَﻗَﺪْ ﺣَﺪَّﺛْﺖُ ﺑِﻪِ ﻓِﻲْ ﺍﻟْﻤَﺤَﻞِّ ﺍﻟْﻤُﺸَﺎﺭِ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺑِﻤَﻜَّﺔَ- ،
ﻭَﻏَﻴْﺮِ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﺼَّﺔِ ﺑِﻪِ ﺑَﻞْ ﺫُﻛِﺮَ ﺿِﻤْﻨًﺎ ﻛَﺪَﻻَﺋِﻞِ ﺍﻟﻨُّـﺒُﻮَّﺓِ ﻟِﻠْﺒَﻴْﻬَﻘِﻲِّ،
ﻭَﻗَﺪْ ﺧُﺘِﻢَ ﻋَﻠَﻲَّ ﺑِﺎﻟﺮَّﻭْﺿَﺔِ ﺍﻟﻨَّـﺒَﻮِﻳَّﺔِ، ﻷَﻥَّ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﻣَﺎ ﺑِﺄَﻳْﺪِﻱْ
ﺍﻟْﻮُﻋَّﺎﻅِ ﻣِﻨْﻪُ ﻛَﺬِﺏٌ ﻭَﺍﺧْﺘِﻼَﻕٌ، ﺑَﻞْ ﻟَﻢْ ﻳَﺰَﺍﻟُﻮْﺍ ﻳُﻮَﻟِّﺪُﻭْﻥَ ﻓِﻴْﻪِ ﻣَﺎ
ﻫُﻮَ ﺃَﻗْﺒَﺢُ ﻭَﺃَﺳْﻤَﺞُ ﻣِﻤَّﺎ ﻻَ ﺗَﺤِﻞُّ ﺭِﻭَﺍﻳَﺘُﻪُ ﻭَﻻَ ﺳَﻤَﺎﻋُﻪُ، ﺑَﻞْ ﻳَﺠِﺐُ
ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻋَﻠِﻢَ ﺑُﻄْﻼَﻧُﻪُ ﺇِﻧْﻜَﺎﺭُﻩُ، ﻭَﺍﻷَﻣْﺮُ ﺑِﺘَﺮْﻙِ ﻗِﺮَﺍﺋِﺘِﻪِ، ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻧَّﻪُ
ﻻَ ﺿَﺮُﻭْﺭَﺓَ ﺇِﻟَﻰ ﺳِﻴَﺎﻕِ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟِﺪِ، ﺑَﻞْ ﻳُﻜْﺘَﻔَﻰ ﺑِﺎﻟﺘِّﻼَﻭَﺓِ
ﻭَﺍﻹِﻃْﻌَﺎﻡِ ﻭَﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ، ﻭَﺇِﻧْﺸَﺎﺩِ ﺷَﻰْﺀٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺪَﺍﺋِﺢِ ﺍﻟﻨَّـﺒَﻮِﻳَّﺔِ
ﻭَﺍﻟﺰُّﻫْﺪِﻳَّﺔِ ﺍﻟْﻤُﺤَﺮِّﻛَﺔِ ﻟِﻠْﻘُﻠُﻮْﺏِ ﺇِﻟَﻰ ﻓِﻌْﻞِ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﻟِﻶﺧِﺮَﺓِ
ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﻳَﻬْﺪِﻱْ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ".
“Adapun pembacaan kisah kelahiran Nabi maka
sepatutnya yang dibaca itu hanya yang disebutkan
oleh para ulama’ ahli hadith di dalam kitab-kitab
mereka yang khusus menceritakan tentang kisah
kelahiran Nabi, seperti al-Maurid al-Haniyy
karangan al-‘Iraqi (Aku juga telah mengajarkan dan
membacakannya di Makkah), atau tidak khusus -
dengan karya-karya tentang maulid saja- tetapi
juga dengan menyebutkan riwayat-riwayat yang
mengandungi tentang kelahiran Nabi, seperti kitab
Dala-il al-Nubuwwah karangan al-Baihaqi. Kitab ini
juga telah dibacakan kepadaku hingga selesai di
Raudhah Nabi. Kerana kebanyakan kisah maulid
yang ada di tangan para penceramah adalah
riwayat-riwayat bohong dan palsu, bahkan hingga
kini mereka masih terus mengeluarkan riwayat-
riwayat dan kisah-kisah yang lebih buruk dan tidak
layak didengar, yang tidak boleh diriwayatkan dan
didengarkan, justeru sebaliknya orang yang
mengetahui kebatilannya wajib mengingkari dan
melarangnya untuk dibaca. Padahal sebenarnya
tidak boleh ada pembacaan kisah-kisah maulid
dalam peringatan maulid Nabi, melainkan cukup
membaca beberapa ayat al-Qur’an, memberi
makan dan sedekah, didendangkan bait-bait Mada-
ih Nabawiyyah (pujian-pujian terhadap Nabi) dan
syair-syair yang mengajak kepada hidup zuhud
(tidak loba kepada dunia), mendorong hati untuk
berbuat baik dan beramal untuk akhirat. Dan Allah
memberi petunjuk kepada orang yang Dia
kehendaki”.
Kesesatan fahaman WAHHABI yang Anti Maulid:
Golongan yang mengharamkan peringatan Maulid
Nabi berkata:
“Peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan
oleh Rasulullah, juga tidak pernah dilakukan oleh
para sahabatnya. Seandainya hal itu merupakan
perkara baik nescaya mereka telah mendahului kita
dalam melakukannya”.
Jawab:
Baik, Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam tidak
melakukannya, adakah baginda melarangnya?
Perkara yang tidak dilakukan oleh Rasulullah tidak
semestinya menjadi sesuatu yang haram. Tetapi
sesuatu yang haram itu adalah sesuatu yang telah
nyata dilarang dan diharamkan oleh Rasulullah
sallallahu`alaihi wasallam.
Disebabkan itu Allah ta`ala berfirman:
" ﻭَﻣَﺎ ﺁَﺗَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭﻩُ ﻭَﻣَﺎ ﻧَﻬَﺎﻛُﻢْ ﻋَﻨْﻪُ ﻓَﺎﻧْﺘَﻬُﻮﺍ ."
) ﺍﻟﺤﺸﺮ : 7 )
“Apa yang diberikan oleh Rasulullah kepadamu
maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah”.
(Surah al-Hasyr: 7)
Dalam firman Allah ta`ala di atas disebutkan
“Apa yang dilarang ole Rasulullah atas kalian,
maka tinggalkanlah”,
tidak mengatakan
“Apa yang ditinggalkan oleh Rasulullah maka
tinggalkanlah”.
Ini Berertinya bahawa perkara haram adalah
sesuatu yang dilarang dan diharamkan oleh
Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam tetapi bukan
sesuatu yang ditinggalkannya. Sesuatu perkara itu
tidak haram hukumnya hanya dengan alasan tidak
dilakukan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi
wasallam. Melainkan ia menjadi haram ketika ada
dalil yang melarang dan mengharamkannya.
Lalu kita katakan kepada mereka:
“Apakah untuk mengetahui bahawa sesuatu itu
boleh (harus) atau sunnah, harus ada nas daripada
Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam secara
langsung yang khusus menjelaskannya?”
Apakah untuk mengetahui boleh (harus) atau
sunnahnya perkara maulid harus ada nas khusus
daripada Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam yang
menyatakan tentang maulid itu sendiri?!
Bagaimana mungkin Rasulullah menyatakan atau
melakukan segala sesuatu secara khusus dalam
umurnya yang sangat singkat?!
Bukankah jumlah nas-nas syari`at, baik ayat-ayat
al-Qur’an mahupun hadith-hadith nabi, itu semua
terbatas, Artinya tidak membicarakan setiap
peristiwa, padahal peristiwa-peristiwa baru akan
terus muncul dan selalu bertambah?!
Jika setiap perkara harus dibicarakan oleh
Rasulullah secara langsung, lalu dimanakah
kedudukan ijtihad (hukum yang dikeluarkan oleh
mujtahid berpandukan al-Quran dan al-Hadith) dan
apakah fungsi ayat-ayat al-Quran atau hadith-
hadith yang memberikan pemahaman umum?!
Misalnya firman Allah ta`ala:
" ﻭَﺍﻓْﻌَﻠُﻮﺍ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ "
) ﺍﻟﺤﺞ : 77 )
“Dan lakukan kebaikan oleh kalian supaya kalian
beruntung”.
(Surah al-Hajj: 77)
Adakah setiap bentuk kebaikan harus dikerjakan
terlebih dahulu oleh Rasulullah sallallahu`alaihi
wasallam supaya ia dihukumkan bahawa kebaikan
tersebut boleh dilakukan?!
Tentunya tidak sedemikian.
Dalam masalah ini Rasulullah sallallahu`alaihi
wasallam hanya memberikan kaedah-kaedah atau
garis panduan sahaja. Kerana itulah dalam setiap
pernyataan Rasulullah terdapat apa yang
disebutkan dengan Jawami` al-Kalim ertinya
bahawa dalam setiap ungkapan Rasulullah terdapat
kandungan makna yang sangat luas.
Dalam sebuah hadith sahih, Rasulullah
sallallahu`alaihi wasallam bersabda:
" ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓﻲِ ﺍْﻹِﺳْـﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨـَﺔً ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ ﻭَﺃَﺟْﺮُ ﻣَﻦْ
ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻰْﺀٌ ."
) ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ )
“Barangsiapa yang melakukan (merintis perkara
baru) dalam Islam sesuatu perkara yang baik maka
ia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya
tersebut dan pahala dari orang-orang yang
mengikutinya sesudah dia, tanpa berkurang pahala
mereka sedikitpun”.
(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam
Sahih-nya).
Dan di dalam hadith sahih yang lainnya, Rasulullah
sallallahu`alaihi wasallam bersabda:
" ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲْ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ ."
)ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ )
"Barang siapa merintis sesuatu yang baru dalam
agama kita ini yang bukan berasal darinya maka ia
tertolak”.
(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim)
Dalam hadith ini Rasulullah sallallahu`alaihi
wasallam menegaskan bahawa sesuatu yang baru
dan tertolak adalah sesuatu yang “bukan daripada
sebahagian syari`atnya”. Artinya, sesuatu yang
baru yang tertolak adalah yang menyalahi syari`at
Islam itu sendiri.
Inilah yang dimaksudkan dengan sabda Rasulullah
sallallahu`alaihi wasallam di dalam hadith di atas:
“Ma Laisa Minhu”.
Kerana, seandainya semua perkara yang belum
pernah dilakukan oleh Rasulullah atau oleh para
sahabatnya, maka perkara tersebut pasti haram
dan sesat dengan tanpa terkecuali, maka
Rasulullah tidak akan mengatakan
“Ma Laisa Minhu”,
tapi mungkin akan berkata:
“Man Ahdatsa Fi Amrina Hadza Syai`an Fa Huwa
Mardud”
(Siapapun yang merintis perkara baru dalam agama
kita ini, maka ia pasti tertolak).
Dan bila maknanya seperti ini maka bererti hal ini
bertentangan dengan hadith yang driwayatkan oleh
al-Imam Muslim di atas sebelumnya. Yaitu hadisth:
“Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan....”.
Padahal hadisth yang diriwayatkan oleh al-Imam
Muslim ini mengandungi isyarat anjuran bagi kita
untuk membuat sesuatu perkara yang baru, yang
baik, dan yang selari dengan syari`at Islam. Dengan
demikian tidak semua perkara yang baru itu adalah
sesat dan ia tertolak. Namun setiap perkara baru
harus dicari hukumnya dengan melihat
persesuaiannya dengan dalil-dalil dan kaedah-
kaedah syara`. Bila sesuai maka boleh dilakukan,
dan jika ia menyalahi, maka tentu ia tidak boleh
dilakukan.
Karena itulah al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani
menyatakan seperti berikut:
" ﻭَﺍﻟﺘَّﺤْﻘِﻴْﻖُ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻣِﻤَّﺎ ﺗَﻨْﺪَﺭِﺝُ ﺗَﺤْﺖَ ﻣُﺴْﺘَﺤْﺴَﻦٍ ﻓِﻲْ
ﺍﻟﺸَّﺮْﻉِ ﻓَﻬِﻲَ ﺣَﺴَﻨَﺔٌ، ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻣِﻤَّﺎ ﺗَﻨْﺪَﺭِﺝُ ﺗَﺤْﺖَ ﻣُﺴْﺘَﻘْﺒَﺢٍ
ﻓِﻲْ ﺍﻟﺸَّﺮْﻉِ ﻓَﻬِﻲَ ﻣُﺴْﺘَﻘْﺒَﺤَﺔٌ " .
“Cara mengetahui bid’ah yang hasanah dan sayyi-
ah (yang dicela) menurut tahqiq (penelitian) para
ulama’ adalah bahawa jika perkara baru tersebut
masuk dan tergolong kepada hal yang baik dalam
syara` bererti ia termasuk bid`ah hasanah, dan jika
tergolong kepada hal yang buruk dalam syara`
maka berarti termasuk bid’ah yang buruk (yang
dicela)”.
Bolehkah dengan keagungan Islam dan kelonggaran
kaedah-kaedahnya, jika dikatakan bahawa setiap
perkara baharu itu adalah sesat?
2. Golongan yang mengharamkan peringatan
Maulid Nabi biasanya berkata:
“Peringatan maulid itu sering dimasuki oleh
perkara-perkara haram dan maksiat”.
Jawab:
Apakah kerana alasan tersebut lantas peringatan
maulid menjadi haram secara mutlak?!
Pendekatannya, Apakah seseorang itu haram
baginya untuk masuk ke pasar, dengan alasan di
pasar banyak yang sering melakukan perbuatan
haram, seperti membuka aurat, menggunjingkan
orang, menipu dan lain sebagainya?!
Tentu tidak demikian. Maka demikian pula dengan
peringatan maulid, jika ada kesalahan-kesalahan
atau perkara-perkara haram dalam
pelaksanaannya, maka kesalahan-kesalahan itulah
yang harus diperbaiki. Dan memperbaikinya tentu
bukan dengan mengharamkan hukum maulid itu
sendiri.
Kerana itulah al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani telah
menyatakan bahawa:
" ﺃَﺻْﻞُ ﻋَﻤَﻞِ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟِﺪِ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻟَﻢْ ﺗُﻨْﻘَﻞْ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒِ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢِ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﻘُﺮُﻭْﻥِ ﺍﻟﺜَّﻼَﺛَﺔِ، ﻭَﻟﻜِﻨَّﻬَﺎ ﻣَﻊَ ﺫﻟِﻚَ ﻗَﺪْ ﺍﺷْﺘَﻤَﻠَﺖْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺤَﺎﺳِﻦَ
ﻭَﺿِﺪِّﻫَﺎ، ﻓَﻤَﻦْ ﺗَﺤَﺮَّﻯ ﻓِﻲْ ﻋَﻤَﻠِﻬَﺎ ﺍﻟْﻤَﺤَﺎﺳِﻦَ ﻭَﺗَﺠَﻨَّﺐَ ﺿِﺪَّﻫَﺎ
ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺑِﺪْﻋَﺔً ﺣَﺴَﻨَﺔً ".
“Asal peringatan maulid adalah bid`ah yang belum
pernah dinukil dari kaum al-Salaf al-Saleh pada
tiga abad pertama, tetapi meskipun demikian
peringatan maulid mengandungi kebaikan dan
lawannya. Barangsiapa dalam memperingati maulid
serta berusaha melakukan hal-hal yang baik sahaja
dan menjauhi lawannya (hal-hal buruk yang
diharamkan), maka itu adalah bid`ah hasanah”.
Kalangan yang mengharamkan peringatan Maulid
Nabi berkata:
“Peringatan Maulid itu seringkali menghabiskan
dana yang sangat besar. Hal itu adalah perbuatan
membazirkan. Mengapa tidak digunakan sahaja
untuk keperluan ummat yang lebih penting?”.
Jawab:
Laa Hawla Walaa Quwwata Illa Billah...
Perkara yang telah dianggap baik oleh para ulama’
disebutnya sebagai membazir?!
Orang yang berbuat baik, bersedekah, ia anggap
telah melakukan perbuatan haram, yaitu perbuatan
membazir?! Mengapa orang-orang seperti ini selalu
saja berprasangka buruk (suuzhzhann) terhadap
umat Islam?!
Mengapa harus mencari-cari dalih untuk
mengharamkan perkara yang tidak diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya?! Mengapa mereka selalu
sahaja beranggapan bahawa peringatan maulid
tidak ada unsur kebaikannya sama sekali untuk
ummat ini?!
Bukankah peringatan Maulid Nabi mengingatkan
kita kepada perjuangan Rasulullah sallallahu`alaihi
wasallam dalam berdakwah sehingga
membangkitkan semangat kita untuk berdakwah
seperti yang telah dicontohkan baginda?!
Bukankah peringatan Maulid Nabi memupuk
kecintaan kita kepada Rasulullah sallallahu`alaihi
wasallam dan menjadikan kita banyak berselawat
kepada baginda?!
Sesungguhnya maslahat-maslahat besar seperti ini
bagi orang yang beriman tidak boleh diukur dengan
harta.
4. Golongan yang mengharamkan peringatan
Maulid Nabi sering berkata:
“Peringatan Maulid itu pertama kali diadakan oleh
Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Tujuan beliau saat itu
adalah membangkitkan semangat ummat untuk
berjihad. Bererti orang yang melakukan peringatan
maulid bukan dengan tujuan itu, telah menyimpang
dari tujuan awal maulid. Oleh kerananya peringatan
maulid tidak perlu”.
Jawab:
Kenyataan seperti ini sangat pelik. Ahli sejarah
mana yang mengatakan bahawa orang yang
pertama kali mengadakan peringatan maulid
adalah sultan Salahuddin al-Ayyubi.
Para ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn
al-Jauzi, Ibn Kathir, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafizh
al-Suyuthi dan lainnya telah bersepakat
menyatakan bahawa orang yang pertama kali
mengadakan peringatan maulid adalah Sultan al-
Muzhaffar, bukan sultan Shalahuddin al-Ayyubi.
Orang yang mengatakan bahawa sultan Salahuddin
al-Ayyubi yang pertama kali mengadakan Maulid
Nabi telah membuat “fitnah yang jahat” terhadap
sejarah. Perkataan mereka bahawa sultan
Salahuddin membuat maulid untuk tujuan
membangkitkan semangat umat untuk berjihad
dalam perang salib, maka jika diadakan bukan
untuk tujuan seperti ini bererti telah menyimpang,
adalah perkataan yang sesat lagi menyesatkan.
Tujuan mereka yang berkata demikian adalah
hendak mengharamkan maulid, atau paling tidak
hendak mengatakan tidak perlu menyambutnya.
Kita katakan kepada mereka:
Apakah jika orang yang hendak berjuang harus
bergabung dengan bala tentara sultan Salahuddin?
Apakah menurut mereka yang berjuang untuk Islam
hanya bala tentara sultan Salahuddin saja?
Dan apakah di dalam berjuang harus mengikuti
cara dan strategi Sultan Salahuddin saja, dan jika
tidak, ia bererti tidak dipanggil berjuang namanya?!
Hal yang sangat menghairankan ialah kenapa bagi
sebahagian mereka yang mengharamkan maulid ini,
dalam keadaan tertentu, atau untuk kepentingan
tertentu, kemudian mereka mengatakan maulid
boleh, istighatsah (meminta pertolongan) boleh,
bahkan ikut-ikutan tawassul (memohon doa agar
didatangkan kebaikan), tetapi kemudiannya
terhadap orang lain, mereka mengharamkannya?!
Hasbunallah...
Para ahli sejarah yang telah kita sebutkan di atas,
tidak ada seorangpun daripada mereka yang
mengisyaratkan bahawa tujuan maulid adalah
untuk membangkitkan semangat ummat untuk
berjihad di dalam perang di jalan Allah. Lalu dari
manakah muncul pemikiran seperti ini?!
Tidak lain dan tidak bukan, pemikiran tersebut
hanya muncul daripada hawa nafsu semata-mata.
Benar, mereka selalu mencari-cari kesalahan
sekecil apapun untuk mengungkapkan “kebencian”
dan “sinis” mereka terhadap peringatan Maulid
Nabi ini.
Apa dasar mereka mengatakan bahawa peringatan
maulid baru boleh diadakan jika tujuannya
membangkitkan semangat untuk berjihad?!
Apa dasar perkataan seperti ini?!
Sama sekali tidak ada. Al-Hafizh Ibn Hajar, al-
Hafizh al-Suyuthi, al-Hafizh al-Sakhawi dan para
ulama’ lainnya yang telah menjelaskan tentang
kebolehan peringatan Maulid Nabi, sama sekali
tidak mengaitkannya dengan tujuan membangkitkan
semangat untuk berjihad.
Kemudian dalil-dalil yang mereka kemukakan
dalam masalah maulid tidak menyebut perihal jihad
sama sekali, bahkan mengisyaratkan saja tidak.
Dari sini kita tahu betapa rapuhnya dan tidak
didasari perkataan mereka itu apabila berkaitan
dengan hukum, istinbath dan istidhal.
Semoga Allah merahmati para ulama’ kita.
Sesungguhnya mereka adalah cahaya penerang
bagi umat ini dan sebagai ikutan bagi kita semua
menuju jalan yang diredhai Allah.
Amin Ya Rabb....
Wallahu'alam bishshawab
Wabilahi Taufik Wal Hidayah
Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Silahkan bila ingin SHARE, semoga bermanfaat...