Pengikut

Senin, 25 Juni 2012

Hati - hati menilai hati seseorang !



Aurat adalah bagian tubuh manusia yang
diharamkan untuk dilihat dan dipegang. Dalam
Islam, aurat bagi wanita adalah seluruh
tubuhnya, kecuali kedua telapak tangan dan
muka. Jadi, bagi seorang muslimah, memakai
jilbab, sehingga auratnya tertutup, adalah
kewajiban.
Itulah yang dilakukan Neneng Sri Wahyuni.
Sebagai seorang muslimah, ia melaksanakan
kewajibannya.
Anehnya, tampilan Neneng yang sesuai syari’at
Islam itu mendapat tanggapan negatif dari
seorang tokoh ormas Islam, Munarman dari FPI.
Dia mempertanyakan jilbab yang dipakai
Neneng, apakah Neneng memang sudah sejak
lama berjilbab sebelum ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK. Tidak hanya
mempertanyakan, tapi juga protes, "Kami protes
sekaligus mempertanyakan. Setiap perempuan
yang berurusan dengan hukum, termasuk
Neneng, selalu terlihat berjilbab. Sebelumnya,
Apriyani, sopir maut yang ditangkap, juga pakai
jilbab begitu ditetapkan sebagai tersangka.
Padahal kesehariannya tidak pakai jilbab."
Munarman kemudian mengimbau kepada siapa
pun juga untuk tidak menggunakan pakaian
muslim hanya ketika berurusan dengan hukum.
Seolah-olah busana muslim yang dikenakan
hanya untuk menutupi kasus hukum yang
sedang dihadapi.
Bahkan Munarman menilainya sebagai
pelecehan. "Kalau memakainya sejak sebelum
berurusan dengan hukum, itu lain soal. Tapi
ketika datang ke penegak hukum, KPK misalnya,
tiba-tiba saja pakai busana muslim, ini
pelecehan namanya."
"Busana muslim seakan hanya untuk menutupi
kelakukannya. Padahal, belum tentu
kesehariannya memakai busana muslim. Atau
mungkin, yang memakai busana muslim itu baru
sadar setelah terkena kasus hukum?"
Ada empat poin yang saya garis bawahi dari
kata-kata Munarman. Pertama, Munarman
mempertanyakan apakah Neneng memang
sudah sejak lama berjilbab sebelum ditetapkan
sebagai tersangka oleh KPK.
Kalau toh benar sebelum ini Neneng belum
berbusana muslimah dan baru kali ini, yakni
setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK,
ia memakai jilbab, apa salahnya? Bahkan itu
lebih baik daripada tampil dengan
memperlihatkan auratnya. Sungguh sayang,
seorang tokoh ormas Islam, yang seharusnya
mendukung orang yang berbusana muslimah,
malah mempertanyakannya.
Kedua, tidak hanya mempertanyakan, tapi
Munarman juga protes. Ini lebih aneh lagi.
Wong seorang wanita muslimah menerapkan
ajaran Islam dengan berbusana muslimah kok
diprotes, oleh tokoh ormas Islam lagi.
Ketiga, Munarman kemudian mengimbau
kepada siapa pun juga untuk tidak
menggunakan pakaian muslim hanya ketika
berurusan dengan hukum. Seolah-olah busana
muslim yang dikenakan hanya untuk menutupi
kasus hukum yang sedang dihadapi. Lha, dari
mana Munarman tahu isi hati Neneng.
Bagimana kalau Neneng benar-benar tulus
dalam berbusana musimah tersebut, bukan
sekadar untuk menutupi kasus yang ia hadapi?
Rasulullah SAW saja pernah menegur
sahabatnya yang membunuh musuh yang sudah
mengucapkan kalimah syahadat. Sahabat itu
beralasan bahwa ucapan kalimah syahadat itu
sekadar kedok untuk menyelamatkan diri.
Rasulullah lalu mengatakan bahwa urusan hati,
beriman atau tidak, itu bukan manusia yang
menilai, melainkan Allah SWT. Lha, ini hanya
seorang Munarman. Apa hak Anda untuk
menilai hati Neneng?
Keempat, Munarman menilainya sebagai
pelecehan. "Kalau memakainya sejak sebelum
berurusan dengan hukum, itu lain soal. Tapi
ketika datang ke penegak hukum, KPK misalnya,
tiba-tiba saja pakai busana muslim, ini
pelecehan namanya.” Kalau melaksanakan
ajaran agama, berjilbab, termasuk saat datang
ke penegak hukum, dianggap pelecehan, dan
kemudia si tersangka takut untuk berjilbab,
sehingga terjadi perbuatan dosa, yakni
memperlihatkan aurat, kemudian laki-laki yang
melihat aurat itu terdorong untuk melakukan
perbuatan dosa yang lain, dan seterusnya,
Munarman turut berdosa.
Status Neneng saat ini baru tersangka. Artinya,
masih ada kemungkinan bahwa ia tidak
bersalah.
Okelah, katakan Neneng bersalah. Tapi ia kan
seorang manusia, bukan setan, yang selamanya
berkubang dengan kesalahan. Sebagai manusia,
tentu ada sisi kebaikan juga dalam diri Neneng.
Dan, siapa tahu bahwa ia telah bertaubat atas
segala kesalahannya itu.
Seharusnya kita semua memberikan motivasi
yang baik kepada Neneng agar kooperatif
dengan penegak hukum. Membesarkan hatinya.
Bukannya mengkerdilkan dirinya dengan
berbagai kecurigaan, apalagi kecurigaan yang
bersifat keagamaan.
Memang, ada saja kemungkinan bahwa
berjilbabnya orang yang “bermasalah” dalam
rangka seperti yang didugakan Munarman di
atas. Atau menutupi wajahnya agar tidak dikenal
orang lain sehingga dia aman. Atau minimal
setelah menjadi tersangka menghindar publikasi
ketika dijepret kamera. Namun, mudah-
mudahan tidak demikian yang ada di benak
Neneng, juga para tersangka lain yang
berpakaian muslimah.
Atau, jika pun segala kecurigaan itu benar
adanya, mudah-mudahan tampilan mereka
yang Islami itu bisa membuat mereka berhati
Islami pula. Mudah-mudahan, semua itu
menjadi awal pertaubatan mereka.


source : alkisah

Sejarah tentang Rambut Suci Nabi Tercinta Muhammad (saw)

Sejarah tentang Rambut Suci Nabi Tercinta Muhammad (saw)

Sudah termasyhur bahwa Nabi (saw) biasa membagi-bagikan rambutnya yang penuh berkah ketika beliau memangkas rambut di kepalanya atau rambut yang rontok dari janggutnya kepada para Sahabatnya agar mereka tetap mendapatkan keberkahan dari rambut tersebut. Diriwayatkan bahwa ada tiga rambut Nabi (saw) yang penuh berkah yang sampai ke tangan Sultan Abdul Hamid Khan II, seorang sultan dari Dinasti Utsmani (Ottoman). Beliau mendapatkannya secara langsung melalui Sultan sebelumnya, Sultan Selim hingga ke masa beliau. Sultan Selim mendapatkannya secara langsung dari Gubernur Madinah di masanya.


Satu di antara ketiga rambut suci milik Sultan Abdul Hamid II diberikan kepada Syekh al-Islam di Dinasti Utsmani, yaitu Sayyid Jamaluddin Effendi. Rambut itu kemudian secara turun-temurun akhirnya sampai ke tangan Syekh Hisyam Kabbani. Rambut kedua berada di Museum Topkapi di Istanbul, di mana ia selalu dikunjungi oleh ribuan Muslim dari berbagai negara, khususnya Turki, dan baik dari kalangan ulama maupun orang-orang biasa. Mereka datang dari tahun ke tahun untuk mendapatkan berkah dari rambut tersebut. Rambut ketiga berada di tangan Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani di Turki. Silsilah ketiga rambut suci yang penuh berkah ini telah dicatat dan disahkan dalam tiga sertifikasi yang berbeda, dan rambut yang berada di tangan Syekh Hisyam Kabbani juga disertai dengan sertifikat resmi.

Berikut ini adalah keterangan mengenai keabsahan untuk mencari keberkahan dan fadilah melalui rambut suci Nabi (s) setelah beliau wafat meninggalkan dunia ini.

http://www.sunnah.org/events/shara2.htm



source (Haqqani Indonesia)

Download Kitab Barzanji Beserta Terjemahannya

Download Kitab Terjemahan Maulid Barzanji

Siapa tak kenal Maulid Barzanji ? Inilah
salah satu kitab Maulid yang popularitasnya dapat dikatakan merata di berbagai
belahan dunia Islam.



  1.  Ia dibaca orang di

mana-mana. Wajar jika, hingga ke pelosok-pelosok, orang tahu Maulid ini. Meskipun Maulidmaulid lain juga banyak dibaca di mana-mana,
baik yang sebelumnya atau sesudahnya, tetap saja
kemasyhuran Maulid ini selalu terjaga.
Salah satu kelebihan Maulid Barzanji adalah
kandungannya mengisahkan secara mendetail
perjalanan hidup Rasulullah SAW sejak sebelum
lahir hingga wafatnya. Bahasanya pun sangat
indah, tetapi tidak sulit untuk menghafalkannya.
Di beberapa daerah, orang membacanya tanpa
melihat naskahnya, karena banyak yang hafal. Itu
menunjukkan perhatian orang yang besar terhadap
Maulid Barzanji.


Yang membacakan Maulid ini adalah pembaca
Maulid yang telah sangat dikenal dan tak diragukan lagi kualitasnya, Habib Ali bin Sholeh Alatas,
bersama putranya Sayyid Abdullah Alatas.


DownLOad Terjemahan KITAB Maulid Barzanji Di Sini

Harumnya Bidadari Bumi: Biografi Wanita Salehah, Sabar, dan Tegar Sepanjang Sejarah

Harumnya Bidadari Bumi: Biografi Wanita Salehah, Sabar, dan Tegar Sepanjang Sejarah




Penulis: Fuad Abdurrahman
Penerbit: Pustaka Hidayah, cetakan 1, Shafar 1433/Januari 2012, Bandung
Harga: 38.000


Suatu ketika, di malam hari, saat mengelilingi rumah-rumah penduduk, tiba-tiba Khalifah Umar bin Khaththab mendengar suara wanita, dari dalam salah satu rumah yang dilewatinya, tengah berkata kepada anak gadisnya, “Bagunlah, hai putriku. Sekarang sudah larut malam. Buka tutup susu itu dan campurkan air ke dalamnya agar kita mendapat banyak keuntungan.”

“Tidak, Ibu. Aku tidak sanggup melakukannya.”

“Janganlah engkau membantah apa yang aku katakan. Tidakkah engkau lihat bahwa kita senantiasa dirundung kemiskinan?”

“Aku tidak sanggup melakukannya, Ibu. Aku ingat pesan Khalifah Umar bin Khaththab,” gadis itu tetap pada pendiriannya.

“Apa perintahnya?”

“Khalifah berpesan kepada semua penjual susu agar tidak mencampur susu dengan air hanya untuk mendapatkan banyak keuntungan.”

Sang ibu itu membalas, “Tapi sekarang sudah tengah malam, putriku. Tak seorang pun melihat kita melakukan pencampuran susu dengan air ini.”

“Ibu, walaupun Khalifah dan para pembantunya tidak melihat kita di tengah malam yang gelap gulita seperti ini, tetap ada yang melihat kita.”

“Siapa lagi yang melihat kita di tengah malam buta begini?” tanya sang ibu.

Sang gadis menjelaskan, “Tuhannya Khalifah Umar bin Khaththab, Tuhan kita, Tuhan semesta alam. Tuhan tetap melihat kita walau di lubang semut di tengah malam pekat sekalipun. Ibu, demi Allah, aku tidak ingin menjadi golongan orang-orang yang hanya menaati perintah di tempat ramai dan durhaka di tempat sunyi.”

Sang ibu pun terdiam, tak berkata sepatah kata pun.

Beberapa hari setelah itu, Khalifah pun datang ke rumah gadis itu.

Betapa terkejut ibu sang gadis ketika Khalifah datang ke rumahnya. Apa kesalahannya? Bukankah ia telah urung untuk mencampurkan air ke dalam susu yang akan dijualnya? Dalam hatinya, sang ibu itu berdoa, “Ya Allah, lindungilah hamba-Mu ini dari fitnah manusia.”

Setelah mengucapkan salam, Khalifah pun berkata, “Wahai Ibu, bolehkah kami bertanya?”

“Tapi gerangan apakah yang membawa Khalifah datang ke gubuk kami yang hampir roboh ini?”

“Kedatangan kami ke sini adalah untuk meminang putri Ibu untuk menjadi istri salah satu putra kami, Ashim namanya,” kata Khalifah.

Betapa terkejut bercampur gembira sang ibu manakala mendengar jawaban yang dilontarkan Khalifah. Tak salah dengarkah ia bahwa anak gadisnya hendak dipinang oleh putra seorang khalifah. Jangankan berharap, mimpi pun tak pernah.

Melihat ibu sang gadis yang gugup dan bingung itu, Khalifah pun berkata, “Bagaimana pendapat Ibu?”

Dengan tergugup-gugup ibu itu menjawab, “Baik, akan kutanyakan dahulu kepada putriku. Kiranya Khalifah berkenan menunggu dahulu sebentar.”

Berapa lama kemudian sang ibu kembali dan berkata, “Aku tidak memperoleh jawaban darinya, wahai Khalifah. Tapi kulihat wajahnya berseri-seri.”

“Baiklah, Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Diamnya seorang gadis yang dipinang menunjukkan keridhaan hatinya’.”

Maka berlangsunglah pernikahan putri sang ibu itu dengan putra Khalifah Umar bin Khaththab.

Kisah penuh keteladanan ini adalah satu dari puluhan kisah indah tentang wanita-wanita yang berjiwa besar karena ketundukannya kepada Allah dan keluhuran pekertinya, dari buku ini. Keagungan akhlaq mereka menjadi teladan terindah sepanjang masa. MS


Pesan Segera!
Hubungi bagian Sirkulasi Majalah alKisah
Jalan Pramuka Raya No. 410, Jakarta 13120
Telp. 021-856. 2257/ 8590. 0947
Fax: 021-8590.0947
e-mail: redaksi_alkisah@yahoo.com

Karunia hikmah

Salah seorang ustadz yang merupakan pengikut ulama Ibnu Taimiyyah menuliskan tesisnya berjudul

أَجْوِبَةُ شَيْخِ الإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ رحمه الله عَنِ الشُّبْهَاتِ التَّفْصِيْلِيَّةِ لِلْمُعَطِّلَةِ فِي الصِّفَاتِ الذَّاتِيَّةِ

"Jawaban Ibnu Taimiyyah terhadap syubhat-syubhat terperinci yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah dzatiyah yang dilontarkan oleh para penolak sifat"
Sumber informasi tersebut dapat dilihat pada http://firanda.com/index.php/tentang-kami

Ulama Ibnu Taimiyyah yang menjadi panutan bagi ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya yang dinamakan sekte/firqoh Wahhabi dan mereka mengaku-aku sebagai Salafi yakni menisbatkan diri mereka kepada Salafush Sholeh berdasarkan muthola'ah menelaah kitab dengan akal pikiran mereka sendiri.

Mereka adalah ulama yang termasuk "orang-orang yang membaca hadits" yakni para ulama yang mengaku-aku mengikuti Salafush Sholeh namun tidak bertemu atau tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Mereka mengikuti pemahaman Salafush Sholeh bersandarkan dengan muthola’ah, menelaah kitab berdasarkan akal pikiran mereka sendiri. Dikenal pula sebagai ulama dibalik ruang perpustakaan. Mereka membaca hadits, tentunya ada sanad yang tersusun dari Tabi’ut Tabi’in , Tabi’in dan Sahabat. Inilah yang mereka katakan bahwa mereka telah mengetahui pemahaman para Salafush Sholeh. Bukankah itu pemahaman mereka sendiri terhadap hadits tersebut.

Sedangkan ulama yang termasuk "orang-orang yang membawa hadits" adalah para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat yang bertemu atau bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Para ulama yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat atau yang memiliki ketersambungan sanad ilmu atau sanad guru dengan Imam Mazhab yang empat. Dikenal pula sebagai ulama yang bertalaqqi (mengaji) dengan ulama-ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat.

Ulama Ibnu Taimiyyah semula bermazhab atau berguru dengan para ulama bermazhab Hambali namun pada akhirnya ulama Ibnu Taimiyyah lebih bersandar kepada upaya pemahamannya sendiri melalui muthola’ah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri sehingga pemahamannya bertentangan dengan pemahaman Imam Mazhab yang empat. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/ dan bantahan pemahaman Ibnu Taimiyyah dari para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana yang terurai dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf

Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaskan dalam kitab-kitab beliau seperti ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisihi pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah diakui dan disepakati oleh jumhur ulama yang sholeh dari dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)

Begitupula Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari (pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama) dalam kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah” telah membantah apa yang dipahamai oleh Ibnu Taimiyyah maupun apa yang dipahami oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Kutipannya dapat di baca pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/22/kabar-waktu-lampau/

Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“

Ciri seorang ulama masih tersambung sanad ilmunya adalah pendapatnya tidak bertentangan dengan ulama-ulama yang sholeh sebelumnya dan tidak pula bertentangan dengan pendapat Imam Mazhab yang empat artinya sanad ilmu ulama Ibnu Taimiyyah terputus hanya sampai pada akal pikirannya sendiri.

Bahkan karena kesalahpahamannya dalam i'tiqod mengakibatkan ulama Ibnu Taimiyyah wafat di penjara sebagaimana dapat diketahui dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/13/ke-langit-dunia atau uraian dalam tulisan pada http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2011/12/kisah-taubatnya-ibnu-taimiyah-di-tangan.html

Mereka adalah korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi sehingga mereka tidak dapat membedakan antara “mencari-cari takwil” sebagaimana kaum mu’tazilah dengan “men-takwilkan” sebagaimana contohnya yang dilakukan oleh Ibnu Abbas ra dan Ulil Albab lainnya

Doa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk Ibnu Abbas ra untuk dapat mentakwilkan atau mengambil hikmah,

Allahumma faqqihhu fiddin wa ‘allimhu al ta’wil

dan

Allahum ‘allimhu al hikmah

Andaikan “mentakwilkan” adalah suatu hal yang haram, tentu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak akan mendoakan hal yang haram atau jelek kepada Ibnu Abbas ra

Tentang ta'wil ada diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/04/inilahahlussunnahwaljamaah.pdf

Kaum muslim yang dapat menta’wilkan atau mengambil hikmah atau mengambil pelajaran atas firman Allah ta’ala adalah mereka yang dikehendakiNya, mereka yang dikaruniakan hikmah oleh Allah ta’ala yakni yang disebut Ulil Albab.

Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya

“Allah menganugerahkan al hikmah (pemahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 ).

“Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan Ulil Albab” (QS Ali Imron [3]:7 )

Karunia hikmah atau pemahaman secara hikmah tentu tidak dikaruniakan oleh Allah Azza wa Jalla kepada kaum yang dimurkaiNya yakni kaum Zionis Yahudi. Sehingga kaum Zionis Yahudi melancarkan ghazwul fikri (perang pemahaman) kepada kaum muslim dengan makna dzahir atau "terjemahannya saja".

Firman Allah ta'ala yang artinya

"Alif laam raa. Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung hikmah" (QS Yunus [10]:1"

"Demi Kitab (Al-Qur'an) yang menerangkan, sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya), dan sesungguhnya Al-Qur'an itu dalam induk Al Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah". (QS Az-Zukhruf [43]: 2-4)

“Inilah ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin (muslim yang ihsan)" (QS Luqman [31] : 2-3)

Karunia hikmah banyak dikaruniakan kepada Ahlul Yaman (hadramaut)


حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ أَضْعَفُ قُلُوبًا وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً الْفِقْهُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ

Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu’aib Telah menceritakan kepada kami Abu Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang yang berperasaan dan hatinya paling lembut, kefaqihan dari Yaman, hikmah ada pada orang Yaman.” (HR Bukhari 4039)


و حَدَّثَنِي عَمْرٌو النَّاقِدُ وَحَسَنٌ الْحُلْوَانِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ وَهُوَ ابْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ صَالِحٍ عَنْ الْأَعْرَجِ قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ هُمْ أَضْعَفُ قُلُوبًا وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً الْفِقْهُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ

Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)

Sebaliknya bagi orang-orang serupa dengan Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim al Najdi , mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Akan muncul suatu sekte/firqoh/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya. (HR Muslim 1773)

Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. Kemudian ‘Umar berkata; Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan). (HR Bukhari 3341)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini (Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi), akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)

Penduduk Yaman cepat menerima kebenaran sedangkan Bani Tamim Al Najdi, orang-orang yang seperti Dzul Khuwaishirah, berwatak keras dan mereka membela diri, oleh karena mereka muslim maka mereka merasa berhak atas penghidupan yang baik di alam dunia dibandingkan orang kafir. Mereka yakin bahwa mereka dicintai Allah sehingga mereka merasa wajar meraih kehidupan ekonomi yang lebih baik bahkan kaya raya.

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Shakhrah dari Shafwan bin Muhriz Al Mazini dari ‘Imran bin Hushain radliallahu ‘anhuma dia berkata; Sekelompok orang dari Bani Tamim datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda: ‘Terimahlah kabar gembira wahai Bani Tamim.’ Mereka menjawab; ‘Anda telah memberikan kabar gembira kepada kami, oleh karena itu berikanlah sesuatu (harta) kepada kami.’ Maka muka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berubah, tidak lama kemudian serombongan dari penduduk Yaman datang kepada beliau, maka beliau bersabda: Terimalah kabar gembira, karena Bani Tamim tidak mau menerimanya! Mereka berkata; Ya Rasulallah, kami telah menerimanya. (HR Bukhari 4017)

Telah bercerita kepada kami ‘Umar bin Hafsh bin Ghiyats telah bercerita kepada kami bapakku telah bercerita kepada kami Al A’masy telah bercerita kepada kami Jami bin Syaddad dari Shafwan bin Muhriz bahwa dia bercerita kepadanya dari ‘Imran bin Hushain radliallahu ‘anhuma berkata; Aku datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan untaku aku ikat di depan pintu. Kemudian datang rombongan dari Bani Tamim maka Beliau berkata: Terimalah kabar gembira wahai Bani Tamim. Mereka berkata:; Tuan telah memberikan kabar gembira kepada kami maka itu berilah kami (sesuatu harta) . Mereka mengatakannya dua kali. Kemudian datang orang-orang dari penduduk Yaman menemui Beliau, lalu Beliau berkata: Terimalah kabar gembira, wahai penduduk Yaman, jika Bani Tamim tidak mau menerimanya. Mereka berkata; Kami siap menerimanya, wahai Rasulullah. (HR Bukhari 2953)

Begitupula Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menasehatkan bahwa jika terjadi fitnah atau perselisihan karena perbedaan pemahaman maka ikutilah ahlul Yaman.

Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’

Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’

Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’

Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : “mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman“.

Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)

Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.

Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman’.

Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya wahai Rasulullah’. Rasul menjawab, ‘Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari’.

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’

Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman. Masih dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatkan hadits marfu’ dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Sebaik-baiknya lelaki, lelaki ahlu Yaman‘.

Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang mencintai orang-orang Yaman berarti telah mencintaiku, siapa yang membenci mereka berarti telah membenciku"

Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian, Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang mutakbaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.

Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya. Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas

Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam di negeri kita diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah seperti Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Berikut kutipan penjelasan Buya Hamka

***** awal kutipan ****

“Rasulallah shallallahu alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau shallallahu alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib. Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat. Sebab Nabi sendiri mengatakan, ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pemuda di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf.

Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini. Diantaranya Penyebar Islam dan pembangunan kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh. Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri. Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullail. Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga Alaydrus.

Kedudukan mereka dinegeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari hadramaut dari keturunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqaddam. Yang banyak kita kenal dinegeri kita yaitu keluarga Alatas, Assegaf, Alkaff, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi, Alhaddad, Al Jufri, Albar, Almusawa, bin Smith, bin Syahab, bin Yahya …..dan seterusnya.

Yang terbanyak dari mereka adalah keturunan dari Al-Husain dari Hadramaut (Yaman selatan), ada juga yang keturunan Al-Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan syarif-syarif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggil Tuan Sayid mereka juga dipanggil Habib. Mereka ini telah tersebar didunia. Di negeri-negeri besar seperti Mesir, Baqdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan Sadat tersebut. Disaat sekarang umum- nya mencapai 36-37-38 silsilah sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidati Fathimah Az-Zahra ra.

****** akhir kutipan ******

Wasallam



(source) Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830

Pembelajaran Berbasis Ecoeducation

Salah satu problem mendasar yang dialami manusia di zaman modern ini yaitu krisis ekologis atau permasalahan lingkungan. Sebab manusia modern telah medeklarasikan alam. Alam telah dipandang sebagai sesuatu yang harus digunakan dan dinikmati semaksimal mungkin. Dominasi terhadap alamlah yang menyebabkan masalah bencana, kepadatan penduduk, kurangnya ruang bernafas, kemacetan kehidupan kota, pengurasan jenis sumber alam, hancurnya keindahan alam.

Arti dominasi atas alam dan konsepsi materialistik tentang alam yang dianut manusia modern ini telah didukung dengan nafsu dan ketamakan yang semakin banyak menuntut lingkungan.

Semua ini dalam pandangan filosofis akibat dari cara pandang yang dualistik-mekanistik dan materialistik. Cara pandang ini menyebabkan terjadinya dikotomik atau diversitas (pembedaan) seperti; subyek-obyek, manusia-alam, manusia-Tuhan, suci-sekuler, timur-barat. Cara pandang dikotomik ini menyebabkan tidak harmonis antara manusia, Tuhan, dan alam yang telah dihancurkan. Semua ini terkait dengan ketidakseimbangan yang disebabkan oleh hancurnya harmoni antara Tuhan dan manusia.

Sekarang ini Indonesia masih memiliki 10% hutan tropis yang masih tersisa. Setiap tahunnya keadaan luas hutan terus menyusut dengan sangat cepatnya dan sangat menghawatirkan kondisi spesies hutan maupun pesisir. Hutan di Indonesia masih memiliki 11% jumlah spesies binatang menyusui atau mamalia, 15,6% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.517 spesies burung dan 25% dari spesies ikan. Jumlah spesies tersebut bahkan terus berkurang atau lenyap seiring dengan kondisi luas hutan yang terus menyusut.

Aktivitas manusia melakukan penebangan hutan yang terlalu cepat dan eksploitasi hutan untuk industri serta pengalihan lahan hutan menjadi pemukiman dan pertanian. Dari aspek ini, hutan menjadi gundul dan mengakibatkan semburan miliaran ton partikel, gas karbondioksida serta klorofluorokarbon. Emisi karbon ini ditimbulkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaruhi, seperti batu bara, gas, dan minyak bumi. Kerusakan hutan khususnya di Indonesia sebagai paru-paru dunia memiliki andil besar sebagai pemicu perubahan iklim dan pemanasan global akibat dari menipisnya lapisan ozon.

Kondisi lingkungan dengan dirusaknya hutan, pembakaran, illegal logging, lahan petanian di sulap menjadi area industri dan perumahan. Telah membawa dampak negatif seperti kekeringan dan pada musim penghujan akan menyebabkan bencana banjir serta tanah longsor. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat merasakan dampak kerusakan sistem cuaca. Perubahan iklim dan terjadinya bencana yang bertubi-tubi akan mengancam ketersediaan sumber daya alam. Kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan membawa akibat terhadap alam lingkungannya. Pencemaran udara, tanah, dan air, yang terkadang membawa akibat seperti tidak suburnya lahan pertanian, banjir dan tanah longsor.

Bukan penuan alam

Sudah jelas diketahui bahwa kerusakan alam dan lingkungan hidup yang dasyat bukan di sebabkan oleh penuaan alam itu sendiri tetapi justru diakibatkan oleh tangan-tangan yang selalu berdalih memanfaatkannya, yang sesungguhnya sering kali mengeksploitasi tanpa memperdulikan kerusakan lingkungan.

Dalam hal ini sesuai dengan pandangan dunia baru perlu rekonstruksi non dikotomik yang menempatkan kesadaran (mind) dan materi (matter) serta tidak terjadi pembedaan antara subyek obyek, manusia, alam dan Tuhan. Maka diperlukan langkah-langkah partisipatif untuk mencegah problem kondisi lingkungan dan sumber daya alam.

Dengan demikian pembelajaran ekoeducation sangat di butuhkan, walaupun kenyataanya ecoeducation merupakan pendidikan berwawasan lingkungan yang terintegrasikan dengan semangat pentingnya pendidikan nilai berbasis agama. Hal ini sebagai upaya mewujudkan tujuan pembagunan millenium (MGD) yang merupakan salah satu dari tujuan tersebut yaitu memastikan keberlanjutan lingkungan hidup. Dengan mensosialisasikan kepada masyarakat sadar dan peduli lingkungan serta pelarangan penambangan, penebangan dan pembangunan pemukiman kawasan lindung. Melakukan pemberantasan illegal logging dan juga melakukan rehabilitasi hutan. Serta pemerintah harus mulai serius untuk tidak mengeluarkan izin yang terkait dengan pengelolaan hutan terhadap pihak asing.

Ecoeducation merupakan pebelajaran yang berorientasi kepada revitalisasi pendidikan yang selama ini gagal menanamkan nilai-nilai lingkungan. Maka melalui ecoeducation diharapkan terjadi penyadaran lingkungan dan semangat konservasi alam dan lingkungan. Hal ini bisa dilakukan dengan mengalang penanaman pohon untuk setiap warga masyarakat Indonesia. Serta melalui penataan daerah berbasis lingkungan, sebab selama ini daerah-daerah rawan bencana terjadi akibat adanya pengalihan fungsi dari lahan pertanian ke perindustrian dan hutan ke perumahan dan pertanian. Membangun kembali daerah-daerah hutan tropis sebagai kawasan yang dilindungi dan memberikan yang terbaik terhadap spesies penghuni hutan atau lingkungan.

Selama ini memang bidang pendidikan menghadapi tantangan zaman global sebagai akibat dari dampak krisis ekologi, dalam hal ini perlu adanya konstruksi paradigma baru pada arah epistemologi. Format pendidikan yang sesuai kondisi di atas, perlu menyajkan salah satu strategi dengan pembelajaran ekoeducation yang berbasis agama sebagai sumber penanaman jiwa anak didik. Pembelajaran ekoeducation yaitu upaya kegiatan belajar mengajar dengan mengintroduksi keanekaragaman hayati pada setiap mata pelajaran dan penanaman nilai spiritualitas supaya tumbuh kesadaran hubungan harmoni antara manusia, Tuhan dan alam.

Keeratan hubungan antara manusia dengan alam dan lingkunganya itu tercermin juga di dalam cara hidup mereka dalam mata pencaharian hidup. Cara pencaharian hidup masyarakat sederhananya biasanya memang amat ditentukan oleh alam dan lingkungannya. Misalnya; suatu kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan, mereka otomatis sangat bergantung dari alam pegunungan dengan cara bertani, berternak, berkebun, dan berladang. Kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pesisir, meraka sangat bergantung dari kondisi pesisir dengan cara melaut, pertambakan, dan sangat bergantung dari hasil laut

Pembelajaran ekoeducation juga perlu diberikan kepada setiap masyarakat, sebab masyarakat merupakan sistem sosial yang memiliki interaksi dan komunikasi langsung dengan lingkungan hidupnya. Masyarakat memiliki andil besar dalam melestarikan dan menjaga keseimbangan (equilibrium) lingkungan, karena masyarakat sebagai penghuni lingkungan hidup. Menjunjung tinggi kesadaran lingkungan adalah sebuah alternatif individu, dan akhirnya menuntut kesadaran kolektif

Peran masyarakat dalam penyadaran lingkungan perlu di wujudkan melalui program yang terencana baik secara organisatoris maupun personal, yaitu melalui pembelajaran ekoeducation yang perlu di berikan kepada khalayak umum masyarakat di RT dan RW setempat. Dengan memberikan pembelajaran ekoeducation kepada setiap penghuni rumah tangga, mereka akan mendapatkan pengetahuan dan juga sikap yang sadar akan lingkungan hidup. Melalui penyadaran itulah baik pemerintah ataupun masyarakat itu sendiri akan tertanan nilai-nilai untuk menghargai lingkungan hidupnya. Membangun suri tauladan, itulah yang dapat memberikan perhatian dengan memperlakukan lingkungan hidup dengan penuh tanggung jawab.



* Staff Pengajar di AKP Widya Buana, GP Ansor Ranting Banjardowo dan Direktur Rumah Pendidikan Sciena Madani

(source) : nu

Habib Agil bin Abubakar Al-Qadri, Balikpapan: Harta bukan Tujuan

Mencari harta benda dalam kehidupan di dunia memang penting, tetapi lebih penting mencari bekal untuk di akhirat. Itulah yang diyakini Habib Agil bin Abu Bakar Al-Qadri dari Balikpapan. Kehidupan sehari-harinya kini lebih banyak untuk berdakwah.



Habib Agil lahir di Palu Utara, Sulawesi Tengah, pada tanggal 6 Maret 1970. Ia dididik agama Islam sejak kecil oleh kedua orangtuanya. Untuk SD dan SMP, ia belajar di sekolah umum di Palu Baru. Kemudian pada tahun 1981 ia berangkat ke Arab Saudi, ikut abahnya, Habib Abu Bakar Al-Qadri, konsulat Indonesia di Arab Saudi yang mengurusi bagian haji. Ia belajar di sekolah internasional di Jeddah yang berada di kedutaan. Di sekolah ini pengantarnya adalah bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Kemudian Habib Agil melanjutkan pendidikiannya ke Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, pada 1984, mengambil jurusan Ushuluddin. Di samping itu ia juga
belajar di Sekolah Bahasa Asing di kota yang sama. Habib Agil mempelajari bahasa Inggris dan bahasa Arab. Alasannyaa, karena kajian Islam di Indonesia banyak mengambil sumbernya dari literatur berbahasa Arab, Belanda, dan Inggris.

Tidak puas belajar di Al-Azhar, kemudian Habib Agil melanjutkan belajar ke Belanda. Dengan kemampuan bahasa Belanda yang dipelajarinya di Sekolah Bahasa Asing di Kairo, mudah baginya untuk mengikuti kelas kajian Islam dengan bahasa Belanda.

Ia tinggal di Rotterdam, kota pelabuhan terbesar di Belanda. Kemudian pindah ke Den Haag, baru kemudian ke Amsterdam, ibu kota Belanda.

Karena jiwa petualangannya, pada tahun 1986 ia berangkat ke Italia. Di Negeri Pizza ini, Habib Agil, selain mempelajari bahasa Italia, juga mempelajari ilmu sosial, yang sangat berkembang di negeri itu.

Tak terasa empat tahun ia belajar di Italia, dan benar-benar menguasai bahasa itu dengan baik.

Bukan Aliran Wahabi-nya
Kepada alKisah, Habib Agil dengan bercanda menjawab pertanyaan dengan bahasa Italia, yang tentu saja tidak dimengerti. Kadang, sekadar untuk intermezo, dalam sebuah majelis ta’lim ia pun menggunakan bahasa Italia atau bahasa Belanda.

Di balik canda dan intermezo itu, sesungguhnya ada ibrah yang bisa kita ambil. Yakni, dalam rangka berdakwah, apalagi dalam era globalisasi, pengusaan bahasa asing sangat penting.

Bahkan, dalam pengakuannya, Habib Agil tidak hanya menguasai bahasa-bahasa asing di atas dan bahasa daerah Kaili, Palu Utara, tempat kelahirannya, melainkan juga bahasa Melayu, bahasa Madura, dan bahasa Jawa. Dan karena lama tinggal di Eropa, ia pun lancar berbahasa Prancis.

Pada tahun 1991 ia kembali ke Arab Saudi dan bekerja di Saudi Airport. Di sini, ia mengurusi jama’ah haji yang datang dari luar Arab. Termasuk jama’ah Indonesia. Kemudian ia berpindah ke perusahaan asing, yaitu World Wide, yang menyuplai alat-alat rumah sakit ke Arab Saudi.

Di perusahaan ini, ia tidak lama, karena kemudian ia membuka toko sendiri yang menjual berbagai keperluan rumah tangga di kota Jeddah. Di samping itu, ia juga masih sempat bekerja sebagai agen Arab Saudi yang mengurusi para TKW yang datang ke Arab dan masalah perburuhan. “Saya sering membantu TKW yang tidak punya paspor atau karena suatu hal paspornya hilang,” katanya.

Salah satu prestasinya yang sangat membanggakan adalah andilnya dalam ikut membebaskan TKW Nasiroh dari hukuman mati pada tahun 1994.
TKW yang berasal dari Jawa Barat itu sudah diancam hukuman pancung. Tapi berkat bantuannya bersama tim dari Indonesia, yang tergabung dalam tim pengacara Indonesia di Mahkamah Kubra (Tinggi), alhamdulillah Nasiroh dapat pengampunan Raja, sehingga ia bisa pulang ke Indonesia dengan selamat.

Habib Agil juga ikut dalam suatu maktab haji yang mendapat izin penuh dari Pangeran Muhammad bin Jahawi Al-Saud untuk mengurus para haji Asia Tenggara. Ia tergabung dalam perusahaan Armin Group yang bekerja sama dengan kedutaan Indonesia.

Meski sibuk bekerja di Arab Saudi, Habib Agil masih menyempatkan diri belajar agama. Pertama ia belajar kepada Syaikh Yasin Bugis-Mandar, seorang ulama asal Sulawesi yang tinggal di Makkah dan banyak mengajar murid-murid yang berasal dari Sulawesi. Kemudian kepada Habib Abdul Qadir Assegaf,
khususnya malam Kamis dan malan Jum’at. Pengajian habib kharismatis itu diikutinya dari Makkah, kemudian pindah ke Jeddah.

Di Arab Saudi sendiri ada organisai dakwah yang dinamai “Mabahists Amar Ma’ruf Nahi Munkar”, yang kebanyakan memang dipimpin para ulama Saudi yang beraliran Wahabi. “Namun saya hanya mengambil ilmu pokoknya, seperti tafsir, hadits, dan lainnya. Bukan aliran Wahabi-nya,” tuturnya.

Nurul Khairaat lil Muhibbin
Pada tahun 1996, Habib Agil pindah ke Indonesia, karena di Timur Tengah terjadi Perang Teluk. Irak menginvasi Kuwait, dan sudah mengancam akan
menyerang Arab Saudi. Karena itulah, warga asing yang berada di Saudi cepat-cepat menyelematkan diri untuk keluar dari negeri itu. “Semua harta benda ditinggal, saya punya 14 mobil dan toko, tapi semua barangnya kini saya tidak tahu ada di mana,” kisahnya.

Habib Agil beradaptasi lagi dengan iklim di Indonesia. Ia harus mencari kawan lagi untuk berdagang dan membuka usaha baru. Dan karena yang dikuasainya adalah pengadaan barang ke Arab Saudi, ia pun berusaha menjual berbagai barang yang diperlukan di Saudi, khususnya untuk jama’ah haji dan umrah, seperti pakaian haji atau umrah, mukena, payung, sandal, busana muslim, pakaian ihram, danlain-lain.

Namun semua usaha itu kurang memuaskan bathinnya. Maka akhirnya ia tinggal di Palu, membuka majelis pengajian bersama keluarganya. Majelis itu dinamai “Nurul Khairaat lil Muhibbin”.

Kegiatan majelis itu kemudian meluas ke Kabupaten Donggala sekitar tahun 2000.

Pada tahun 2001, Habib Agil menikah dengan Fitriyah Al-Jawwas. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai dua anak: Muhammad Sulthan Wildan Al-Qadri dan Farid bin Agil Al-Qadri.

Sehari-hari kini mereka tinggal di Balikpapan, tepatnya di Jalan Agus Salim atau Jalan Melati No. 26 RT 35 Kelurahan Klandasan Ulu, Balikpapan, Kalimantan Timur.

Mengapa ia akhirnya memutuskan tinggal di Balikpapan? Semata-mata karena menggantikan peran adiknya, Habib Farid bin Abu Bakar Al-Qadri, yang meninggal pada tahun 2006. Habib Farid-lah yang merintis pendirian Majelis Ta’lim Nurul Khairaat lil Muhibbin di Kalimantan dan kemudian berkembang pusat. Sekarang majelis ta’lim ini sudah memiliki 42 cabang di seluruh Kalimantan.

Selain aktif dalam bidang dakwah, seperti majelis ta’lim dan pesantren, Habib Agil juga membuka biro pemberangkatan haji dan umrah.

Ia juga ikut dalam organisasi Bela Negara dari Kementerian Pertahanan RI. “Saya aktif dalam berbagai kegiatan, khususnya dalam amar ma’ruf nahi munkar,” katanya.

Habib Agil pun menerima konsultasi berbagai masalah keluarga maupun pribadi. Banyak yang minta air yang telah ia doai untuk berbagai hajat.

(source) : alkisah